Cairan kental itu menetes di pelupuk matanya dan pergelangan tangan di bungkus perban. Memandang langit kota yang terlihat mendung. Taksi berwarna biru itu membawanya ke salah satu sudut kota. Ada kafe klasik berdiri kokoh. Kaki jenjang mahasiswa perguruan tinggi ternama itu turun dari mobil. Memandang lurus ke depan, melihat sosok yang telah mencabik-cabik hatinya. Memegang gunting sangat erat. Melangkah dengan derap langkah bimbang. Hati kecil Kacyla sebenarnya tidak kuat melihat semua itu secara langsung. Nomer misterius itulah yang mengundang Kacyla di Kafe 'Sky Door'. Walaupun tangan masih terluka, ia nekat menghampirinya. Rencananya bunuh diri gagal karena ia tidak ingin membuang hidupnya untuk lelaki bejat seperti Akash.
Tangan Kacyla mendorong pintu, melangkah panjang menuju dua insan yang mengkhianatinya habis-habisan. "Dasar cowok bejat!" Kacyla hendak menusuk Akash denga gunting yang ada di tangannya. TapiAsha lebih dulu menarik tubuh Akash yang dua kali lebih besar darinya. Membuat pergelangan tangan Asha terluka. Akash panik dan meraih tangan gadis berambut sebahu itu. "Kamu enggak papa?"
"Enggak papa." Asha meringis sambil tangan satunya memegang pergelangan tangan yang terluka.
Akash berbalik menoleh pada tunangannya. "Kamu gila?!" bentak Akash dengan mata melotot membuat semua pengunjung memperhatikan mereka. Bahkan ada berberapa orang mengeluarkan ponselnya untuk merekam.
"Iya, aku sudah gila. Kau puas lelaki brengsek?"
"Apa maksudmu, Kenapa malah marah? lihat Asha!" Menunjuk kondisi Asha yang sangat memprihatinkan dengan pergelangan tangan terluka dan wajahnya berubah pucat. "Dia kakakmu! Bagaimana bisa kamu melukai kakamu sendiri."
"Kakak? Perempuan ini, bisa di sebut kakak!" Jari terlunjuk Kacyla bergetar menunjuk kakaknya sendiri. "Perempuan yang tega berselingkuh dengan tunangan adiknya sendiri." Tangis yang dari tadi ia tahan sekarang sudah meluncur dengan sempurna di pipi Kacyla.
"Apa maksudmu Sila? Jangan mangada, ngada. Aku dan Asha tidak memiliki hubungan apa, apa."
"Masih mau mengelak?" Kacyla mengeluarkan ponsel di saku celananya dan menunjukkan bukti. Akash dan Asha saling melempar pandang dan bingung dengan apa yang di maksud Kacyla. Mereka mengambil ponsel di tangan Kacyla.
Mata keduanya terbelalak, mereka ingat kejadian berberapa bulan lalu. Saat Akash mengadakan pesta di salah satu klub besar ibukota. Tidak sengaja ia bertemu Asha di sana, dan karena terlalu mabuk mereka menghabis malam panas. Tapi kejadian itu sudah lama mereka lupakan dan menganggapnya tidak ada apa-apa.
"Bagaimana? Apa kalian masih menyangka?"
"Semua ini salah paham. Itu tidak seperti yang kamu bayangkan Sila. Aku tidak pernah berpikir sedikitpun mengkhianatimu. Aku dan Asha hanya rekan kerja."
Kacyla tertawa tapi terasa sangat hambar, lalu mengamnil ponsel miliknya. Mengangkat ponsel itu tinggi-tinggi dan mengeraskan suaranya. Suara desahan dua muda-mudi itu terdengar keras. Membuat semua pengunjung kaget. "Hai kalian! Menurut kalian video ini video apa? Video kartu yang membuatku bisa salah paham. Anak sekolah aja tahu apa video ini."
"Asha aku akan bilang ke Papa dan Bunda. Dan kau pria menjijikan, pernikahan kita batal."
"Jangan gagabah Sila! Kita saling mencintai. Dan pernikahan kita hanya tinggal hitungan hari. Hanya karena video seperti ini."
"Hahah…apa katamu? Hanya video seperti ini? Video ini sudah menghancurkanku, seperti bom waktu. Dan tindakanmu sangat bejat Akash. Aku benar-benar kecewa." Kacyla menjatuhkan gunting di lantai kafe. Berjalan dengan langkah lemah, seperti sudah tidak ada tenaga lagi.
"Sila!"
"Akash!" Asha menahannya sambil menunjukan lukanya yang mengangga, membuat lelaki itu mengurungkan diri mengejar Kacyla.
