Moncong mobil Pajero berhenti tepat di depan Wanita bertubuh semampai. Sorot lampu mobil menyorot tubuh basah gadis berusia 23 tahun itu. Sambil termengap-mengap Kacyla membuka mata. Matanya melotot melihat kendaraan dari besi itu berhenti tepat di depanya. Suara derup mobil itu ikut terhenti hanya tinggal sorot lampu yang menyala. Kacyla berdiri menatap mobil yang hampir menabraknya. Samar-samar ia melihat dari balik kaca mobil sopir yang berada di kursi pengemudi dan pria lain di belakangnya. Penglihatanya terhalangan karena hujan deras terus saja tumpah.
"Kenapa kau berhenti?" jerit Kacyla yang samar-samar terdengar di antara hujan yang turun deras. "Kenapa kau berhenti? Seharusnya kau tabrak saja aku!" Memukul-mukul dadanya, "seharusnya kau tabrak saja aku! Tidak ada gunanya aku hidup." Kedua tangan Kacyla mengepal dan meninju mobil yang hampir menabraknya. Gadis itu tertunduk, menangis meratapi hidupnya yang hancur.
Tiba-tiba seorang lelaki yang berada di kursi belakang keluar menghampirinya sambil membawa payung lalu memayungi Kacyla. Lalu Kepala Kacyla mendongak, menatap pria yang sedang memberikan payung padanya. Tinggi Kacyla hanya 168 cm sedangkan lelaki itu 190 cm, ia hanya setinggi dada pria itu. Mereka saling menatap di tengah-tengah hujan. Pria itu terlihat sangat tampan, membuat Kacyla tidak berhenti berkedip. Mata hitam mengkilat, alis tebal dan jambang tipis di sekitar dagunya membuatnya terlihat maskulin.
"Apa kamu sudah gila? Hampir saja sopir saya nabrak kamu. kalau saja sopir saya tidak berhenti, mungkin kamu sudah meninggal. Bukanya berterimakasih, malahan marah-marah enggak jelas."
"Biarin!" Kacyla menyolot dengan kepala semakin mendongak seperti ingin menantang Adelio. "Saya marah atau menangis. Itu urusan saya, tidak ada urusannya dengan Anda!"
"Kamu bilang tidak ada urusan dengan saya? Padahal saya hampir saja membunuhmu lalu saya akan di penjara," jelas Adelio sambil menundukkan kepala, mensejajarkan kepalanya dengan Kacyla. "kamu mau kemana? Jangan sampai kau bunuh diri di tengah jalan. Karena bunuh diri tidak pernah menyelsaikan masalah."
Kacyla sorot mata Adelio ia melihat kekhawatiran. Membuat Kacyla menelan saliva, karena tatapan itu mengingatkannya pada Bundanya. "Saya tidak tahu mau ke mana." Kacyla tertunduk lalu meneteskan air mata. Mengingat kembali kenanganya bersama kedua orang tuanya.
"Masuk! Tidak baik seorang wanita berjalan di tengah jalan dalam keadaan hujan."
"Enggak! Bukan urusanmu aku jalan sendirian." Walaupun hatinya sudah luluh dengan tatapan Adelio tapi egonya sangat tinggi. Tidak ingin mengatakan pada lelaki itu bahwa dirinya sedang kesepian.
"Kau tidak tahu berita yang sedang marak di beredar. Banyak gadis muda yang di culik, di perkosa, di bunuh, lalu organnya di perjual belikan. Kamu mau seperti mereka, hah?" ucapan Adelio membuat tubuh Kacyla bergetar. Egonya terkalahkan oleh rasa takut dan perhatian Adelio yang mengingatkannya pada Bundanya. Walaupun perkataan Adelio dingin dan datar tapi sorot khawatir itu sangat tulus.
Mereka duduk bersebelahan di jog belakang, Adelio memberikan handuk pada Kacyla. Gadis itu menerima dan mengucapkan terimakasih. Dan juga memberikan sapu tangan pada Kacyla. "Hapus juga air matamu! Saya tidak suka orang menangis di depan saya." Kacyla menerima sapu tangan itu dan menunduk.
"Pak Jalan!"
"Baik Mas Dio." Irfan menancap pedal gas. Mobil itu meraung-raung di tengah hujan.
"Saya Adelio wirautama, Dokter di salah satu rumah sakit di Ibu kota. Kamu aman bersama saya." Adelio mengulurkan tanganya dan gadis itu menerima jabatan tangan Adelio walaupun ragu-ragu.
"Saya Kacyla Putri. Makasih tumpangannya Pak. Dan maaf tadi saya marah-marah ." Kebaikan dan ketulusan Adelio di balut dengan sikap dinginya membuat Kacyla luluh.
"Hmm…."
***
Mereka sampai di depan pintu Apartemen. Awalnya Adelio hendak mengantarkan Kacyla ke rumahanya. Tapi gadis itu ngotot tidak mau pulang ke rumah. Mengatakan bahwa ia memiliki masalah yang berat bersama orang tuanya. Kacyla memintak Adelio membawa pergi dirinya ke mana saja, asalkan bukan ke rumah. Terpaksa Adelio membawa gadis itu ke Apartemennya karena ia tidak tahu harus membawa Kacyla ke mana lagi. Sedangkan pagi besok ada jadwal operasi, jadi sekarang ia harus tidur lebih awal. "Kenapa masih berdiri?" tanya Adelio menyadarkan gadis di sampingnya yang terpaku.
"Apa tidak papa say tidur di sini Pa?"
"Tidak masalah. Saya tidak tahu harus membawa kamu ke mana lagi. Besok saya mau oprasi pagi-pagi sekali, dan untuk sementara kamu tidur di sini dulu."
