Arya! Bangun, Arya! Kenapa kau bangunkan malah teriak-teriak?"
Pemuda itu masih menutup matanya dan berteriak kencang. Tak ingin mendengar keributan di pagi hari, Sherla memutuskan menyadarkan Arya dengan menghalalkan segala cara. Ia menarik kerah baju adiknya hingga hampir mendekati wajahnya lalu menampar wajah Arya berulang kali sembari memanggil namanya.
Tak sampai 3 detik, spontan kedua mata Arya terbuka lebar disertai mulutnya yang menganga. Begitu melihat adik sepupunya sudah sadar, Sherla melepaskan kerah bajunya dan membiarkan adiknya duduk dengan sendirinya.
Di lain sisi Arya terlihat kebingungan begitu melihat wajah kakak sepupunya tiba-tiba datang. Beberapa detik yang lalu dirinya baru berada di sebuah tempat yang sama namun suasana sangat berkebalikan. Di mana sebelumnya tubuh Arya dipenuhi keringat, hawa panas seakan membakar tubuhnya sebab matinya pendingin ruangan, dan juga ia tak bisa melihat seluruh sudut kamarnya dengan jelas.
Arya yakin sosok yang dilihatnya bukanlah kakak sepupunya yang sangat menyebalkan itu. Begitu banyak yang terjadi selama beberapa menit ini hingga kepala Arya terasa sangat pusing dan berat, mencoba menyambungkan kejadian sebelumnya dan sekarang.
"Kau kenapa teriak-teriak? Mimpi buruk, ya?" tanya Sherla memastikan. Ia bisa melihat wajah adiknya yang sangat pucat seakan berada di dalam tekanan besar.
Namun respon Arya hanya menggeleng sekali sambil mengangkat tangannya. "Aku tak apa. Mungkin karena sudah lapar."
Sherla langsung tahu jika sepupunya sedang menyembunyikan sesuatu, maka dari itu pandangannya tak lepas dari setiap gerakan Arya dari membuka matanya hingga mencoba menenangkan dirinya sendiri sembari memegang kepala bagian samping.
"Arya. Sherla. Suara apa tadi, Nak? Ada apa sampai teriak-teriak?"
Baik Arya maupun Sherla langsung bersikap sopan. Mereka pikir ibunya sudah berada di depan pintu kamar sang anak, tetapi begitu pandangan mereka teralihkan tak ada siapapun di sana. Spontan Sherla yang sudah sadar seutuhnya mengambil inisiatif mencari keberadaan tante. Melangkah ke ambang pintu, seketika pandangannya langsung menuju anak tangga.
"Oh, tante. Lagi masak buat sarapan, ya? Aku baru saja selesai membangunkan Arya, Tante," jawab Sherla melihat tantenya sedang membawa spatula bergagang kayu di tangan kanannya dan menggunakan celemek. Kemudian Sherla menghampiri dan berbisik. "Kelihatannya anak itu baru saja mengalami mimpi buruk, Tante. Wajahnya terlihat kebingungan dan cukup pucat."
"Ah, begitu ya. Tante kira ada apa? Kalau begitu pastikan Arya bangun dan suruh ia siap-siap sarapan," pinta ibunya pada keponakannya.
Sherla mengedipkan mata sambil mengangkat ibu jarinya, lalu kembali ke kamar Arya. Sampai sana ia melihat Arya masih berada di posisi yang sama, hanya saja pandangannya kali ini tertuju pada jam dinding.
"Kau bangun kesiangan dan ini sangat jarang terjadi. Ibumu menyuruhku membangunkanmu karena ia sangat curiga kau tak kunjung bangun pagi seperti biasanya. Apa yang kau lakukan semalam?" tanya Sherla, nadaya terdengar santai namun tatapannya sangat curiga.
Arya menggeleng sekali lagi sambil menghela napas pendek. "Berisik. Pergi sana, mengganggu waktu tidurku saja."
Nadanya terdengar sangat tajam sampai Sherla merubah raut wajahnya menjadi kebencian. Tak berkata apa-apa, Sherla langsung meninggalkan kamar Arya sembari bergumam cukup keras. Arya bingung mengapa kakak sepupunya menggumamkan berbagai umpatan sebanayak itu.
