Chereads / Menikahi Sang Pewaris / Chapter 3 - Bukan Pedofil

Chapter 3 - Bukan Pedofil

"Apakah selain suka berdiam diri, suka membisu, kau juga tuli, hah?" ujar Christian ketus.

Alessia semakin tersudutkan. Ia bingung harus mengatakan apa lagi. Apakah benar yang didengarnya barusan?

Memandikan?

Yang benar saja!

Kata-kata Christian yang mengejek Alessia, membuat gadis itu malu.

"Aku sudah menyuruhmu memandikan aku, apakah aku harus mengulangnya sampai seratus kali agar kau yakin bahwa memang itulah perintah dariku?" kata Christian mengejutkan Alessia.

Alessia menggelengkan kepalanya dengan cepat.

Gadis itu mendekati tuan mudanya dengan raut wajah tak terbaca. Bulu kuduknya meremang seperti bertemu dengan sosok tak kasatmata. Tapi ia harus menguatkan diri untuk menyadarkan dirinya bahwa ini memang nyata, bukan mimpi buruk yang ia dapati di dalam tidur lelapnya.

Berhadapan dengan tuan mudanya yang terkenal bermulut ketus dan mudah marah ini membuat Alessia harus banyak bersabar. Baik baginya jika ia mengikuti semua keinginan tuan mudanya sebelum hal buruk menimpa dirinya.

"Apa lagi yang kau tunggu? Kau ini suka sekali membuang-buang waktu, dasar istri tidak berguna! Bagaimana bisa aku menikahi gadis sepertimu?" maku Christian pada istri kecilnya. "Raymond, kurang ajar sekali kau memberikan aku gadis seperti ini!" umpatnya kesal pada asistennya itu, karena ia merasa gadis di hadapannya saat ini sudah membuatnya kehilangan kesabaran.

Alessia meragu selama beberapa detik hingga pada akhirnya ia memberanikan diri mengulurkan kedua tangannya pada dua sisi Chair Handle kursi roda tersebut.

"Maafkan saya Tuan Christian, saya akan memandikan Tuan dengan segera," ucap Alessia seraya memohon maaf.

Christian tak menjawab lewat kata. Ia hanya mengangguk cepat tanpa hitungan detik.

Klekk

Pintu kamar mandi terbuka secara perlahan-lahan. Gadis itu tampak gundah gulana. Bagaimana tidak gundah, ini adalah kali pertama ia melakukan hal yang sungguh berani dan di luar nalarnya.

Alessia menutup pintu lalu berjalan ke arah bath tub dan menyalakan keran air agar cepat terisi penuh. Dengan cekatan ia menuangkan aroma therapy pada cairan yang telah terisi nyaris penuh.

"Apakah ketinggian airnya sudah cukup, Tuan Christian?" tanya Alessia sopan.

Christian melihat genangan air di dalam bath tub. Ia memalingkan wajahnya ke arah lain.

Pria itu melihat pakaian yang membalut tubuhnya saat ini. Setelan jas mahal berwarna hitam dengan dasi berwarna maroon itu masih terpasang di tubuhnya.

Christian mendesah pelan.

"Kau mau menenggelamkan aku di kedalaman air setinggi itu, hah? Kau ingin aku tak bisa bangun dari bath tub dan kau menjadi janda kaya, begitu?" tuduh Christian membabi buta. Pria itu benar-benar meluapkan emosinya.

Sepertinya bukan karena Alessia, pria itu terus meracau dan memaki seenaknya sendiri. Rasa kecewa pasca ditinggalkan calon istrinya di altar pernikahan adalah jawaban dari segala kekesalannya. Ia menganggap semua wanita itu sama. Sama-sama tukang bohong dan ingkar janji.

Astaga!

Alessia membelalakkan matanya. Ia terperangah hebat dengan tuduhan tak beralasan dari pria tampan tersebut.

"Maafkan saya, Tuan. Akan saya kurangi airnya," ujar Alessia seraya melakukan apa yang telah dikatakannya.

Christian diam saja. Ia tak peduli pada apa yang akan dilakukan Alessia saat ini. Ia sibuk memikirkan sesuatu dalam otaknya. Dan semua hal itu bersangkut paut dengan Isabella Crews, model papan atas yang telah meninggalkan dirinya.

"Bagaimana kalau setinggi ini, Tuan?" tanya Alessia dengan ragu-ragu.

Christian melirik sekilas. Ia pun mengangguk menyetujui.

"Bantu lepaskan pakaianku!" titah Christian kemudian.

Degg Degg Degg

Jantung Alessia berdebar semakin kuat.

