Chereads / Gio: Disabilitas Boyfriend / Chapter 23 - CHAPTER 23

Chapter 23 - CHAPTER 23

"Kak Rama, buruan dong Alda mau nyapa Kak Rama juga. Jangan ada cewek lain yang nyapa Kak Rama. Kenapa Kak Rama enggak sadar sih, sebenarnya itu Alda cinta sama Kak Rama. Dari dulu, Kak. Kakak harus tau itu. Tapi, kenapa Kak Rama malah nganggap Alda itu adiknya sih. Huh, bikin kesel. Tapi, Alda enggak bakal nyerah. Alda bakal memperjuangkan hak yang Alda punya!"

"Lo pikir, lo punya hak atas Rama?" sergah Gio sedikit mengeraskan suaranya, membuat Alda terkejut sampai membelalakkan matanya. "Lo mau memperjuangkan cinta lo ke Rama? Emang, dia mau nerima cewek norak kayak lo?" timpal Gio lagi tersenyum kecut.

"Lo? Kenapa bisa di sini?" terka Alda terkejut, dan menatap ke arah samping, kanan, kiri, depan, dan belakang. Gio hanya memasang wajah datar dengan kedua tangan melipat ke dada.

"Gue mahasiswa di sini, kenapa malah nanyak kayak begitu," jawab Gio santai, membuat Alda terkekeh sambil menahan malu.

"Eng, lo-lo dengar enggak tadi gue ngomong apa?" tanya Alda terbata-bata.

"Gue denger semuanya,"

"Hah? Kok, bisa. Lo ... lo kan –"

"Makanya, jangan ngeremehin gue,"

"Bukan ngeremehin, tapi Alda cu –"

"Lo suka sama Rama?" potong Gio, membuat Alda melebarkan manik matanya lagi mendengar penuturan Gio.

"Hah? Suka? Ngapain gue suka sama Kak Rama, dia kan ka –"

"Enggak usah ngelak, gue tadikan bilang, gue denger semua apa yang lo omongin,"

"Maksud Alda itu bukan gitu –"

"Enggak usah nutupin lagi, daripada lo digantung mending ungkapin langsung. Atau, perlu gue yang bilang?" tutur Gio, membuat Alda terdiam. "Kalau gitu, gue aja yang ngomong langsung,"

Gio beranjak pergi dari depan Alda, seketika Alda menjadi tak karuan dan berteriak memanggil Gio. Tetapi, Gio sama sekali tidak bisa mendengar itu. Jantung Alda berdetak sangat kencang sekarang, gimana Gio benar-benar mengatakan hal itu. Tanpa berpikir apapun, Alda berlari menyusul Gio yang sebentar lagi sampai di tempat Rama.

Alda menarik lengan Gio, tanpa keseimbangan apapun kedua kaki Alda malah terpental dan hendak jatuh. Saat itu juga, dengan sigap Gio menarik lengan Alda supaya tidak terjatuh. Alda pun, terjatuh ke dalam pelukan Gio. Membuat keduanya sama-sama tak bisa menahan gugup. Kini, pandangan keduanya beradu sangat dekat. Wajah keduanya sedikit lagi akan tertempel, seketika jantung Gio tak bisa diajak bersahabat.

Dentuman itu terdengar sangat jelas, membuat keringat dingin bercucuran. Alda pun tersadar, dan langsung melepas pelukan Gio.

"Ah, maaf," ucap Alda canggung, membuat Gio terdiam tanpa ekspresi apapun. Alda menatap manik Gio yang sangat indah. Seketika, dia ingin berteriak jika melihat ekspresi Gio yang seperti ini.

PLAK!

Timpukan dari kepalanya membuat Alda tersadar dari pikiran anehnya. Gio menimpuk kepala Alda tanpa rasa bersalah, membuat gadis ini meringis kesakitan.

"Jangan natap gue kayak begitu kalau lo enggak mau kena timpukan gue," ucap Gio tegas.

"Lo kenapa sih terus nimpuk kepala gue,"

"Makanya, jaga tatapan lo dari mata gue,"

"Si Watar bener-bener gila ya. Berani-beraninya nimpuk cewek," batin Alda kesal.

"Ciee, ada yang habis pelukan nih. Kalian udah jadian?" goda Rama mendekat ke arah mereka, diikuti oleh Gavino dan Eros.

Gio tersadar saat Rama telah berdiri di depan mereka, senyum sumringah terlihat dari wajah ketiga sahabatnya.

"Lo pada kenapa dah?" tanya Gio tajam.

