Chereads / Distant Sky / Chapter 4 - Empat

Chapter 4 - Empat

Ada aroma hangat yang tercium ketika matanya masih belum terbuka sepenuhnya. Walau sudah terbilang langka, Mave masih ingat dengan aroma khas itu, daging panggang. Secepat mungkin mata yang tadinya terpejam, kini terbuka sempurna. Diliriknya keadaan sekitar. Sepertinya ia tak sedang bermimpi, tidur di atas dipan kayu sedikit membuatnya pegal. Ia melihat ibunya baru saja masuk, tersenyum hangat ke arahnya. Menyuruhnya untuk segera bangun.

Ibunya adalah tipikal wanita yang ramah dan baik hati, senyum juga selalu menghiasi wajahnya, namun kali berbeda, seperti ada binar yang tak bisa dijelaskan.

"Cepat bangunlah, ayah dan Kai sudah menunggu," kata ibunya lagi.

Mave segera terbangun sambil mengucek matanya pelan. Suaranya terdengar mengantuk.

"Ada apa Bu?"

"Cepatlah, ayahmu membawa daging."

Segera setelah mendengarnya, Mave langsung bangkit dan berlari. Dilihatnya sang adik sudah tak sabar memandangi daging di atas wadah daun. Pintu rumah belum dibuka. Tak ingin membuat gaduh tetangga.

Ayah Mave tersenyum.

"Mari kita makan," ujannya.

Mave dan Kai segera menyerbu potongan daging , sementara sang ibu dan ayah melahapnya perlahan. Mave rasa ini hari terbaiknya. Ia sama sekali tak kepikiran darimana datangnya dan bagaimana sang ayah bisa membawanya, terlebih keadaan keuangan yang benar-benar jatuh.

Rasa nikmat dari daging membuatnya hanya bisa tersenyum kegirangan.

Kai juga tak mau kalah. Meski berbadan kecil mereka berdua terlihat seperti orang dewasa ketika makan.

"Ini enak ayah," kata Kai tersenyum.

Rasa sakit dipunggung Mave tak terasa lagi. Daging memang memiliki kekuatan yang luar biasa.

***

Tak banyak tersisa sumber air di daerah ini. Kekeringan benar-benar melenyapkannya. Hanya sungai itulah satu-satunya sumber bagi mereka. Walau tak begitu jernih. Para warga di sana harus memasak airnya cukup lama agar tak sakit perut. Tak jarang mereka menggunakan mesin tradisional penjernih air, tapi ya itu, harus mengantri dan agak lama.

Setidaknya bagi mereka dapat minum pun sudah cukup, tak harus jernih.

Mave dan Kai baru saja pulang dari sungai setelah perut kenyang. Mave memang sering mengajak sang adik ke sana ketika ibunya tak bisa pergi. Ibu Mave memiliki sedikit masalah dengan kakinya, sehingga tak bisa berjalan jauh. Beruntung Kai tak banyak protes. Apalagi sang kakak menjaganya. Air sungai juga lumayan dangkal hingga tak perlu takut tenggelam.

Sambil menunggui sang adik sering kali Mave berpikir bagaimana jika sungai ini ikut kering. Tak bisa ia bayangkan bagaimana keadaan keluarganya.

Sementara kalau disuruh membeli air mereka tak memiliki uang.

Cipratan air mengenai ketika ia melamun. Kai baru saja menyipratkan air ke arah Mave. Menyuruhnya untuk ikut berenang, alih-alih hanya berdiri tegak di sana.

"Kai, ayo pulang," kata Mave. Walau agak sedikit terbilang cepat ia merasa tidak enak.

"Ada apa Kak?" tanyanya bingung.

Mave tak banyak bicara langsung memposisikan tubuhnya berjongkok. Menunggu sang adik untuk naik ke punggungnya.

"Baiklah." Kai menyetujuinya, lagipula nanti sore ia akan diantar kakaknya lagi ke sana.

***

Mave, Wisley dan beberapa temannya kini tengah sibuk menjaring ikan. Walau hanya ada ikan-ikan kecil yang terjaring, setidaknya lumayan daripada hanya berdiam di rumah.

Beruntung sungai itu masih terdapat makhluk hidup. Berbekal peralatan sederhana mereka nampak santai saja.

