Download Chereads APP
Chereads App StoreGoogle Play
Chereads

Takdir Cinta Sang Putra Kiai

Pipit_Fitriyawati
--
chs / week
--
NOT RATINGS
5.7k
Views
Synopsis
Novel Sudah Di-unpulish
VIEW MORE

Chapter 1 - Asisten Cantik

Pagi itu Ivan menghantarkan Ali ke sebuah café. Ali harus meeting dengan seorang investor asing yang bernama Mr. Lee, sedang Ivan akan mengecek beberapa lokasi yang akan menjadi tempat bisnis mereka.

"Kalau sudah selesai, kamu telepon aku ya," pesan Ivan dari balik kemudi.

"Aku naik taxi saja nanti, kamu kan harus ngecek banyak tempat," respon Ali.

"Oh iya juga sih." Ivan membenarkan pendapat Ali.

"Udah deh, kamu berangkat sana!" suruh Ali.

"Ok, siap." Ivan memutar bail mobilnya, lalu bergegas meninggalkan Ali.

Ali pun langsung masuk ke café tersebut. Sambil menunggu Mr. Lee datang, Ali memesan secangkir cofee latte panas.

Tiga puluh menit berlalu, Mr. Lee pun tak kunjung datang. Ali mulai bosan, bahkan coffee latte yang ia pesan sudah hampir habis.

Tuk … tuk … tuk!

Tiba-tiba bunyi hentakan dari ujung sepatu high heel terdengar mendekat ke arah Ali. Ali mengangkat wajahnya, matanya terbelalak kala seorang perempuan cantik dengan mengenakan setelan dress kantor super mini mendekatinya. "Bapak Ali Rahman?" sapa perempuan itu sambil mengulum senyuman manis.

Ali beranjak dari duduknya. "Iya saya," jawab Ali sedikit gelagapan. Pesona perempuan itu sungguh membuat Ali tak karuan.

"Saya Alea Damayanti, asistent Mr. Lee." Perempuan itu mengulurkan tangan ke arah Ali. Ali tidak menerima uluran tangan perempuan itu, ia malah menelungkupkan tangannya di depan dada.

Perempuan yang bernama Alea tersebut tersenyum dengan sikap Ali tersebut. "Boleh saya duduk?" tanyanya.

"Silahkan," ucap Ali.

Alea pun duduk persisi di hadapan Ali.

"Saya pikir Mr. Lee akan datang menemui saya sendiri," ungkap Ali.

"Emm well, beliau sangat sibuk. Jadi di setiap negera beliau memang memiliki delegasi yang ditugaskan untuk mengurus bisnisnya. Khusus di Indonesia, saya yang menjadi delegasi beliau," papar Alea.

"Oh begitu." Ali mengengguk pelan.

"Bapak sudah pesan makanan?" tanya Alea.

"Oh tidak usah, saya sudah sarapan," jawab Ali.

"Ok kalau begitu saya mau pesan minum sebentar." Alea mengangkat tangannya sebagai tanda bahwa ia ingin memesan sesuatu. Seorang waiters pun menghampirinya. Alea memesan segelas jus jeruk dingin.

Mereka mulai membincangkan banyak hal, tentunya tentang bisnis yang akan mereka geluti bersama beberapa bulan kedepan. Obrolan yang serius namun santai, membuat Ali nyaman dan merasa nyambung dengan Alea.

"Berarti kita sudah deal ya." Alea kembali menyodorkan tangannya untuk sebuah kesepakatan. "Eh maaf lupa," gadis itu pun menurunkan tangannya dan tersenyum manis.

Senyum itu sangat manis, ada vibrasi yang tak biasa menjalari relung hati Ali. Vibrasi yang belum pernah ia rasakan terhadap wanita manapun, bahkan kepada Nadia sekalipun.

"Kalau begitu saya pamit dulu, jika ada hal penting Bapak bisa menghubungi saya di nomer ini." Ali menyodorkan kartu nama.

"Baik, terimakasih," ucap Ali.

"Sama-sama," respond Alea.

Alea berlenggang meninggalkan Ali. Ali terus menatapi kepergian Alea. "Astagfirullah," gumam Ali seolah mengutuki dirinya sendiri.

***

Ali mencoba menghubungi Ivan, memberitahu bahwa meetingnya sudah selesai. "Halo, Van. Aku sudah selesai. Kamu masih di mana?" tanya Ali.

"Aku masih ngecek lokasi, belum selesai. Bahkan masih ada dua lokasi lagi yang harus aku hampiri. Seperti yang kamu bilang tadi, mungkin sebaiknya kamu naik taxi saja dulu. Dari pada garing nungguin aku," jawab Ivan.