"Kalian habis jadian? Pelukannya mesra banget tau, gak?" sorak Eros, membuat Gio langsung menimpuk kepala Eros.

"Awas, Gio punya kebiasaan baru setelah bersikap dingin. Yaitu, menimpuk kepala orang," sela Gavino sambil tertawa dan berdiri dengan kedua tangan melipat di dada.

"Daripada nanyak sama si wadin, mending ke Alda aja. Gimana Alda, kalian beneran udah jadian?" tanya Rama menatap ke arah Alda, membuat gadis ini menggeleng cepat.

"Lah, kalian belum pacaran?" sambung Rama.

"Bukan belum, Kak. Emang kita enggak pacaran, kok. Tadi, Alda cuma dibantu Kak Gio, aja" jawab Alda tersenyum ke mereka.

"Dibantu pelukan?" tutur Eros. Membuat Gio dan Alda menatap tajam ke arah Eros.

"Hooh, guys. Gue kalah deh kalau mereka natap bareng kayak begitu," sambung Eros berpindah tempat.

"Gue duluan," ucap Gio pergi dari hadapan mereka semua. Membuat Rama, Gavino, dan Eros tertawa kecil sambil menggelengkan kepalanya.

"Kebiasaan, wateknya kambuh," tutur Gavino.

***

KLING!

[Oplas watek]

"Buruan ke fakultas Matematika!"

Sebuah pesan dari Gio membuat Alda selalu menggertu karena Gio bersikap seenaknya. Baru saja Alda selesai kelas seni, ditambah harus menuruti kemauan Gio sekarang.

Alda berjalan dengan wajah ditekuk, sambil menenteng tote bagnya. Tiba di depan fakultas Matematika, Alda tak menemukan Gio di sana. Akhirnya, Alda membalas pesan dari Gio.

"Gue udah di depan fakultas lo, nih,"

Pesan itu terkirim, tetapi tak ada balasan sama sekali. Alda berdiri di depan gedung tersebut sambil bersender, dan sesekali menatap ke arah lift dimana mahasiswa keluar masuk. Pikiran Alda kini terbang jauh saat kejadian tadi pagi, dimana tanpa sengaja Alda berpelukan dengan Gio. Tanpa sadar, bibirnya telah melengkung indah sekaligus angin yang sekarang menerbangkan rambutnya yang di kuncir kuda. Jantungnya berdetak tak beraturan, jika mengingat hal itu kembali.

Setelah beberapa menit menunggu, sebuah tangan tiba-tiba menimpuk kepalanya. Membuat Alda terkejut bukan main, kini dia mendongakkan kepala dan menatap Gio yang berdiri di depannya dengan memasang wajah datar.

"Suka banget lo nimpuk kepala gue!" terka Alda mengelus-elus kepalanya.

"Perlu gue jitak lagi? Berapa kali gue harus nelpon lo, supaya lo angkat?" sanggah Gio berdiri sambil memasukkan kedua tangannya di saku celana. Alda terperanjak dan menatap benda pipihnya. Ternyata, Gio sudah menelpon sepuluh kali akibat dia melamun dan tidak mendengar apapun.

"Ya, maaf,"

"Mikirin apa sih, sampe lo senyum-senyum sendiri?"

"Bukan urusan lo. Jadi, sekarang apa tugas gue?"

"Ikut gue!" ucap Gio menarik lengan Alda, membuat gadis ini meronta-ronta di belakang. Gio mempunyai kebiasaan yang baru setalah bersikap dingin. Sekarang, dia malah bersikap kasar sama seorang gadis.

Begitulah cowok cancer yang lahir dalam naungan bulan, suka moody-an dan tidak bisa ditebak. Gio menarik Alda ke parkiran dan menyuruhnya masuk. Tetapi, Alda malah tidak mau dan pertengkaran pun terjadi.

"Susah banget sih dibilangin. Gue bilang masuk, ya masuk!" ucap Gio berdiri di di depan Alda, sambil membuka pintu mobilnya.

"Lo mau bawa gue kemana sih, kalau lo emang mau nyuruh gue sesuatu gue bisa pergi sendiri, enggak perlu naik mobil lo. Gue punya sepeda,"

"Sepeda lo nanti bisa gue urusin, yang penting lo ikut gue aja dulu,"

"Enggak ah, emang kita mau kemana?"

"Makanya masuk!"

"Kok, lo maksa sih,"

"Lo yang keras kepala! Atau, mau gua batalin lo besok enggak usah ikut F4 party?"

