Dua koin.
Arash dan Aresh adalah perwujudan dari dua koin tersebut.
Arash merupakan orang yang manis, ramah, dan bersahabat. Sedangkan aresh, merupakan orang yang dingin, tajam, dan minim ekspresi.
Tidak hanya itu, bahkan pekerjaan mereka berdua juga sangat berbeda.
Arash dikenal sebagai seorang CEO karismatik yang ramah. Tapi tak seorang pun tahu tentang Aresh.
Di dunia belakang, Aresh dikenal sebagai Dragon, pimpinan dari mafia Breath Dragon, semua anak buahnya tak tahu tentang wajahnya. Dia selalu menggunakan topeng yang menutupi setengah wajahnya.
Orang yang sangat mengerikan, melenyapkan sesuatu, dia sangat menyukainya.
Keduanya memiliki latar pekerjaan yang berbeda, tapi mereka saling mendukung. Bahkan Eliza mengetahui itu semua, dia tak pernah mempermasalahkannya, karena tahu alasan di balik itu semuanya.
Karena penculikan 17 tahun yang lalu, Aresh yang kembali ke rumah setahun kemudian menjadi tak bisa mengekspresikan dirinya sendiri. Dokter bilang hal tersebut karena syok yang terlalu berat, saat tubuhnya dibuka, banyak bekas luka yang menghiasi tubuhnya.
Nuza—Kepala pelayanan saat itu, menangis memperhatikan kondisi tuan muda yang dia layani. Dia tak ingin kedua tuan mudanya mengalami hal mengerikan seperti ini. Kematian keji kedua orang tua mereka sudah cukup menorehkan trauma dalam bagi mereka, dan mereka harus mengalami hal keji lagi.
Ide pertama menyembunyikan tentang Aresh keluar dari mulut Nuza. Pembunuh kedua orang tuanya, pasti memperhatikan mereka, dan bisa saja kembali menyerang.
"Anda harus bersembunyi dulu, Tuan Aresh." Dia menatap Aresh dengan lekat, tak ingin anak itu mengalami hal buruk lagi. "Anda akan menjadi kuat. Bertahanlah sebentar."
Tak lama setelah itu, Arash memeluk erat tubuh Aresh.
Jika menurut Nuza, Aresh membutuhkan mencari udara segar, maka Arash akan mengalah, dia akan bersembunyi dengan baik. Sedangkan Aresh bebas berkeliaran.
Untuk menyembunyikan mereka dengan baik, Nuza memecat banyak pelayan, dan menyisakan sedikit pelayan yang hanya bekerja di waktu tertentu.
Siapa yang menyangka, bahwa anak dari tetangga mereka, berlari ke taman rumah mereka, mengejar kucing kesayangannya. Saat itulah dia melihat dua Arash yang sedang duduk di tepi kolam buatan.
"Kenapa kalian ada dua?" tanya Eliza kecil sambil menunjuk mereka berdua.
Keduanya terganggu.
"Kalian kesepian, aku bisa menjadi teman kalian." Eliza langsung memeluk keduanya, membuat keduanya tak berkutik.
Setelah kejadian itu, Eliza selalu bermain ke tempat mereka. Dia suka sekali mengoceh, dan berlari kecil.
Keduanya menjadi terobsesi pada Eliza, bagi mereka, Eliza ada dunia mereka. Semua kasih sayang yang dicurahkan Eliza pada mereka adalah hal terbaik yang mereka punya.
Mereka ketergantungan dengan yang namanya Eliza.
"Eliza, kau sudah tak bisa lari lagi dari kami berdua. Kau yang mendatangi kami, membuat dirimu penting hingga kami ketergantungan." Aresh memegang rambut Eliza, menciumnya sambil menatap Eliza.
"Bagaimana pun, kami tak bisa kehilangan dirimu. Cahaya yang paling terang bagi kami. Orang yang akan selalu mendapatkan kasih sayang dari kami," ucap Arash sambil tersenyum. Dia tak kalah dari Aresh, mengecup pipi kiri Eliza yang semakin memerah.
Eliza mengangguk, dia memahami perasaan mereka berdua. Menyambutnya dengan suka cita.
"Tentu saja, bagaimana pun kalian, aku akan mendatangi kalian. Aku sudah terikat oleh kalian."
Dengan begitu, ketiganya menikah. Fakta tentang pernikahan mereka bertiga hanya diketahui oleh Nuza, pelayan setia mereka.
**
Arash mengetukkan jarinya di atas meja, dia menjadi tak sabar untuk pulang hari ini, seperti hari kemarin, Aresh dan Eliza menghabiskan waktu mereka berdua di dalam rumah. Hanya mereka berdua dan Nuza yang tak akan ikut campur urusan mereka.
