"Oops, maaf, tanganku licin!" ucap Christian dengan entengnya. Seringai menyebalkan itu kembali tampak.
Alessia tergagap di dalam bath tub. Separuh badannya terjatuh di dalam tempat yang biasanya tuan mudanya pakai untuk berendam. Ia benar-benar syok dibuatnya. Ia tak menyangka tuan mudanya akan berlaku demikian kejam padanya.
Apa yang ada di dalam pikiran pewaris Allen Group tersebut? Bagaimana bisa dia berbicara dengan begitu santainya tanpa merasa bersalah gadis tak bersalah itu? Apakah otaknya terbuat dari batu?
Alessia menahan tangis.
Sungguh ini bukan tentang rasa sakit yang ia alami, tapi rasa malu yang terus menggerogoti dirinya. Sakit bisa menghilang sedikit demi sedikit, tapi rasa malu karena perbuatan tuan mudanya tak akan mudah sirna dari dirinya.
Ia sadar bahwa dirinya hanyalah seorang istri pengganti. Tapi ia juga terlahir sebagai manusia, sama seperti Christian. Ia juga berhak dihargai oleh orang-orang di sekelilingnya.
Seandainya ia bisa memilih, ia juga tak akan mau bersanding di depan altar pernikahan dengan pria dingin tak berhati seperti ini.
Wajar saja calon istrinya meninggalkan dirinya, Christian memang tak punya hati dan egois. Tak sesuai dengan parasnya yang begitu tampan. Simpul Alessia dalam hati.
"Uhuuuk, uhuuuk," Alessia terbatuk-batuk karena tak sengaja menelan sedikit air dari bath tub tersebut.
Hanya satu tanya yang terus menelusup ke dalam jiwanya saat ini. Kenapa dirinya yang harus menanggung semua kesalahan Isabella Crews? Sementara dirinya tak tahu sama sekali tentang kejahatan yang dilakukan wanita itu pada tuan mudanya.
Kenapa dirinya yang harus dijadikan kambing hitam atas segala hal yang terjadi?
Andai ia boleh meminta, ia ingin terdampar ke belahan dunia lain yang jauh dari kawasan Allen Group. Tempat di mana Allen Group tak bisa menyentuhnya.
Tapi di manakah tempat itu berada?
"Menyedihkan sekali kau! Hanya terjatuh ke bath tub saja sudah terbatuk-batuk. Lemah sekali. Ck, ck, ck," ledek Christian seenaknya sendiri.
Tak urung, usai menghina gadis yang terjatuh ke dalam bath tub, tangannya terulur ke depan untuk membantu gadis itu keluar dari sana.
"Ayo bangun, sini kubantu," kata Christian menawarkan diri.
Tidak!
Jangan!
Kata-kata hatinya menyuruhnya untuk menolak bantuan itu. Ia mulai berpikiran buruk dengan apa yang akan dilakukan pria ini padanya sebentar lagi. Ia sudah dijatuhkan ke dalam bath tub, lalu setelah ini akan ada kejadian apa yang akan menimpa dirinya?
Alessia bimbang.
Bagaimana bisa membantunya, Christian yang hendak berendam saja masih membutuhkan pertolongan orang lain?
Alessia tak bermaksud meremehkan bantuan dari Christian. Mengingat saat ini Christian tak bisa berjalan dan hanya bisa terduduk di atas kursi roda, membuatnya berpikir ratusan kali untuk menerima tawaran dari pria bermata hazel tersebut.
"Saya bisa bangun sendiri, Tuan Christian," tolak Alessia secara halus. Ia tak bermaksud menyinggung perasaan tuan mudanya.
Mereka saling bertukar pandang selama beberapa detik.
Alessia bisa melihat kekhawatiran dan kepedulian di wajah Christian.
Tapi, apakah benar yang ia lihat barusan? Bagaimana kalau tebakannya salah? Ia pasti akan kembali dipermalukan pria dingin itu.
Tiba-tiba, Christian mengeluarkan tawa kasar. Sangatlah menakutkan bagi gadis itu.
Oh tunggu dulu, bukankah ia telah menikah dengan pria ini, maka tentu saja ia bukan seorang gadis lagi, bukan?
Alessia tersenyum getir mengingat status dirinya saat ini. Ia memang telah disatukan di hadapan Tuhan dengan pria ini, tapi perlakuan pria ini padanya lebih pantas seperti majikan dan bawahan.
Ya, hubungan mereka memang seperti itu. Tak akan pernah berubah. Ia merasakan kesadaran itu menghantam dirinya, meremukkan impiannya, seperti godam.
