Chereads / Legenda Pendekar Naga Putih / Chapter 9 - Orang Bercadar Putih

Chapter 9 - Orang Bercadar Putih

Tapi lagi-lagi hal diluar dugaan terjadi. Tepat setelah dirinya berhasil menusuk Tongkat Emas, mendadak si Tombak Kembar Angin Kilat datang menyerang secara tiba-tiba. Dua tombak kembarnya bergerak menggunting.

Kecepatannya sulit untuk dijelaskan. Tahu-tahu dua senjata pusaka itu sudah merobek perut Zhang Yixing.

Srett!!! Srett!!!

"Ahh …"

Jerit kesakitan berkumandang. Zhang Yixing seketika memundurkan dirinya sejauh lima langkah ke belakang dia tidak sanggup berdiri lagi. Sekarang saja orang tua itu berada dalam keadaan terduduk. Darah segar telah membasahi seluruh tubuhnya. Luka itu menimbulkan rasa perih yang tiada terkira.

Wajahnya pucat pasi. Bibirnya seketika mengering. Hanya dalam sekejap mata, Pendekar Pedang Tanpa Tanding telah berubah menjadi manusia darah. Kalau tidak menyaksikan secara langsng, siapapun tidak akan ada yang percaya bahwa tokoh kosen sepertinya bisa mengalami kejadian tragis seperti itu.

Di pihak musuh sendiri, ketika melihat Zhang Yixing sudah tidak berdaya, si Tongkat Emas dan Tombak Kembar Angin Kilat tertawa seram. Walaupun tubuh keduanya juga sudah dipenuhi oleh luka-luka akibat tebasan dan tusukan pedang, namun keadaannya masih mending.

Dengan perasaan marah besar, tiba-tiba keuangan menerjang ke depan. Keduanya juga turut mengayunkan senjata miliknya masing-masing.

Bagi Zhang Yixing, sekarang adalah penentuan. Penentuan antara hidup dan matinya.

Menghadapi situasi seperti itu, dia tidak dapat berbuat banyak. Dirinya hanya bisa menatap kedua lawannya dengan tatapan setajam mata pedang yang digenggam.

Wutt!!!

Serangan hampir tiba. Tinggal dua jengkal lagi, maka habis sudah riwayat hidup Pendekar Pedang Tanpa Tanding. Tetapi siapa yang menyangka, ketika terjadi detik-detik penentuan tersebut, mendadak ada sekelebat bayangan putih.

Bayangan itu datangnya tanpa diduga. Malah siapapun tidak ada yang menyangkanya. Termasuk si Tongkat Emas dan Tombak Kembar Angin Kilat.

Trangg!!!

Bunga api memercik ke segala penjuru. Benturan yang baru saja terjadi sangatlah keras. Akibat yang ditimbulkan pun lebih keras lagi. Tongkat Emas dan Tombak Kembar Angin Kilat terlempar sejauh tiga langkah.

Keduanya langsung jatuh terduduk. Seketika mereka muntah darah kehitaman cukup banyak. Si Tongkat Emas dan Tombak Kembar Angin kilat langsung mengalami luka dalam yang cukup parah.

"Bagus, dua tokoh terkenal dari dua partai besar ternyata sudah berubah menjadi manusia rendahan," kata seseorang yang baru saja datang itu.

Orang tersebut mengenakan pakaian serba putih. Rambutnya sebahu dan sudah dihiasi oleh warna putih. Usianya sekitar enam puluh tujuh tahunan. Sinar matanya mencorong sangat tajam. Dia juga memakai caping bambu yang lebar dan mengenakan kain cadar, sehingga siapapun tidak ada yang mengenali dirinya

Tangan kanannya memegang sebatang tongkat kayu hitam berukir kepala naga. Sekilas pandang tiada yang istimewa dari tongkat tersebut. Kecuali ukiran kepala naga itu, rasanya tiada sesuatu yang lebih istimewa lagi.

Tapi walaupun benar demikian, di mata Tongkat Emas dan Tombak Kembar Angin Kilat lain lagi. Keduanya memandangi orang asing yang baru saja datang itu dengan tatapan mata heran.

Dalam benaknya masing-masing mendadak muncul berbagai macam pertanyaan.

Siapa orang tua itu? Kenapa kemampuannya begitu hebat?

Memang keduanya sudah mengalami luka akibat pertarungannya melawan Zhang Yixing, namun siapapun bakal setuju kalau untuk membuat mereka berada seperti dalam keadaan sekarang, rasanya hal itu bukanlah suatu yang mudah dilakukan.

