Chereads / Denting sendu / Chapter 29 - Wanita Sampah

Chapter 29 - Wanita Sampah

"Sialan! Brengsek! Gue udah muak sama lo! Semua yang kita lihat jelas terbukti keasliannya dan lo masih ingin mengelak lagi?!" tanya Kennard dengan senyum sinisnya.

"Pertama lo udah merencanakan buat bikin Kakak gue celaka dan lo udah berhasil. Lo udah berhasil buat Kakak gue meninggal!"

"Awalnya gue gak percaya kalau itu semua lo yang sudah merencanakan. Tapi, setelah bukti-bukti yang gue lihat gue jadi semakin percaya kalau memang lo pelakunya. Terlebih bukti yang baru saja gue lihat, semakin buat gue percaya."

"Terima kasih, karena lo udah hancurin hidup keluarga gue!" teriak Kennard menggema seraya menendang kursi yang ada di hadapannya membuat semua orang terlonjat kaget.

"Kehadiran lo yang gue kira akan menjadi warna lain dari keluarga ini ternyata salah! Dugaan gue salah besar! Ternyata kehadiran lo cuma sampah! Gak berguna! Dan lebih parahnya ternyata kesialan lah yang kami dapat setelah kehadiran lo! Karena lo, Kakak gue jadi meninggal!" teriaknya kembali menatap nyalang ke arah Vanya yang hanya tertunduk lesu.

Derai air mata pun bak air terjun yang meluluh membasahi pipi. Lontaran pedas yang keluar dari mulut Kennard seolah menampar dirinya bahwa memang dirinya tak diharapkan hadir di dunia.

Dirinya tak bersalah dan tak melakukan kesalahan sedikitpun, tetapi semua yang terjadi seolah mengkambinghitamkan dirinya. Pembelaan apalagi yang harus ia lakukan? Dan kini, kehadirannya dianggap sebagai sebuah kesialan. Ya, mungkin perkataan Kennard ada benarnya, karena terbukti sejak ia lahir dan melihat dunia ia memang sebuah kesialan belaka, karena nyatanya orang tua kandungnya pun tak sudi merawatnya.

"Sekarang gue tanya sekali lagi, benar kan lo mencuri perhiasan buat bayar Johan sialan itu?! Jawab?!" sentak Kennard mencengkram erat leher Vanya hingga membuat perempuan tersebut tersentak.

"Oh, gak usah jawab juga sekarang terjawab sudah kan? Kalau memang lo itu pelakunya? Sekarang lo gak bisa mengelak lagi kan? Dan kita semua gak bakal lagi tertipu sama tampang polos lo itu?"

"Gue gak nyangka ya ternyata selama itu lo bisa menipu kita," ucapnya terkekeh seraya menghempaskan kepala Vanya yang sudah memerah tak bisa bernafas.

"Selama itu lo bisa memakai topeng dan mengelabuhi kita?"

"Dan kita gak perlu lagi bertanya-tanya darimana lo transfer sejumlah uang untuk Johan sialan itu, karena dalam waktu singkat semuanya terjawab sudah."

"Gue akui kalau kita semua bodoh! Dan lo hebat Zevanya Stephanie!" seloroh Kennard seraya bertepuk tangan kecil mengitari tubuh Vanya yang kini terduduk lemah di lantai dan terlihat masih mengatur nafasnya yang masih tersengal.

"Tapi ... Gue rasa ucapan Ibu ada benarnya," ucapnya menyunggingkan senyum smirk.

"Ucapan Ibu yang mana Ken?" tanya Bram menatap anak lelakinya tersebut.

"Ucapan yang mana Ken? Tapi emang semua yang Ibu ucapan itu semuanya benar. Dan kalian saja yang baru sadar," celoteh Dena melirik anak dan suaminya sinis.

"Ucapan Ibu yang bilang kalau dia bukan cuma bayar pakai uang hasil curi itu."

"Yang jelas tubuhnya juga pasti ia gunakan buat bayar orang suruhannya," ucapnya memandang rendah dan kedua bola matanya seolah menelisik tubuh Vanya dari atas hingga bawah.