"Pak Arash, apa ada masalah?" Sekretarisnya memanggil berulang kali, tapi Arash tak merespons.
"Pak?" Akhirnya, dia menyentuh pelan tangan Arash, membuatnya tersasar dengan cepat.
"Ya, ada apa?" tanyanya pelan.
"Mengenai laporan dari badan pengembangan, apa ada masalah, Pak Arash?"
Arash menggeleng untuk menjernihkan pikirannya. Dia harus fokus pada pekerjaannya, apa yang mereka bangun bisa saja hancur.
"Aku sudah membacanya. Tak ada masalah. Mereka bisa mulai memproduksinya secara massal."
Mendengar perkataan presdirnya, Leonardo mengangguk.
"Baiklah, Pak Arash. Akan saya sampaikan." Dia tersenyum, dan sebuah balasan senyum diberikan oleh Arash padanya.
Tak berselang lama, sebuah pesan masuk ke handphone-nya, nama yang sangat dia kenal, dari saudara kembarnya.
Ketika dia membuka pesan, Arash terkejut, dia merasa sangat iri sekarang. Sebuah foto yang memperlihatkan Eliza tidur di samping Aresh, dengan menggunakan lingerie, dia menelan salivanya gelisah.
Jika Aresh pulang, dia selalu menyebarkan rasa iri pada Arash. Dia menekan keningnya, saat begini, dia ingin sekali berlari ke rumah mereka. Jarinya semakin di ketukkan dengan kuat.
Leonardo masuk kembali dengan dokumen di tangannya.
"Pak Arash, jam 10 ini anda ada meeting bersama klien." Dia meletakkan dokumen yang sebelumnya ada di tangannya. Menunggu tanda tangan yang akan digoreskan oleh Arash.
"Pak, Anda sakit?" tanyanya lagi saat Arash masih menyibukkan diri membaca dokumen pemberiannya.
Dia membuat senyum cerah di wajahnya, menatap Leonardo yang khawatir.
"Tidak. Aku hanya sedang kangen dengan istriku."
Mendengar ucapan Arash, dia melipat kedua bibirnya. Sebagai pengantin baru yang belum sampai setahun menikah, keduanya pasti sedang panas-panasnya.
"Ini sudah selesai. Sebentar lagi aku akan ke tempat meeting." Ucapan itu dia katanya dengan wajah yang ramah, Leonardo mengagumi bosnya, bisa mengendalikan diri dengan sangat baik.
Padahal dia tahu, betapa sulitnya menahan rindu pada seseorang.
**
"Kau mengirimkan ini pada Arash?" Eliza menatap mata Aresh tajam.
"Ya, sangat memukau," balasnya dengan seringai di wajah
"Tidak. Aku tampak jelek di sana, dan kenapa kau memperlihatkan tubuh seksiku seperti itu?" dengus Eliza kesal. Pria disampingnya ini mempunyai aura yang kuat, dominasi kuatnya sering kali membuat Eliza mengalah.
"Tubuhku adalah yang terbaik. Arash pasti sedang menelan ludah sekarang." Dia tertawa kecil untuk mengejek Arash.
Eliza ingin merebut kembali handphone Aresh, tapi tangannya yang besar dan tenaganya yang kuat berhasil menghalangi Eliza. Malah membuat tubuh seksi itu menempel pada Aresh.
"Kau malu pada suamimu?" tanya Aresh tanpa ekspresi. Tatapannya sangat dalam, Eliza bahkan tak bisa mengetahui dasarnya.
"Tentu saja aku malu. Aku terlihat sangat jelek di sana," jawab Eliza dengan bibir yang dikerutkan.
Aresh menarik tubuh Eliza, membuat tubuh itu ada di pangkuannya sekarang, dia menatap wajah polos istrinya, sangat polos hingga memabukkannya.
"Eliza, percaya denganku, kalau aku dan Arash sangat menyukaimu. Bahkan bila kau tak berbusana sekali pun."
Mendengarkan perkataan Aresh, Eliza malah mencubit pinggang berotot Aresh. Itu bukanlah pujian yang dia inginkan, malah membuatnya semakin malu.
"Memang kalian paling suka jika aku tak berbusana!" Eliza cemberut, dia turun dari pangkuan Aresh dan kasur. Berjalan melihat cermin besar seukuran dirinya. Dia merapikan dirinya sekarang
"Tentu saja. Hanya kau, tanpa busana, tanpa apa pun, kami tetap mencintaimu."