Ely langsung melempar tasnya ketika sampai di kosan Anie. Ia tidak pernah membayangkan sebelumnya kalau harus berada di dalam situasi seperti sekarang.
"Lo kenapa sih, El?" tanya Anie penasaran dengan perubahan mood Ely yang tiba-tiba.
"Gak tahu. Males aja gue."
"Alasannya?"
"Gue males lihat cowok itu!"
"Siapa?"
Ely menutup mulutnya, kemudian nyengir dan memasang wajah biasa. "Lupakan! Hanya bercanda. Oh, iya, nanti bisa anterin gue ke toko baju gak? Pengen beli baju nih!"
"Kenapa gak sekalian tadi di mall Ely! Lo bikin gue emosi deh lama-lama."
"Udah dibilang mendadak gak mood kok."
"Oke, jadi mau ke toko yang mana?"
Ely membuka instagram miliknya, kemudian memperlihatkan sebuah postingan diskonan daei sebuah toko baju yang lokasinya tidak jauh dari tempat kosan Anie.
"Oke, asal traktir gue mau!"
"Lo mau bikin gue miskin mendadak, An?" Ely mengerling kesal.
Mereka tengah berdebat, ketika ponsel Ely berdering sekali. Kemudian disusul dengan pesan yang masuk ke ponselnya.
[Lo harus dibilang bagaimana lagi agar gak dekat-dekat sama Keynan? Apa lo kira ancaman gue hanya main-main?]
Ely menebak itu pasti pesan dari Jhon. Iya, memang siapa lagi kalau bukan lelaki kemayu itu yang mengirimnya.
[Salah kalau lo nyuruh gue menjauhi Keynan, karena yang harus lo tahu, Keynan yang mendekati gue duluan.] Ely membalas pesan tersebut, tak lupa di akhir kalimat ditambahkan emot tertawa ngakak.
[Perempuan gatel! Perebut lelaki orang!]
[Nyatanya mau lo akuin atau gak, gue lebih cantik dari lo.]
[Jalang!]
[Bodo amat.]
[Awas aja kalau mau dekat-dekat Keynan, gue buat lo menderita sumur hidup.]
[Ih takut.] Ely tersenyum ketika ia mengirim pesan terakhirnya ternyata nomornya sudah diblokir oleh Jhon.
Beraninya mengancam. Emang ia takut dengan ancaman lelaki kemayu itu? Tidak sama sekali. Kalau jijik, iya!
Setelah saling membalas pesan dengan Jhon, Ely mengambil handuk dan berniat akan membersihkan diri di kamar mandi. Anie sedang sibuk menelefon entah siapa. Mungkin pacarnya, mungkin juga gebetannya.
"Dia lagi mau mandi kayaknya. Tapi sumpah, gue tuh curiga loh sama Ely. Kayaknya ada yang disembunyikan dari gue." Anie mengadu pada kekasihnya.
Ia baru jadian dua hari, dan belum sama sekali memberi tahu kepada Ely tentang kabar bahagia ini. Selain wajah Ely yang akhir-akhir ini terlihat kurang bersemangat, juga karena emang ia belum siap.
Apa lagi pacarnya adalah salah satu artis yang berada di bawah naungan agensi tempatnya bekerja sebagai cleaning service.
Sambil melirik Ely yang sudah masuk ke kamar mandi, Anie diam-diam mengambil ponsel milik sahabatnya tersebut.
"Diem dulu, gue mau jadi detektif." Ia membuka ponsel Ely.
"Kamu menemukan apa?" tanya suara di seberang.
"Belum. Gue masih mencoba buka hp Ely. Disandi ini."
"Pakai angka apa pola?"
"Angka."
"Tanggal lahir."
"Gak bisa."
"Tanggal pertama jadian."
"Pacar dia aja gue gak tahu."
Baru saja ia berpikir tentang nomor sandi ponsel Ely, tiba-tiba pintu kosannya diketuk orang. Anie meletakkan ponsel tersebut ke tempat semula, bersamaan dengan ponselnya juga.
Terlihat ibu kos berdiri di depan kosan dengan membawa sekotak paket. Entah milik siapa dan apa isinya.
"Tadi baru aja ada kurir yang ngantar, katanya buat kamu." Ibu kos menyodorkan kotak tersebut kepada Anie.
"Tapi saya gak pesan apa-apa, Bu? Salah kirim kali." Ely membolak balikan kotak tersebut. "Loh kok ini pengirimnya gak dicantumin, ya?"
