Demi Tuhan, tidak ada yang lebih membuat Gayatri risih selain Tama yang terus mengikutinya dari mulai ia membuat kopi instan di pantry, sampai bekerja dengan laptopnya di ruang makan. Memang Tama tidak banyak bicara atau terlalu menempelinya, tetapi keberadaan pria itu saja sudah membuat Gayatri ingin menendangnya jauh-jauh.
"Ada lagi gak kopinya? Kayaknya saya juga mulai ngantuk nih," tanyanya sekaligus meminta. Gayatri hanya menatapnya julid, dasar aneh. "Beli aja sana sendiri."
"Beli dimana? Udah malem."
"Yaudah, gak usah minum kopi kalau gitu. Tidur aja sana," ujar Gayatri ketus.
Tama tersenyum miring, kembali pada tabletnya. Sedari tadi Gayatri perhatikan, dokter bedah itu tengah asik menggambar sesuatu: sketsa wajah seseorang. Oh, apakah ia memiliki hobi dan bakat menggambar juga? Gayatri bertanya dalam hati. Tidak terlalu penasaran, tetapi kalau dipikir-pikir, bukankah bakat seperti itu membantu untuk pekerjaannya yang lain? Yang satunya lagi?