Deg,

Seketika detak jantung Vanya berdetak begitu kencang begitu mendengar ucapan Kennard yang menyayat hati. Hatinya seraya ingin menjerit meminta keadilan dan kembali menyuarakan apa yang sebenarnya terjadi. Entah langkah apa yang akan ia ambil untuk membela dirinya yang tak tahu-menahu akan tuduhan yang terus dilayangkan untuknya.

'Tuhan, bukti apa lagi yang harus aku berikan? Kenapa aku tuhan, kenapa?!' jerit hati Vanya meraung-raung.

"Ibu bilang juga apa? Kalau dia cuma bayar pakai yang yang ia dapat dari hasil curian itu gak mungkin lah! Itu cowok suruhannya juga pasti gak akan mau, secara resikonya juga gak main-main kan? Karena menyangkut nyawa seseorang."

"Dan kini rencana wanita sampah ini berhasil dengan mulus. Apa yang dia inginkan tercapai, yaitu nyawa Kaira!" sahut Dena melipat kedua tangannya di depan dadanya seraya tersenyum mengejek.

"Kalian aja yang gak sadar sama tabiat dia! Dari awal Ibu kan sudah sering bilang kalau dia ini gak baik, dia cuma baik di luarnya saja. Tapi, karena Ibu menghargai kalian yang kemarin suka banget sama nih anak, makanya Ibu biarin. Tapi apa sekarang? Kejadian buruk kayak gini akhirnya terjadi kan?"

"Ini yang Ibu takutkan dari dulu sebenarnya," seloroh Dena panjang menyalahkan Bram serta Kennard.

"Maaf Bu, kemarin kami masih buta belum bisa membedakan mana orang yang baik dan yang pura-pura baik," jawab Bram ikut memandang Vanya dengan kecewa dan penuh kebencian.

Sementara Vanya, ia hanya bisa kembali menangis. Walaupun dalam hati ia sudah menangguhkan untuk tak lagi menangis tapi, nyatanya ia tak bisa. Hatinya tetap terluka mendengar perkataan sarkas dari orang yang sangat ia sayang itu. Air matanya pun ikut mengkhianatinya, janji untuk tak lagi mengeluarkan air mata, ternyata ingkar. Justru sekarang air matanya bertambah deras hingga membuat matanya perih.

Pandangan merendahkan dan tatapan sinis seolah jijik melihatnya, menambah pedih di hatinya.

"Cih! Air mata palsu! Buat apa kamu ngeluarin air mata palsu kamu itu?! Maaf, tapi kami tidak akan lagi tertipu sama air mata palsu-mu itu! Dan sudah cukup kamu membodohi kami selama ini!"

"Jika penjara adalah tempat terbaik untukmu mungkin kami sudah menjebloskan kamu ke sana dan membiarkan kamu membusuk di tahanan. Tapi sayangnya penjara bukan tempat yang cocok untukmu. Justru tempat itu terlalu bagus untuk seorang Iblis seperti kamu!"

"Penjara tempat yang sangat bagus untukmu Iblis! Dan gue gak akan rela kalau lo dijebloskan di sana, itu gak akan cukup untuk menebus semua kejahatan yang selama ini lo lakuin ke keluarga gue," seloroh Ken yang kini berjongkok di depan Vanya dengan tangan mengangkat dagunya untuk melihat wajah sembab Vanya.

"Ternyata Iblis bisa nangis juga? Baru tahu gue," ujarnya terkekeh dan kembali menghempaskan wajah Vanya.

Hatinya tak sekuat baja, ia juga hanya manusia biasa yang bisa lemah. Dan saat inilah ia sungguh lemah. Tak ada sandaran untuk berkeluh kesah, tak ada orang yang bisa menguatkannya dan tak ada yang bisa menghapus air matanya di kala sedih.

Satu-satunya sandaran yang ia punya hanya Tuhan. Tuhan yang yang kini menjadi sandaran dan tempat untuk berkeluh kesah. Dan hanya tuhan yang bisa menyembuhkan setiap luka di hatinya, karena ujian hidupnya juga terjadi atas kehendak Tuhan. Dan ia sangat yakin jika suatu saat pasti Tuhan akan menunjukkan kebenaran, dan saat itulah yang hanya bisa Vanya tunggu.