***
Kacyla mendorong pintu kuat-kuat, membuat daun pintu itu terbuka. Kedua orang tua Kacyla berada di ruang keluarga sedang menyalakan tv, gadis itu ingin mengadukan perbuatan kakaknya. Saat mengetahui Kacyla masuk rumah. Admaja langsung mematikan televisi saat putri bungsunya datang. Admaja langsung menghampiri putrinya dan menampar pipi Kacyla kuat. Membuat gadis itu terlempar di lantai marmer yang terasa dingin. Cairan segar keluar dari ujung bibir Kacyla. Anak rambutnya menutupi wajah.
"Kenapa Papa menampar Sila?" Dengan susah payah Kacyla berdiri.
Admaja menyalakan benda televise lima ins. Terlihat seorang reporter menyiarkan berita terpanas yang baru berberapa jam terjadi. Membuat Kacyla melotot melihat video tersebut. Ia baru berapa jam meninggalkan kafe tapi berita itu langsung menyebar secepat kilat.
"Anak bungsu, dari keluarga Admaja mengamuk di kafe, saat melihat kakaknya berselingkuh dengan pewaris keluarga Mahendra. Bahkan-" Belum sempat repoter itu menjelaskan panjang lebar Admaja langsung mematikannya.
"Apa karena itu Papa marah sama Sila?" Menunjuk layar televisi yang sudah mati. Sambil kanannya sibuk memegang pipinya yang sudah memanas.
"Iya. Kau sudah mempermalukan keluarga Mahendra dan Admaja. Mau di taruh di mana wajah Papa? Apalagi saat bertemu media dan rekan bisnis Papa!"
"Papa egois! Benar-benar egois. Apa Papa enggak perduli perasaan Sila sekarang? Sila hancur Papa! Kekasih telah selingkuh. Itupun dengan Kakak Sila sendiri. Apa Papa enggak ngerti perasaan Sila? Atau Papa hanya berpikir tentang perusahan Papa yang kotor itu." Bukan rahasia umum bahwa perusahaan keluarganya adalah momok di masyarakat. Yang mendapatkan uang dari penderitaan rakyat.
Amarah Admaja tersungut-sungut. Tangan kokoh Admaja hendak menampar Kacyla untuk kedua kali. "Papa!" tahan istrinya.
Admaja menurunkan tanganya setelah di bujuk Tamara, istrinya. "Ajari anakmu! Beginilah jika merawat anak yang bukan darah daging sendiri. Kelakuannya, seperti orang yang tidak di sekolahkan,"omel Admaja menghelai nafas panjang dan menjatuhkan pantatnya di sofa brudu.
"Apa maksud Papa tadi Bunda? Sila, Sila bukan anak kandung keluarga ini?" Tamara hanya terdiam sambil melihat anaknya yang sangat hancur. Mulutnya terasa sangat kaku, dan sulit terbuka.
"Jawab Bunda? Aku bukan anak Bunda Tamara dan Papa Admaja." Tamara mengangguk pelan dan hendak memeluk putri yang sudah ia rawat selama belasan tahun.
"Jangan sentuh Sila!" Tangan Kacyla melepas tangan Tamara yang hendak memeluknya. "Jadi, sekarang Sila tahu! kenapa Papa perlakuannya beda antara Sila dan Kak Asha . Karena Sila bukan anak kalian?" Kacyla menangis sambil tertawa secara bersamaan. Rasa sedihnya sudah berada di paling dasar, setelah mengetahui pacarnya selingkuh. Sekarang sebuah fakta baru terungkap. Bahwa ia bukan anak kandung keluarga Admaja.
Kacyla membalikan badan, berlari menjauh dari rumah yang sudah membesarkannya. "Sila! kamu mau ke mana? Ini udah malam." Tamara hendak menyusul Kacyla tapi langsung di tahan Admaja.
"Sudahlah, Biarkan dia pergi. Biar dia tahu kesalahannya."
"Tapi Pa."
Kacyla terus saja berlari tanpa merasa lelah. Perlahan hujan turun di permukaan bumi. Membuat tubuh kecil Kacyla basah. Gadis itu melewati jalan beraspal yang lengah. Kaki Kacyla menyandung batu di pinggir jalan, membuatnya jatuh terduduk diam sambil menahan rasa sakit di pantatnya. Lalu Tangis nya kembali peca. Ia benar-benar hancur dan sekarang berada di posisi paling terendah. "Aaa…." Kacyla berteriak dan menjerit bersamaan. Di lampiaskan semua kekesalannya pada hujan di malam hari di bulan Desember.
Dari arah berseberangan sebuah mobil melaju di jalanan yang lengah dengan di hujani hujan. Suara derup mobil terdengar jelas di sertai sorot lampu mobil berwarna putih. Membuat Kacyla silau dan menutup matanya dengan tangan. Mobil itu terus mendekat dan hanya berjarak 50 meter. Ia ingin bangun tapi semuanya sudah telat.
"Aa….." Jerit Kacyla saat mobil itu semakin dekat.
Bersambung....
Jangan Lupa Vote and komen sebanyak2nya ya!