Gila!

Bagaimana ini, Ya Tuhan?

"Jangan bilang kau belum pernah melihat pria telanjang di hadapanmu!" ledek Christian dengan seringai menyebalkan yang tampak begitu jelas di wajahnya.

Alessia harus menjawab apa?

Kalau dirinya menjawab iya, tuan mudanya pasti akan tertawa terbahak-bahak dan mengejek dirinya selama-lamanya.

Kalau ia menjawab tidak, ia pasti akan dianggap munafik. Tapi itu memang nyata adanya.

Tapi pada kenyataannya, ia memang belum pernah melihat keindahan di dalam tubuh pria manapun.

Jikalau Christian benar-benar meminta Alessia melakukan perintahnya, itu berarti ini adalah kali pertama kedua matanya melihat sisi maskulin pria tersebut. Haruskah ia bangga akan hal itu? Atau malah ia malu dengan kenyataan itu?

Alessia mendadak dilema.

"Saya memang belum pernah melihat tubuh pria telanjang, Tuan!" ujar Alessia jujur sembari menundukkan pandangannya.

Christian tak menyahut sepatah kata pun usai mendengar jawaban istrinya.

"Kemari kau! Kau niat memandikan aku atau tidak, sih?" titah Christian mengalihkan topik pembicaraan karena merasa iba pada raut wajah istri kecilnya.

Pria itu sepintas merasa seperti seorang pedofil yang menyukai anak kecil gara-gara menyuruh Alessia melakukan perintahnya semacam itu.

Shit!

Tapi mau bagaimana lagi, tubuhnya terasa lengket, dan ia butuh berendam untuk membersihkan diri.

Biasanya, ia akan dimandikan oleh Matthew Falco, ayah dari Alessia Falco, sekaligus ayah mertuanya sekarang. Segala sesuatu bahkan kebutuhannya selalu disiapkan oleh pria berusia di atas lima puluh tahun tersebut.

Mengingat sekarang dirinya telah menikah dengan Alessia, itu tandanya tanggung jawab ayah gadis itu jatuh ke tangan putrinya. Lagipula mereka telah menikah secara sah di hadapan Tuhan sekaligus beberapa saksi. Wajar saja kan jika ia meminta hal sepele seperti itu pada sang istri?

"Ba-baik, Tuan Christian," ujar Alessia terbata-bata. Keberaniannya semakin memudar seiring berjalannya detik ke menit dan selanjutnya.

Ya Tuhan, bagaimana ini?

Alessia menanggalkan satu per satu kain yang membalut tubuh kekar suaminya. Sulit baginya untuk tidak menelan ludah berkali-kali. Ia sudah kebingungan dengan caranya bersikap di depan pria itu. Sungguh, ia merasa malu sekali.

"Hei, kau, bagaimana aku bisa berendam dengan celana yang belum terlepas? Kau tidak sedang bercanda, kan? Apakah otakmu baik-baik saja atau..," cecar Christian terhenti. Ia sengaja menggantung kata-katanya.

Alessia merasa penasaran dengan kelanjutan kata-kata pria tersebut.

"Atau apa, Tuan? Saya mohon Tuan jangan salah paham dengan saya. Saya tidak bermaksud membuat Tuan marah. Tapi.. Tapi… begini Tuan, say-saya malu," ungkap Alessia jujur, ia tak bisa menyimpan sesuatu terlalu lama dalam hatinya. Lebih baik baginya untuk mengungkapkan segalanya. Tanpa sadar ia menggeser tubuhnya ke samping sejauh beberapa jengkal dari pria itu berada.

"Kemari kau! Aku menyuruhmu mendekat, bukannya menyuruhmu menjauh. Kau tahu maksud kata-kataku dengan jelas, bukan?" seru Christian dengan menyilangkan ke dua tangan di atas otot-otot perutnya.

Alessia nyaris tak bisa bernapas melihat hal tersebut. Demi apa pun, kedua matanya mendadak lumpuh hingga tak berkedip sedikit pun. Ia bisa melihat jelas bagaimana dada bidang pria itu tampak sangat menggiurkan. Begitu kuat, kokoh, dan nyaman untuk dipeluk walau pria itu hanya terduduk di kursi roda. Namun, tak mengurangi pesonanya sedikit pun.

Pikiran laknat apa ini, Ya Tuhan?

Dengan langkah pelan, gadis itu kembali mendekati pria yang saat ini tengah bertelanjang dada sembari menyorot tajam ke arahnya.

Dan..

Byuuuurrr

To be continue…

***