Alda pun beralih menatap Gio, karena terpaksa akhirnya Alda pun nurut. Ini dia lakukan supaya bisa ketemu terus dengan Rama.

"Huhh, dasar wadin bisanya cuma ngancem doang," omel Alda sambil masuk ke dalam mobil, dan melihat Gio yang sekarang sedang fokus melajukan mobilnya.

Mereka tiba di sebuah kaffe, Alda turun dan mengekori Gio yang sudah berjalan duluan. Tatapannya tidak asing saat melihat bangunan kaffe nan megah ini, dan Alda pun beralih menatap papan nama kaffe tersebut. Virgin Kaffe.

Alda pun manggut-manggut mengerti kaffe siapa ini. Mereka sudah memasuki ke dalam kaffe tersebut, dengan tatapan Alda masih menatap ke seluruh penjuru kaffe. Tanpa sadar, Gio menghentikan langkahnya secara tiba-tiba dan membuat Alda menubruk Gio dari belakang. Alda mendongakkan kepalanya menatap tubuh Gio yang lebih tinggi darinya.

"Kalau jalan itu matanya di pasang, jangan malah ngelamun," ucap Gio menolak kepala Alda.

"Alda enggak ngelamun, kok. Cuma bingun aja kita ngapain di sini,"

"Lo bantu gue buat ngelayanin semua pelanggan di sini," jawab Gio dan berjalan pergi meninggalkan Alda yang masih terpaku atas penuturan Gio. Alda menatap semua pelanggan kaffe ini, begitu banyak hingga membuat sesak.

Alda pun berlari kecil menyusul Gio. Alda berdiri di tempat dimana orang-orang memesan minuman seperti di bar. Alda menatap Gio yang sedang memakai celemek yang bertuliskan nama kaffe ini. Ternyata, Gio menjadi barista di kaffenya sendiri.

"Kak Gio, sekarang apa tugas Alda?" tanya Alda saat bola mata Gio menatap dirinya.

"Sejak kapan aksen bicara lo berubah,"

"Hah? Emang, tadi ngomongnya gimana?" tanya Alda sedikit terkejut.

"Lupakan! Lo bantu bartender yang ada di sini, bantu mereka mengantar semua pesanan pelanggan,"

"Alda kira ke sini mau makan enak, ternyata malah disuruh bantu-bantu," omel Alda sambil menggigit bibirnya.

"Lo ngomong apa tadi? Lo lupa kalau nasib keluarga lo ada di tangan gue,"

"Iya-iya. Alda enggak lupa,"

"Selama sebulan ini, lo harus tetap jadi asisten gue. Kalau perlu selamanya," sambung Gio dan berbalik arah berjalan membuat kopi pesanan pelanggan. Alda sedikit menyelidik mendengar penuturan Gio tadi, menyuruhnya menjadi asisten Gio selamanya. Gimana nasib Alda selanjutnya. Alda hanya bisa diam dan memasang wajah kesal.

Saat arah jarum jam telah menunjukkan pukul tiga sore, Alda tampak bersemangat melayani para pelanggan kaffe Virgin. Alda menyapa semua pelanggan dengan caranya sendiri, selalu bersikap ramah kepada semua orang. Alda juga memberikan hiburan berupa nyanyian yang menurutnya sendiri jelek. Tetapi, pelanggan kaffe Virgin malah memberinya tepukan tangan. Gio yang berdiri dari jarak jauh, hanya menggelengkan kepala dan tanpa sadar bibirnya melengkung.

Alda pun kembali ke tempat Gio, mengambil kopi pesanan selanjutnya. Hingga sore hari menjelang malam Alda begitu menikmati hari ini dan dia juga lupa dengan masalah pertengkaran Gio. Dari jarak dekat, Alda mendengar seseorang sedang bernyanyi dan Alda pun mendekat ke arah depan kasir. Alda melihat Gio sedang bernyanyi dan memainkan gitarnya. Di sana juga ada Rama, Gavino, dan Eros yang berdiri di samping Gio. Ikut bernyanyi bersama. Seketika, mata Alda menjadi bersinar melihat Rama yang begitu mempesona saat bernyanyi. Alda pun mendekat dan menikmati alunan suara Gio yang begitu lembut. Senar yang Go petik, menambah alunnya melody yang mengalir.

Setelah Gio menyelesaikan lagunya, semua pelanggan bersorak sangat riang. Mereka memberi tepukan kepada F4 yang selalu bersama. Termasuk Alda juga yang ikut menikmati. Gio bangkit dan berjalan melewati Alda, Gio menaruh gitarnya di atas meja kasir. Karena, sebentar lagi Kaffe bakal tutup.

