Keynan juga sama terkejutnya dengan Ely, tidak menyangka kalau gadis yang beberapa minggu menemaninya tersebut adalah orang yang selama ini dia cari keberadaannya. Lelaki dua puluh delapan tahun itu berdiri dari kursi, dia menaruh piring kotor dan mengambil segelas air putih lahi, setelahnya berjalan menghampiri Ely yang masih belum percaya dengan takdir ini.
"Lo beneran Angel?" tanya Keynan memastikan.
"Lo gak lupa kan, kalau nama gue Ely Angelica?"
Lelaki itu duduk di samping Ely. Padahal dia sudah membayangkan seandainya bertemu dengan gadis kecilnya akan langsung memeluk dan mengungkapkan kata rindu yang selama ini dia bendung. Tapi lidahnya kelu. Dia tidak menyangka kalau pertemuan mereka akan seperti ini.
Keynan menghela napas, dia menoleh dan menatap gadis itu. "Bagaimana kabarmu, El?" tanyanya.
Ely menyunggingkan senyum. "Seperti yang kamu lihat, Key. Gue baik-baik saja. Seharusnya gue yang tanya sama elo, gimana kabarnya? Lama gak bertemu, ya, kita."
"Sekarang gue baik-baik saja, tapi beberapa waktu lalu keadaan gue tidak sebaik ini. Apa lagi setelah lo pergi begitu saja."
Wajah Ely seketika muram. "Sorry."
"Jadi kenapa lo pergi tanpa pamitan?" tanyanya.
Gadis dua puluh dua tahun tersebut enggan menjawab. Dia mengalihkan pembicaraan dan membuat Keynan melupakan tentang pertanyaan yang sempat dilontarkan pada Ely.
Mereka bercerita, saling bercanda sampai larut malam. Ely tidak tahu, bagaimana ceritanya sampai akhirnya dia dan Keynan memutuskan untuk tidur dalam satu ranjang yang sama. Meski tidak ada yang terjadi di antara mereka.
Keynan bercerita tentang traumanya, tentang dia yang awalnya tidak bisa bersinggungan dengan wanita. Karena pasti ketakutan itu muncul lagi saat dia bersama seorang wanita dan hanya berdua.
"Kenapa?" tanya Ely.
"Kenapa apanya?"
"Kenapa bisa takut sama cewek."
Keynan tidak menjawab. Dia menyingkap selimut dan melihat arloji yang diletakkan di meja samping mereka tidur.
Hanya beberapa jam mereka memejamkan mata, dan ketika fajar belum sepenuhnya menyingsing, dua orang itu kembali terjaga untuk melanjutkan cerita mereka.
Tidak ada kata bosan. Keynan merasa di menemukan lagi malaikatnya. Ely, iya, Ely. Wanita itu yang dia harapkan untuk bisa kembali membawanya ke jalan yang seharusnya.
"Lo gak bangun? Kerja kan hari ini?" Keynan melihat Ely yang masih malas-malasan di tempat tidur.
"Gue masih ngantuk." Ely ingin memejamkan matanya lagi.
"Nanti lo telat, El. Ayo bangun!" Keynan menarik tangan Ely dan membawanya ke pinggir ranjang, kemudian mengambil air putih dari atas meja, lalu diberikan pada gadis itu. "Minum dulu!"
Ely menerima air putih yang diulurkan Keynan, dia meneguknya kemudian merebahkan tubuhnya lagi. "Ngantuk!" Gadis itu memejamkan mata.
Keynan menggelengkan kepala, dia kemudian berdiri dari ranjang dan kembali ke kamarnya untuk bersiap.
Hari ini, ada jadwal pemotretan untuk keperluan iklan. Dia harus on time sampai ke kantor, agar tidak terburu-buru nantinya.
Setelah semua selesai, Keynan mengambil ponselnya dan keluar dari kamar. Matanya melihat pintu kamar Ely yang masih terbuka, seperti terakhir dia tinggalkan.
"El!" Dia masuk ke dalam.
Terlihat gadis itu kembali pulas tertidur.
"Ya ampun, cewek kok kuat banget tidurnya." Keynan menggoyangkan tubuh Ely, hingga membuat gadis itu terganggu.
"Gue mau tidur!"
"Lo harus kerja, El."
"Ngantuk, Key."
"Lo mau dipecat?"
Ketika mendengar kata dipecat, mau tidak mau Ely membuka mata. "Jam berapa?" tanyanya.