"Baguslah kalau begitu, aku tidak perlu repot-repot membantumu keluar dari sana. Dan tunggu apa lagi? Bangunlah sekarang juga, aku harus segera berendam!" pekik Christian dengan tatapan tajam seolah bersiap menguliti perempuan muda di hadapannya.
Alessia mengangguk cepat. Ia bersusah payah bangun dari posisinya. Dress yang ia kenakan benar-benar basah, dan saat ini tanpa disengaja belahan samar milik Alessia tampak di depan mata. Meskipun perempuan itu menundukkan tubuhnya sembari memegang tepian bath tub, Christian tetap bisa melihat dua belahan yang terlihat samar di sana.
Sesuatu yang primitif di dalam dirinya bergejolak hebat. Keras, tersulut gairah, benar-benar aneh.
Padahal beberapa waktu lalu, dokter mengatakan padanya, fungsi tubuh bagian bawahnya juga ikut bermasalah efek kecelakaan itu. Tapi buktinya adik kecilnya masih bisa menegang hanya gara-gara godaan kecil tersebut.
Jantung Christian berdetak semakin cepat, api di dalam dirinya semakin mengamuk, ia terus menatap Alessia dengan penuh nafsu yang sudah lama terpendam efek hibernasi pasca kecelakaan dua bulan lalu.
Gerakan tak terduga pun terjadi, pria itu menarik pergelangan tangan Alessia dan seluruh tubuhnya terangkat naik di atas pangkuannya. Lengan pria itu melingkari pinggangnya. Bagi Christian, mengangkat tubuh ramping Alessia amatlah mudah, tak perlu mengeluarkan banyak tenaga.
Alessia melihat bentuk wajah tuannya dari dekat, suara napasnya pun dapat ia dengar begitu jelas.
"Tu-Tuan, tolong maafkan sa-saya, bisakah Tuan menurunkan saya dari sini?" ucap Alessia terbata-bata. Sumpah, ia benar-benar gugup.
Haruskah ia menganggap hal ini sebagai anugerah dari Tuhan karena bisa duduk di pangkuan tuan mudanya itu?
Christian menatap wajah cantik itu. Ya, entah kenapa melihat wajah ini mengingatkannya akan kenangan indah bersama Isabella. Tapi perempuan ini bukan Isabella Crews, dia adalah Alessia Falco.
Christian tak bisa memungkiri bahwa Alessia memiliki pesona yang tak terbantahkan. Perempuan ini benar-benar cantik alami, sapuan make up dari penata rias kelas atas telah sirna karena terhapus air, tapi tidak dengan kecantikannya. Kecantikan itu tetap tinggal di wajah istri kecilnya.
Pria itu seperti tak mendengar permintaan dari sepasang bibir mungil di hadapannya.
Entah kenapa sesuatu di dalam dirinya terus berteriak untuk mengklaim bibir perempuan itu, saat ini juga.
Christian buru-buru menggelengkan kepalanya. Ia tak boleh melakukannya.
Semua wanita sama saja…. Pembohong dan tidak bisa dipercaya.
Kalau sampai ia terpesona oleh kecantikan perempuan ini, maka dirinya akan semakin kecewa dan amatlah bodoh.
Christian memejamkan mata sembari menyandarkan kepalanya di Back Rest supaya kedamaian menyapa pikirannya. Ia ingin melupakan segalanya. Pernikahan menggelikan ini dan kaburnya sang pengantin wanita sudah cukup memporakporandakan hatinya. Ia benar-benar ingin melupakan semuanya. Semuanya.
"Bangun dari posisimu sekarang juga!" titahnya begitu mendominasi.
Alessia tak perlu diminta dua kali, perempuan itu segera beranjak dari posisinya yang tak menyenangkan itu tanpa hitungan detik.
"Sekarang bantu aku melepaskan celana ini dari tubuhku!" tegas Christian tak mau dibantah. Ia tak mau mendengar penolakan. Ucapannya adalah hukum di istana besar ini. Tak boleh ada yang berani menentangnya sekeras apa pun dirinya.
Alessia berulang kali menelan ludah, berusaha bersikap tenang tapi nyatanya…
Melihat dada bidang pria ini saja, jantungnya sudah berdetak secepat ini. Bagaimana dengan bagian bawah pria tersebut? Bisa-bisa ia pingsan dibuatnya..
"Hei, kau! Cepat lakukan, jangan membuatku sampai menyentuhmu," ancam Christian dengan sikap santai. Bibirnya yang sinis kembali melengkung, dan hal itu membuat kaki Alessia semakin lemas.
To be continue…
***