Chereads / Takdir Cinta Sang Putra Kiai / Chapter 2 - Jangan Panggil Aku, Pak!

Chapter 2 - Jangan Panggil Aku, Pak!

Setelah berhasil merebut kartu nama Alea dari Ivan, Ali bergegas masuk ke kamarnya. Ia langsung memasukkan nomer gadis itu ke dalam ponselnya. Setelah itu ia mengirim pesan singkat kepada Alea.

'Assalamualaikum, Alea. Maaf menggangu waktunya. Ini saya Ali Rahman, save ya,' tulis Ali.

Pensan tersebut langsung centang biru, bertanda Alea langsung membacanya. Tidak lama berselang, ponsel Ali bergetar, ada sebuah panggilan masuk. Mata Ali terbelalak ketika melihat nama Alea menari-nari di layar ponselnya. Iya, gadis itu kini tengah menelpon Ali.

"Assalamulaikum," ucap Ali penuh debar. Sepertinya putra Kiai Rahman tersebut sedang terserang penyakit cinta.

"Walaikum salam," jawab Alea dari seberang sana.

Hening sesaat, kedua insan itu seolah saling gereogi.

"Em … Mr. Lee sudah setuju dengan kesepakatan kita, Pak. Beliau sudah menandatangani berkas-berkasnya." Akhirnya Alea terpaksa memulai percakapan terlebih dulu.

"Alhamdulillah," ucap Ali.

"Untuk selanjutnya kita akan mencari kantor sementara di daerah Jakarta pusat, agar dekat dengan titik lokasi bisnis kita," lanjut Alea.

"Iya … iya, saya setuju," ungkap Ali.

Mereka terus berbincang tentang bisnis yang akan mereka jalankan, tanpa terasa sudah hampir satu jam mereka berbicang. Sepertinya bagi Ali gadis bernama Alea tersebut adalah lawan bicara yang sangat mengasyikkan. Buktinya saja ia sampai lupa waktu, berjam-jam lamanya waktunya habis hanya digunakan untuk ngobrol dengan gadis tersebut.

***

"Aku sudah meminta Abi untu mengirimkan mobilku ke sini," kata Ali sambil memasang sepatu ketnya.

"Baguslah," respon Ivan.

Mereka bersiap hendak berangkat kerja, Kebetulan hari ini adalah hari pertama mereka menempati kantor baru, setelah beberapa minggu bekerja tanpa kantor.

"Jadi kita akan satu kantor dengan Alea?" tanya Ivan saat mereka sudah berada di dalam mobil.

"Ya begitulah," jawab Ali dari balik kemudi.

"Kamu harus hati-hati," sambung Ivan.

"Hati-hati untuk apa?" Ali telihat heran.

"Sepertinya kamu tertarik dengan gadis itu. Berhati-hatilah karena kamu sudah punya tunangan." Ivan menekankan kalimat terakhirnya.

Ali tersentak dengan perkataan Ivan, ia langsung tercenung.

***

Alea Damayanti--semenjak bertemu Ali, hari-hari gadis itu terasa lebih menyenagkan dari biasanya. Ketampanan Ali Rahman serta sikap sopan santunnya, sungguh mampu memabukkan Alea.

"Aku belum pernah mengenal lelaki sepertimu," gumam Alea lirih pada dirinya sendiri. Ia memangku wajahnya di atas telapak tangan, sedang bibir seksinya terus mengulum senyum.

'Tok … tok … tok!'

Ketika terdengar seseorang mengetuk pintu ruangannya dari luar, sontak Alea kaget, dan tentu saja lamunannya buyar seketika.

"Masuk!" desis Alea dongkol. Alea bangkit dari duduknya, ia merapikan krah kemeja putih yang ia kenakan.

"Ada apa Ran?" tanya Alea pada Rani—Asistennya.

"Pak Ivan dan Pak Ali sudah datang, mereka menunggu Ibu di ruang meeting," kata Rani.

"Baik, suruh mereka tunggu sebentar," pinta Alea.

"Baik, Bu," respon Rani.

Mendengar Ali sudah datang, Alea kembali berbunga-bunga. Setelah ia memastikan bahwa penampilannya sempurna, barulah ia melenggang ke ruang meeting.

"Maaf sudah membuat kalian menunggu lama," ucap Alea sambil mengambil tempat di kursi paling ujung.

"Tidak kok, kamu baru saja tiba," respon Ali.

"Bagaimana, kapan kita akan meluncurkan grand opening?" tantang Alea. Mendengar tantangan itu Ali dan Ivan saling tatap.