Mereka adalah tokoh kosen. Pendekar kelas satu. Untuk melukai berat dirinya dalam satu gebrakan, hal tersebut hanya mampu dilakukan oleh seorang tokoh pilih atau bahkan tanpa tanding.

Lantas apakah orang bercaping bambu dan bercadar putih itu, adalah termasuk di antara salah satunya? Apakah dia tokoh pilih tanding? Atau malah tanpa tanding?

Tongkat Emas dan Tombak Kembar Angin Kilat terdiam cukup lama. Mereka tidak berbicara. Atau lebih tepatnya, dua orang tokoh tua itu sedang menyalurkan hawa murni ke seluruh tubuhnya.

"Siapa kau? Berani sekali mencampuri urusanku," kata si Tongkat Emas begitu dirinya selesai menyalurkan hawa murni.

"Siapapun aku tidaklah penting, sekarang lebih baik pergi sebelum aku berubah pikiran," jawab orang tersebut. Nada suaranya terdengar sunguh-sungguh. Dibalik nada suara itu juga terdapat semacam wibawa tersendiri.

Kalau orang lain yang ada di hadapannya saat ini, niscaya mereka bakal memilih pergi sebelum terlambat. Namun sayangnya, Tongkat Emas dan Tombak Kembar Angin Kilat merupakan pengecualian.

Bukannya pergi sejauh mungkin, mereka malah bangkit berdiri. Masing-masing senjata pusaka sudah kembali digenggam dengan erat. Setelah keduanya memantapkan posisi, secara tiba-tiba mereka malah menyerang kembali.

Wushh!!! Wushh!!!

Gempuran tongkat dan tombak kembar langsung mengancam seluruh tubuh si orang bercadar putih. Dua serangan itu berasal dari sisa tenaga yang tersisa.

Tapi meskipun cuma sisa tenaga, sebenarnya masih mengandung kekuatan yang hebat.

Sayangnya, si orang bercadar justru malah jauh lebih hebat lagi.

Tongkat berkepala naga yang dia genggam tiba-tiba berputar cepat. Setelah itu orang tersebut menggerakkan tongkatnya untuk menangkis semua serangan lawan.

Trangg!!! Trangg!!!

Benturan keras terjadi. Dua lawannya terdorong mundur satu langkah. Namun orang berpakaian putih itu tidak mau melepaskannya. Setelah dia memberikan memberikan kesempatan untuk melarikan diri, lalu kesempatan itu disia-siakan begitu saja, maka rasa belas kasihan dalam hatinya langsung sirna.

Seketika itu juga tongkat berkepala naga itu bergerak dalam kecepatan tinggi.

Wutt!!! Wutt!!!

Sapuan tongkatnya menimbulkan angin menderu tajam. Si Tongkat Emas dan Tombak Kembar Angin Kilat merasakan adanya terjangan angin yang sangat besar. Bagaikan dilanda oleh sebuah badai, tubuh keduanya langsung terlempar cukup jauh.

Pada saat menyentuh tanah, nyawa mereka berdua malah sudah melayang.

Setelah berhasil membunuh si Tongkat Emas dan Tombak Angin Badai, orang bercadar putih itu langsung mendekati Zhang Yixing si Pendekar Pedang Tanpa Tanding yang saat ini sedang berada dalam kondisi kritis.

"Tuan, tahan sebentar. Biar aku obati lukamu itu," kata orang tersebut dengan nada bersahabat.

Pendekar Pedang Tanpa Tanding yang mengetahui kondisinya sudah tidak memungkinkan lagi hanya tersenyum getir. Dengan bersusah payah dia berkata, "To-tolong mereka sa-saja. Ke-keluargaku … dan … dan yang lain,",

Hanya mengucapkan beberapa patah kata itu saja, Zhang Yixing merasakan seluruh tenaganya sudah habis tanpa sisa. Dia merebahkan dirinya dalam genangan darah.

Sementara si orang bercadar putih terlihat kebingungan. Untuk sesaat lamanya, dia hanya bisa termangu. Namun setelah dipikir kembali, apalagi setelah melihat keadaan di sana, maka tekad untuk menolong orang lain tiba-tiba berkobar dengan hebatnya.

Orang tersebut bangkit berdiri lalu kemudian melesat ke tempat terjadinya pertarungan sengit di dalam ruang perjamuan itu.

Tongkat berkepala naga miliknya terus bergerak. Melancarkan hantaman dan sodokan ke setiap musuh yang dijumpai olehnya. Jurus orang asing tersebut ternyata sangatlah lihai.

Buktinya saja sekarang, baru sebentar saja dia turun tangan, di ruangan itu sudah ada dua orang yang kembali menjadi korban keganasannya.