Ibu kos mendekat dan ikut melihat tempelan alamat juga nama yang ada di boks tersebut. "Oh, mungkin dari pacar kamu. Mau dikasih kejutan sepertinya."
Tapi tadi Dicky tidak bilang apa-apa kepadanya. Lagi pula lelaki itu mana romantis, nembak saja harus ia duluan yang menyatakannya. Hais, kalau mengingat itu Anie malu sendiri.
"Ya udah deh, nanti saya tanyain sama pacar saya. Makasih Bu Harmy!" Anie meringis.
"Everything for you, Darling. Asal uang kosan jangan sampai nunggak!" Wanita paruh baya itu mencolek dagunya dan mengedipkan sebelah mata.
Anie ngakak. Selain ketularan lebay dan alay-nya, ibu kos juga sudah mulai bisa bersikap genit.
Iya, beberapa saat lalu ia yang mengajari wanita itu agar bersikap tidak selalu mandiri. Sekali-kali terlihat sok lemah, agar lelaki merasa dibutuhkan. Tak lupa Anie juga mengajarinya merayu suami, dengan sesekali bersikap genit.
Lebih baik digenitin istri sendiri kan, dari pada digenitin istri orang?
"Lanjutkan, Bu!" Anie mengepalkan tangan dan mengangkatnya ke atas. "Saya buka paket ini dulu, ya. Makasih sekali lagi."
Anie menutup pintu. Ia duduk di lantai sambil terus melihat kotak di depannya. Dengan segera dihubungi lagi Dicky yang masih break shutting.
"Halo, ada apa?" tanya Dicky begitu mengangkat panggilan dari Anie.
"Lo ngirim gue hadiah?" tanyanya tanpa basa-basi.
"Gak, Sayang. Emang kamu ulang tahun sekarang?"
"Duh Dicky Harlino sayang, hadiah buat cewek kan gak harus di hari ulang tahun."
"Oh kamu pengen dibeliin hadiah?"
"Hais, serah deh. Intinya ini ada yang ngirim gue hadiah. Kalau bukan lo terus dari siapa?"
"Buka aja coba."
Anie mulai merobek kertas pembungkusnya, di belakang ada tulisan "For Ely Jalang Gatel".
"Lah buat Ely. Kok tulisannya gini amat? Kenapa di depan ditulis buat gue. Ini sebenarnya apa sih isinya?" Anie belum berani membuka, meski ia penasaran setengah mati.
Ketika tengah mengobrol dengan Dicky dan menebak isi dalamnya, Anie melihat Ely sudah keluar dari kamar mandi. Rambut gadis itu terlihat basah. Aroma shampo tercium sampai ke hidung Anie.
"Lo pake shampo gue?" tanya Anie.
"Iya. Kan lo tahu sendiri gue ke sini gak bawa alat-alat mandi."
"Yah, padahal itu shampo udah gue setting akan habis akhir bulan. Jadi pas gajian baru bisa beli baru lagi, kalau lo ikut makai pasti habisnya lebih cepet."
"Ya ampun, iya nanti gue ganti shampo yang udah gue pake!" balas Ely ketus.
Anie terkekeh. "Canda El. Eh, lo dapat paket tuh. Gak tahu dari siapa, soalnya nama pengirimnya gak ada. Paketnya juga aneh lagi, masa di luar kertas kado ditulis buat gue, tapi pas dibukan ada tulisannya buat lo."
Ely berjalan menghampiri Anie. "Kok tahu gue di sini?"
"Nah itu, gue juga gak tahu El."
Ely melihat kotak yang ada di depan Anie. Setelah membaca tulisan di sana, ia langsung paham kalau itu perbuatan Jhon.
Sialan, rupanya lelaki kemayu itu benar-benar mengancamnya. Buktinya ia di sini saja tahu, bahkan nama Anie juga Jhon sudah tahu.
"Lo punya musuh, El?" tanya Anie hati-hati.
"Gak tahu gue. Coba kita buka dulu aja yuk!"
Anie mematikan sambungan teleponnya. Mereka duduk berhadapan dan segera menyobek bungkusan kertas kado kedua. Hingga sampai pada kotak paling akhir.
"Kok bau anyir?" Anie menutup hidungnya.
Ely curiga dengan isi dalamnya.
"Ini darah, El. Iya ini darah!" Anie histeris melihat cairan merah yang keluar dari dalam kotak dan terlihat hampir mengering.