"Alda, ternyata lo di sini juga?" tanya Rama mendekat ke arah Alda yang sedang membersihkan meja. "Lo ngapain pake bersihin meja segala, emang lo kerja di sini?"

"Ah, enggak, Kak. Alda cu –"

"Gue yang suruh. Karena, dia harus membayar kesalahannya sama gue," potong Gio yang baru saja ikut bergabung bersama ketiga sahabatnya.

"Udah, Alda. Biar karyawan gue yang bersihin,"

Alda pun nurut dan berjalan pamit ke belakang, membersihkan dirinya sebelum berjalan pulang. Gio pun menyuruh ketiga sahabatnya untuk duduk dan membahas tentang party besok sepulang dari kampus. Mereka bertiga pun duduk melingkar di bangku yang tersedia.

"Jadi, kita besok party kan?" tanya Gavino menatap mereka bertiga.

"Jadi, kan kita udah buat planning," jawab Rama.

Gio terus melihat ke arah belakangnya, menunggu Alda yang tak kunjung kembali. Saat bola mata Gio menangkap Alda yang hendak keluar kaffe. Suara teriakan Gio membuat gadis ini menghentikan langkahnya.

"Lo mau kemana, norak!" teriak Gio. Alda pun mendekat ke arah mereka, menatap F4 yang memasang wajah aneh.

"Alda mau pulang, Kak. Soalnya ini juga udah sore, takut nanti sampe rumah kemaleman. Lagipun, Alda harus ke kampus dulu buat ngambil sepeda,"

"Enggak perlu!" timpal Gio.

"Loh, kok gitu, Kak,"

"Lo di sini aja dulu, kita lagi bahas buat party besok. Nanti gue yang nganterin lo pulang, Tante Morie enggak bakal marahin lo," tutur Gio, membuat Rama, Gavino, dan Eros menatap Gio penuh selidik.

"Kayaknya, ada yang berubah nih," beo Rama memasang wajah serius dan sambil tertawa ke arah Gio.

"Bukan lagi serius, tapi emang udah berubah lebih baik," sambung Eros.

"Gio udah banyak bicara sejak Alda menjadi pengganggu dirinya. Sampai punya nama panggilan kepada Alda," terka Gavino. Gio dan Alda yang mendapat penuturan tersebut kembali diam secara bersamaan.

"Ya udah, Alda. Lo duduk aja di sini sambil kita ngebahas tentang party besok. Kalau Lo juga ikutan, pasti bakal lebih seru,"

Alda pun  nurut, dan langsung ikut bergabung bersama mereka. Alda hanya mendengar F4 berbicara tentang party besok tanpa memberi saran apapun. Setelah semua selesai, Gio akhirnya mengantar Alda pulang dengan mobilnya.

Gio melirik ke arah jam tangannya, yang sudah menunjukkan pukul 20:00 WIB. Tiba di depan rumah, Alda mengucapkan terima kasih begitu lembut. Gio hanya mengangguk dan sesekali menatap ke arah toko cup cakenya yang sudah tutup.

"Kalau gitu, Alda masuk ya," ucap Alda berbalik.

"Tunggu, Alda!" tegur Gio dan menghentikan langkah Alda.

"Kenapa?"

"Gue ... gue minta maaf ya," tutur Gio terbata-bata, membuat Alda mengernyitkan dahinya.

"Maksud lo? Kenapa minta maaf?"

"Gue pernah berbuat kasar sama lo di sini, gue ngatain lo buruk di depan semua orang. Sekarang, gue sadar. Enggak seharusnya gue seperti itu sama lo, jadi gue minta maaf atas kejadian yang pernah menimpa lo. Gara-gara gue lo ja –"

"Enggak, kok. Lo enggak perlu minta maaf, gue juga salah terus mempertahankan ego gue. Jadi, karena kita udah baikan semua masalah yang terjadi kita lupain aja. Gimana?"

"Termasuk lo udah ngisi hati gue sekarang?"

"Ha? Maksud lo?"

Gio menggeleng sambil tersenyum kecil dan langsung menyuruh Alda untuk segera masuk. Alda pun masuk dan tinggal Gio dengan perasaan tak menentu.

Gio melajukan mobilnya dengan cepat, dan tanpa sadar bibirnya melengkung indah saat itu juga. Sepertinya, seseorang telah mengisi hati Gio yang hampa.

SUKSES!