Keynan mengangkat jarinya menunjukkan angka tujuh.
Macet. Itu yang Ely pikirkan. Karena ketika jam berangkat kerja seperti sekarang, jalanan Jakarta pasti penuh dengan kendaraan.
"Tungguin gue! Gue nebeng!" Ely langsung melompat dari ranjang dan masuk ke kamar mandi tanpa mendengar jawaban dari Keynan.
Ingin menolak juga tidak bisa, karena Ely sudah masuk ke kamar mandi. Kalau ditinggal, kasihan juga nantinya jika Ely sampai terlambat.
Keynan pasrah. Dia duduk di kursi depan meja rias sambil bermain ponsel dan menunggu Ely keluar dari kamar mandi.
Hanya butuh lima menit untuk gadis itu mandi. Keynan terkejut, karena baru kali ini melihat orang mandi secepat itu. "Lo gak sabunan?" tanya Keynan.
"Eh sembarangan. Gue sikat gigi, menggosok badan sampai sampoan juga, ya. Jangan salah." Ely mengambil seragam dari almari, tanpa merasa risih, dia melepas handuknya di depan Keynan. Keburu siang. Toh lagian Keynan juga tidak doyan wanita pun.
Jakun Keynan naik turun, ketika gadis di depannya dengan tanpa dosa memakai pakaian di depannya. Hanya pakaian dalam yang sekarang melekat di badan Ely, hingga membuatnya tidak bisa mengedipkan mata.
Dia wanita pertama, yang membuat jantungnya kembali berdebar. Bukan debaran biasa, seperti yang dirasakan saat bersama Jhon. Ini beda.
Dia benar-benar terpesona pada tubuh Ely.
Padahal berpuluh-puluh model wanita yang sering berganti pakaian di depannya ketika fashion show, tapi semua tidak bisa membuat jantung Keynan berdebar seperti sekarang.
"Udah selesai. Minggir!" Ely berdiri di samping Keynan.
Lamunan Keynan buyar. Dia berdiri dan sedikit mengendus aroma tubuh Ely.
"Gue hanya butuh lima menit doang. Tungguin, ya."
Keynan mengangguk.
Gadis itu mulai mengoleskan skincare ke wajahnya. Dia bergerak cepat, agar Keynan tidak meninggalkannya.
"El!" Panggil Keynan.
Ely menoleh. "Ya?"
Lelaki itu menghela napas. "Gak jadi!"
"Dih, gak jelas lo!" Ely memakai lipstik di bibirnya. Dia kemudian meratakannya dengan ujung kelingking.
Sexy. Keynan sampai harus menahan napas ketika melihat Ely membasahi bibirnya dengan ujung lidah.
"El!" panggilnya lagi.
Gadis itu menoleh. "Apa?" tanyanya.
Keynan mendekat, dia melihat bibir Ely dengan intens.
Dilihat sedemikian rupa membuat Ely menahan napas. Dia membayangkan sesuatu yang iya-iya di otaknya.
Jujur saja, Keynan adalah lelaki tampan seperti impiannya. Tapi jika secepat ini, dia belum siap. Sungguh.
Ish, apa sih yang dipikirkan? Ely menggelengkan kepalanya. "Apa, Key?"
"Bibir lo?" Keynan melihat bibir Ely.
Gadis itu menelan ludahnya kasar. Kemudian membasahi lagi bibirnya dengan gelisah.
Keynan memalingkan wajah ke samping. "Lipstik di bibir lo belepotan. Rapiin dulu, gih!" Dia membuang napas dan keluar dari kamar Ely.
Stupid!
Ely menepuk kepalanya berkali-kali. Keynan itu penyuka sesama jenis, jadi stop untuk membayangkan yang tidak-tidak dengan Keynan. Padahal baru saja dia berharap mereka ... ah, terlalu berharap dia.
Keynan mengambil segelas air, kemudian meneguknya sampai tandas. Seandainya Ely datang lebih awal, pasti dia tidak akan terkungkung dalam hubungan tak sehat bersama Jhon.
Dia kembali membayangkan bibir gadis itu.
"Arrrgggg! Bisa gila gue!" Dia menjambak rambutnya.
"Key, lo kenapa?" tanya Ely.
"Gak apa-apa. Cuma pengen aja."
"Hah?"
"Pengen cepet-cepet berangkat." Keynan memalingkan wajahnya, menyembunyikan rona merah di pipi.
"Kirain!" desis Ely kecewa.