"Em … secepatnya," lanjut Ivan.

"Bagus, soalnya Mr. Lee sudah tidak sabar menunggu hasil kerja kita. Kalau bisnis ini sukses di kota ini, berarti kedepannya kita akan mengembangkannya ke seluruluh plosok Indonesia, bahkan Mr. Lee menantang saya untuk membawa bisnis ini go internasional. Namun dnegan catatan, kita sukseskan dulu di Jakarta," Papar Alea dengan lancarnya.

"Great!" Ivan mengacungi jempol.

"Oh ya, kami sudah menyiapkan ruang kerja kalian. Silahkan dilihat dulu, semoga tidak mengecewakan," lanjut Alea.

Mereka pun bangkit dari duduk untuk melihat ruang kerja masing-masing. "Pak Ivan, ruangan Anda belok kanan, Rani tolong temani Pak iVan ke ruangannya," pinta Alea.

"Baik, Bu," jawab Rani.

"Pak Ali mari ikut saya," pinta Alea.

Ivan mengeditkan mata ke Arah Ali. "Oh ya mari," respon Ali.

"Ini ruangan Bapak, semoga suka," ucap Alea setelah mereka memasuki sebuah ruangan megah milik Ali.

"Wah luas dan nyaman, tentu saya sangat suka. Terimakasih Alea," ujar Ali.

"Sama-sama, Pak," jawab Alea.

Alea terus mendampingi Ali melihat-lihat seluruh isi ruangannya. "Saya harap kerjasama ini akan berjalan lancar dan awet ya, Pak," kata Alea.

"Ya saya juga berharap begitu," ungkap Ali. Mereka pun beradu senyum sesaat.

"Kalau begitu saya permisi dulu," pamit Alea.

"Alea tunggu," cegah Ali setelah Alea hampir saja membalikkan badannya.

"Ada apa lagi Pak?" tanya Alea heran.

"Bisa kita makan siang ersama setelah ini?"

Deg!

Alea benar-benar kaget dengan tawaran Ali tersebut.

"BIsa?" Ali kembali bertanya karena Alea belum menjawab ajakannya.

"Bisa, Pak," jawab Alea sambil tersenyum.

"Nanti aku telpon kalau waktu makan siang sudah tiba," lanjut Ali.

"Siap, Pak," respon Alea sumringah.

***

"Ali, ayo kita ke kantin. Sudah waktunya makn siang," ucap Ivan yang tiba-tiba saja masuk ke ruangan Ali.

"Kamu duluan saja, aku masih ada urusan." Ali membereskan berkas-berkas yang ada di atas meja kerjanya.

"Oh ok," kata Ivan sambil memilih segera keluar dari ruangan tersebut.

"Van tunggu!" Ali menghentikan langkah Ivan.

"Iya ada apa?" Ivan merespon cuek.

"Aku mau pinjam mobil sebentar," kata Ali.

Ivan langsung memberikan kunci mobilnya ke tangan Ali. Ivan tidak bertanya tentang Ali mau ke mana dan dengan siapa. Toh dia sudah bisa menerka apa yang sahabatnya itu akan lakukan.

***

Di depan lobi, Alea sedang menunggu ke datangan Ali. Setelah pria tampan itu muncul, Alea tersenyum manis. Mereka saling beradu senyum.

"Ayo," ujar Ali.

Alea pun mensejajarkan langkahnya dengan Ali. "Ivan tidak ikut makan siang dengan kita?" tanya Alea.

"Tidak, dia lagi sibuk," jawab Ali sambil membukakan pintu mobil untuk Alea.

Kini mereka sama-sama berada di dalam kabin mobil. Setelah memasang sabuk pengaman, barulah Ali membawa mobil tersebut ke luar dari area kantor.

"Kita makan di mana?" tanya Ali.

"Terserah, Bapak," jawab Alea.

"Kamu yang lebih tahu kota ini, jadi kamu saja yang menentukan," ujar Ali.

"Baiklah, kita makan di food court dekat mall di ujung sana. Makanannya enak-enak, Pak." Alea terlihat antusias.

"Kalau di luar jangan panggil aku dengan sebutan Pak ya," pinta Ali.

"Lalu aku harus panggil apa?" tanya Alea.

"Panggil nama saja," jawab Ali.

"Ah enggak sopan itu. Aku panggil mas saja gimana?" Alea mengeditkan matanya ke arah Ali.

"Boleh," jawab Ali.

"Baiklah Pak, eh Mas." Alea tersenyum lebar.

Ali membalas senyuman itu.