Akan tetapi dirinya lebih bingung lagi setelah apa yang terjadi dengannya. Sebelumnya Arya meyakinkan kalau dirinya tak salah melihat jam dinding di depannya masih menunjukkan pukul 3 pagi. Apa yang lihat sekarang justru tidak sesuai dengan penglihatan sebelumnya, di mana waktu sudah memasuki pukul 6 pagi.
Selain itu Arya masih merasakan dinginnya pendingin ruangannya. Sedangkan beberapa detik lalu, dirinya merasa seperti dipanggang di kamarnya sendiri. Ketika Arya memegang pelipis, wajah, leher serta tubuhnya, tak ada tanda-tanda tubuh tersebut keringatan. Bahkan mengingat betapa dingin kamarnya saat ini, Arya bergegas mematikan alat pendingin itu.
Mengingat semua apa yang terjadi sebelumnya benar-benar membuat Arya geram seakan dirinya sedang dipermainkan. Menganggap kejadian sebelumnya merupakan sebuah mimpi buruk juga tak bisa, sebab Arya ingat dari awal kejadian sampai dirinya disuguhkan penampakan wajah yang begitu mengerikan.
Ada hal yang membuat Arya semakin tak habis pikir. Jika sebelumnya dirinya ragu apakah dirinya sudah pacaran atau tidak, sekarang ia ingat betul kejadian beberapa hari lalu di mana dirinya mengungkapkan perasaannya dan gadis yang dicintainya membalas perasaannya. Kemudian mereka resmi berpacaran dan saat itu juga Arya berharap hubungan mereka kekal dan abadi sampai ajal menjemput.
Kembali ke kejadian yang sempat membuatnya kebingungan, Arya tak mengerti apa yang sebenarnya terjadi. Dikatakan mimpi buruk juga kurang akurat, sebab pemuda itu merasa dirinya telah terbangun dari tidurnya. Jika menganggap itu sebagai sebuah mimpi, apakah itu suatu kejadian dinamakan 'Mimpi di dalam mimpi'?
Perpindahan waktu begitu cepat hingga Arya tak sadar jika dirinya masih berada di dalam mimpi, tak ingin mengambil langkah lebih memusingkan, Arya memutuskan melupakan kejadian itu dan pertama yang langsung ia ambil adalah ponselnya. Memang itu kebiasaan Arya ketika baru bangun tidur, hanya saja alasannya langsung bermain ponsel sedikit berbeda dari sebelumnya.
Baru bangun tidur hatinya sudar berdebar kencang, tak sabar ingin melihat pesan sapaan di pagi hari dari sang pacar. Senyumannya pun terus menyungging, tak ada terlukis kesedihan ataupun kesepian di wajahnya. Tetapi begitu melihat pesan paling teratas hari ini, tak ada nama Amelia tertera di ponselnya. Saking tak percaya dengan apa yang ia lihat, Arya sampai membuka seluruh isi pesannya dengan Amelia.
Yap, setelah memastikan sekali lagi ternyata memang tak ada pesan dari Amelia. Mendadak Arya melemaskan tubuh dan pundaknya kembali seakan semua semangatnya yang perlahan mulai meningkat, mendadak lenyap bagai tiupan angin di musim semi. Arya pikir sesuatu yang menarik telah menantinya ketika bangun tidur. Semenjak kejadian itu, Amelia memang tak pernah mengirim pesan apapun di pagi hari. Memang sejauh ini Arya terlalu menganggap akan ada hal istimewa datang padanya.
Ketika kakaknya kembali ke kamarnya untuk kedua kalinya, Arya berdecak pelan lalu melempar pelan ponselnya ke atas bantal. Perlahan kakinya menginjak lantai kamar lalu berjalan menuju pintu kamarnya. Namun apa yang dilihatnya, kakak sepupunya sama sekali tak mau pergi dari jalannya.
"Ada apa? Ini aku mau sarapan. Mending kau pergi saja."
"Dipikir lagi mulutmu memang sangat mudah mengusir orang yang tua darimu."
"Kak Sherla memang lebih tua dariku tapi tetap saja ini rumahku. Sesukaku memperlakukan orang yang menumpang seperti apa. Lagi pula Kak Sherla masih muda, memang mau aku perlakukan seperti orang tua, Kak Sherla yang Sudah Tua?" Arya bertanya sambil terkekeh di dalam hatinya.
Spontan tangan Sherla tak segan-segan menampar mulut adik sepupunya.