"Apa Bapak tinggal sendirian?"
"Saya tinggal bersama Ibu dan anak saya. Tapi mereka berdua tidak ada di rumah."
"Ke mana Pak?"
"Kamu mau tidur apa mau introgasi saya?"
"Tidur."
"Masuk!"
Di Apartemen Adelio ada tiga kamar, kamarnya lalu kamar ibu dan anaknya. Adelio langsung mengambil baju daster dari kamar ibunya dan memberikan pada Kacyla. "Kamu pakai ini dulu untuk menganti baju basahmu itu."
"Makasih."
"Kamu bisa tidur di kamar ibu!" Menunjuk kamar paling pojok. Gadis itu mengangguk dan melangkah ke kamar ibu Adelio.
Setelah mandi dan menganti baju sederhana milik ibu dari Pak Dokter yang sudah menyelamtkanya dan memberikan tumpangan. Gadis itu menjatuhkan tubuhnya ke ranjang kasur. Mencoba memejamkan matanya. Namun setelah satu jam berlalu alam bawah sadarnya tidak beraksi apapun. Ia sama sekali tidak mengantuk. Memilih membuka mata dan menatap langit-langit kamar yang berbeda dari kamarnya sebelumnya. Walaupun terasa sangat asing untuknya. Tiba-tiba tenggorokannya sangat kering, ia menurunkan kakinya dari ranjang melangkah ke dapur. Sebelum sampai ke dapur, ia mendengar suara jeritan dari kamar Adelio. Buru-buru ia menghampiri asal suara tersebut.
Kacyla panik saat melihat kondisi Adelio sangat buruk. Keringat dingin bercucuran sedangkan mulutnya berkomat-kamit tidak jelas. "Ada apa Pak?" Kacyla hendak meletakan tanganya di atas dahi. Memeriksa apa tubuhnya sedang demam. Namun tiba-tiba tangan Adelio mencengkram pergelangan tangannya membuat Kacyla panik. Ia dengan cepat melepaskan cengkraman tangan Adelio yang sangat erat.
Mata Adelio perlahan terbuka dengan nafas naik turun tidak bisa di atur. "Kamu kenapa di sini?"
"Saya yang harusnya bertanya. Kenapa kamu mengigau seperti itu, membuat saya takut."
"Mimpi buruk. Tolong ambilkan obat tidur di tas!" Dengan terpatah-patah Kacyla mengikuti instruksiAdelio. Karena terlalu panik, ia tidak sempat membaca obat yang ia ambil dan tidak tahu jika obat itu adalah obat perangsang bukan obat tidur.
Berberapa hari lalu saat pesta di Bar. Kobe, teman Adelio yang memberikannya. Adelio menerimanya hanya sekedar iseng dan tidak berniat meminumnya. Memberikan dua butir pil dan segelas air mineral. Jam dinding terus bergulir, tidak terasa sudah tiga puluh menit berlalu.
Rasa mengantuk belum menyergap pelupuk mata Adelio. Biasanya, setelah tiga puluh menit efek obat tersebut sudah terasa. Tiba-tiba seluruh badanya terasa panas, jantungnya berdegup kencang dan tangannya berkeringat. "Ada apa ini?"
Gagang pintu kembali terbuka, gadis yang ia tolong meletakkan gelas air di atas nakas. Entah kenapa, saat melihat Kacyla libidonya naik seratus kali lipat. Apalagi paha mulus Kacyla tereskpos jelas. "Anda belum tidur Pak? Maaf saya lancang ke dapur tanpa memberitahu Anda."
"Tidak perlu." Adelio menekan kuat-kuat rasa yang bergejolak. Saat gadis itu berbalik badan, entah keberanian dari mana Adelio turun dari ranjang dan memeluk Kacyla. "Aaa…" Kacyka kaget dan berteriak kencang sambil merontak-rontak. "Bapak mau apa? Tadi kamu janji tidak akan macam- macam!"
"Itu tadi Sayang!" bisik Adelio sambil menggelamkan wajanya dalam tengkuk Kacyla. Mengendus-ngenduskan hidungnya pada rambut hitam pekat yang sangat wangi. Aroma woody terciun memikat di hidungnya.
"Tolong lepaskan saya!" Kacyla memohon pada Adelio, ia salah mempercayai lelaki itu. Ia lupa bahwa semua lelaki itu sama. Tidak ada lelaki yang benar-benar baik dalam hidunya. Kacyla memutar otak, ia terdiam sesaat. Dan saat lelaki itu lengah, ia menginjak kaki Adelio kuat-kuat. Membuatnya menjerit kesakitan. Kacyla buru-buru keluar dari kamar Adelio dan langsung ke pintu Apartemen. Tapi saat gadis itu hendak membuka pintu. Tiba-tiba sebuah tangan besar berbulu itu menerkam tubuh kecil Kacyla. Membuat gadis itu menjerit dan memberontak habis-habisan. Namun, tenaga lemahnya tidak sebanding dengan Adelio. Tubuh Kacyla hanya seberat 60 kg itu dengan mudah di angkat Adelio.
"Tolong lepaskan saya!"
Adelio melempar tubuh Kacyla di atas kasurnya. "Kau telah membangunkan singa yang tertidur Sayang!" cicit Adelio membuat gadis itu menelan salivanya, ia bisa melihat mata lelaki itu yang berubah menyeramkan. Mirip binatang buas yang baru mendapat mangsanya. Tatapan itu berbeda dengan tatapan lelaki yang menolongnya. Seperti dua orang berbeda dalam satu tubuh yang sama
Membuat buluk kuduk Kacyla berdiri dan rasa takut semakin mencengkram. "Tolong!"
Bersambung...
Makasih udah mampir...