Rhea dan Tama, keduanya baru selesai memeriksa kondisi tiga pasien di bangsal perawatan. Rutinitas yang tidak lagi terasa monoton, karena mereka tidak pernah mendapatkan rasa nyaman apalagi zona nyaman di camp militer seperti ini. Lagi-lagi, suara baku tembak, teriakan, dan orang-orang berlarian terdengar, dari jarak sangat jauh atau sangat dekat.
Menegangkan, sampai Tama melihat sendiri betapa tertekannya Rhea yang tidak kunjung melepaskan genggamannya pada lengan Tama sejak tadi. Tidak hanya itu, Rhea bahkan harus ditemani kemana-mana, termasuk ke toilet sekali pun. Tama memang merasa senang karena Rhea mengandalkannya, tetapi ia tidak senang jika alasannya adalah karena kegentingan.
"Ada pasien lagi gak ya, Tam?"
"Jangan berdoa ada pasien dong, Rhe." Tama berpindah posisi, karena tangan kanannya harus menulis di atas jurnal, sementara tangan kirinya harus menggandeng Rhea.
Multitasking.
"Feeling aku gak enak hari ini. Lintang kemana, ya? Kok gak kelihatan?"