"Ok," respon Ali sembari mematikan sambungan telepon.

Jakarta adalah kota yang Asing bagi Ali, ia tidak tahu bagaimana caranya memesan taxi secara online di kota tersebut. Sialnya lagi ia tidak memiliki aplikasi untuk memesan taxi online.

"Aku harus punya mobil pribadi kalua begini," keluhnya.

"Hem … Bapak belum pulang?" tanya Alea yang tiba-tiba menghampiri Ali.

"Em … belum. Saya lagi nunggu jemputan, tapi ternyata teman saya tidak bisa jemput. Mungkin sebentar lagi ada taxi lewat," jawab Ali.

"Kalau Bapak tidak keberatan, mari saya antar," tawar Alea.

"Oh tidak perlu, nanti saya merepotkan Anda," tolak Ali.

"Tidak merepotkan kok Pak. Memangnya Bapak tinggal di mana?" tanya Alea.

"Saya tinggal di senayang city," jawab Ali.

"Wah kebetulan sekali tidak begitu jauh dari tempat saya."

"Bernarkah?"

"Yup benar. Saya antar Bapak ya, tolong jangan menolak." Alea mengerjapkan mata.

Ali terpaksa menumpang mobil Aea. Ia tidak punya pilihan lain. Apalagi ia adalah orang baru di kota besar ini.

"Kata orang, Malang itu kota yang indah. Benar enggak sih?" tanya Alea dari balik kemudi.

"Ya benar banget, selain indah, Malang juga kota yang dingin," jawab Ali.

"Waw menarik sekali, sepertinya saya harus mengunjunginya," timpal Alea.

"Ngomong-ngomong enggak ada yang cemburu nih kita satu mobil," goda Ali.

"Enggak ada kok Pak, aman. Saya lagi enggak ada komitmen dengan siapapun," ujar Alea.

"Baguslah." Ali bernapas lega.

Ali sebenarnya risih dengan pakaian yang Alea kenakan. Rok mini perempuan itu sangat membuatnya tidak nyaman. Andai Alea adalah kekasihnya mungkin Ali akan meminta perempuan itu untuk merubah cara berpakaiannya tersebut.

***

"Bagaimana meetingnya tadi, Bro?" tanya Ivan.

"Lancar," jawab Ali santai.

"Alhamdulillah." Ivan bernapas lega.

"Mr. Lee tidak datang, beliau mengirim asistennya," tutur Ali.

"Apa?" Ivan kaget.

"Enggak usah kaget, toh semuanya sudah berjalan sesuai dengan ekspektasi kita. Aku sudah make deal dengan Alea," lanjut Ali.

"Alea? Siapa itu?" Ivan mengkerutkan keningnya.

"Alea Damayanti, asisten pribadi Mr. Lee," terang Ali.

"Oh jadi asistennya cewek?" tanya Ivan.

"Yup," jawab Ali.

"Cantik enggak?" Ivan semakin mendekatkan duduknya ke arah Ali, ia terlihat sangat penasaran.

"Em … I think she is so beautyfull." Ali tersenyum manis sambil membayangkan wajah Alea.

"Busyet, baru kali ini aku dengar pengakuan cantik dari seorang Gus Ali Rahman. Si Nadia saja enggak pernah kamu bilang cantik, meskipun dia hampir mirip dengan bidadari surga," oceh Ivan.

"Alah kamu ini." Ali menarik telinga Ivan.

***

Malam itu entah kenapa Ali terus terbayang-bayang oleh kecantikan Alea. Gadis itu benar-benar membuatnya merasa terusik.

Ali teringat kartu nama yang Alea berikan kepadanya tadi saing. Ia kemudian mencari kartu nama tersebut. Di saku celana, jaket, bahkan di dompet, namun nihil. "Ah memangnya aku taruh di mana kartu nama itu?" gumamnya. Ali keluar dari kamarnya, ia ingin menanyakan kepada Ivan prihal kartu nama tersebut, mungkin saja Ivan melihatnya.

"Van, lihat kartu nama enggak?" tanya Ali.

"Kartu nama? Punya siapa?" Ivan malah balik beratanya.

"Em … ee …." Ali garuk-garuk kepala, ia malu berterus terang kepada Ivan bahwa ia sedang mencari kartu nama milik Alea.

"Ini yang kamu cara?" Ivan mengacungkan sebuah kartunama yang ada di tangannya.

Ali berusaha merebut kartu nama tersebut dari Ivan, namun Ivan mempermainkannya. Ivan mengelak dan menagkis tangan Ali.

"Alea Damayanti, sepertinya gadis itu sudah menarik perhatianmu!" desis Ivan.

***