Mereka tahu masing-masing tidak begitu baik keadaannya. Theodore yang paling girang di antara yang lainnya. Pemuda agak gemuk itu akan masuk ke dalam air dan menggoyangkan tubuhnya, agar ikan di air pusing hingga bisa masuk ke jaring dengan mudah. Itu adalah salah satu trik yang diajarkan para tetua di sana.

Ditengah hiruk pikuk tertawaan, terdengar suara lonceng bergemuruh, lonceng panjang seperti menjadi sinyal yang artinya ada seseorang yang baru saja ditangkap. Beberapa anak kecil mungkin riang ketika mendengarnya karena berpikir itu seperti alunan nada. Tapi berbeda dengan orang dewasa yang ketakutan.

"Kau dengar itu?" Kata Zed memecah keheningan yang baru saja terjadi. Orang-orang di sana langsung terdiam. Jika bisa suara itu jangan sampai masuk ke telinga.

"Ya, bahkan anak kecil pun bisa mendengarnya," sahut Wisley.

"Siapa kali ini?" Sambung Theodore.

Tidak ada yang menjawab. Di antara mereka yang tak terpengaruh pada suara lonceng hanya Mave, pemuda itu masih asik menyaruk ikan.

Zed selalu saja takut sebenarnya ketika mendengar bunyi lonceng panjang, takut jika yang ditangkap adalah sang kakak. Tapi ia ingat jika kakaknya tidak berburu kemarin. Jadi aman.

"Entahlah, lagipula tidak ada yang bisa menolongnya," kata Wisley.

Sementara itu, di Alun-alun distrik bergemuruh. Ada sorak sorai tak terima dari yang lainnya. Tapi meski begitu eksekusi akan tetap dilakukan.

Sudah menjadi aturan di sana. Jika terbukti melakukan kejahatan seperti mencuri di rumah pejabat, bisa dipastikan mendapatkan hukuman berat.

Sebagai ganjaran dan menekan orang lain agar tak berbuat ceroboh. Menebar ketakutan dengan cara yang sama sekali tak adil. Ada beberapa orang yang tengah diarak kini. Semuanya memakai penutup kepala berwarna hitam. Tangan-tangan mereka dikekang oleh tali dari besi yang tak bisa dilepaskan dengan mudah. Sengaja diarak. Petugas dengan wajah bengis mengiringi, ada kapak-kapak mengilat dan pedang-pedang panjang. Tidak ada nampak bentuk keramahan sedikitpun.

Arak-arakan kini sudah sampai pada titik kumpul, berada di atas papan kayu setinggi satu meter agar masyarakat dapat menyaksikan, orang-orang yang mulanya berpenutup kepala dibuka satu persatu. Memperlihatkan beragam ekspresi, mulai dari ketakutan, biasa, hingga tegang, mereka tahu nasib apa yang akan menimpa sebentar lagi. Semuanya hanya bisa pasrah sebab tak seorang pun bisa menolong.

Di antara yang lain, ada seorang kakek tua yang begitu mencolok. Ia menangis tersendu ketika mengingat dua orang cucu yang masih berusia belia di dalam rumah. Orang tua mereka sudah mati saat kerusuhan terjadi. Satu-satunya wali hanya ada dirinya. Tak mudah menghidupi keduanya diusianya yang telah renta. Karena alasan itulah ia bergabung dengan anak muda untuk mencari makanan dari mencuri dari rumah orang-orang kaya.

Setidaknya cucunya bisa tetap makan. Sekarang dirinya telah tertangkap, bukan keselamatannya yang ia pikirkan, melainkan nasib kedua cucunya jika ia sudah tak ada lagi nanti. Ia takut cucunya malah dijadikan budak nantinya.

Seorang pemuda lain datang dengan tergesa-gesa. Mave dan teman-temannya baru saja selesai membagikan hasil tangkapan ikan. Melihat siapa yang datang keempatnya langsung heboh sebab sudah lama sekali tak berkumpul seperti itu.

"Kau terlihat seperti orang linglung, apa yang terjadi,

Kini tatapan yang lain mengarah padanya

Netranya mencari seseorang.

Yang lainnya agak kaget ketika yang dicari adalah Mave.

"Ada apa?" tanya Mave merespon seadanya. Antara takut dan cemas jadi satu.

"Ayahmu akan dieksekusi."