Chereads / Almost Broken / Chapter 20 - Bab 20

Chapter 20 - Bab 20

"Aldi mana? Nggak bareng sama lo?" tanya Salsha. Ia bingung kemana Aldi. Laki-laki itu semalaman tak mengirim pesan kepadanya.  Membuat Salsha curiga dan juga khawatir.

Curiga jika lelaki itu bermain di belakangnya dan khawatir terjadi apa-apa kepadanya. Pagi ini juga Aldi tak ada mengiriminya pesan. Salsha sudah beberapa kali menelfonnya. Tapi nomor Aldi tak aktif.

Bayu menggaruk tengkuknya. "Nggak tau. Pas istirahat gue langsung cabut."

Salsha ber 'oh' ria. Karena belum mengetahui letak dimana kelas yang ingin ia kunjungi, Salsha bertanya kepada Bayu "Bay, lo tahu kelas dua belas Ipa dua? Gue mau nganterin buku."

Bayu mengangguk pertanda tahu. "Mau gue antarin?"

Salsha menggeleng, ia mundur dua langkah saat ia mulai mendekatinya, bermaksud meraih buku itu. "Kasih tau letaknya dimana aja. Lo nggak usah ikut."

Bayu menangguk pasrah. Ia tahu Salsha bukan orang yang mudah di dekati. Harus butuh usaha ekstra untuk meluluhkan hati gadis itu. "Oke. Lo tinggal lurus aja trus belok kanan, kelasnya di samping ruang komputer."

Salsha mengangguk. Tanpa mengucapkan kata apapun. Salsha kembali melanjutkan langkahnya. Ia berbalik ke kanan seperti perintah Bayu. Dari jauh, Salsha melihat sosok seperti Aldi baru saja keluar dari sebuah kelas. Salsha mempercepat langkahnya, ia  yakin itu Aldi. Tepat di depan kelas yang Aldi datangi tadi, Salsha berhenti. Matanya masih menelisik sosok Aldi dari belakang.

Salsha melihat ke atas. Ada papan nama yang mengatakan jika kelas itu adalah kelas yang tengah ia cari. Salsha pun masuk ke kelas itu. Hanya ada beberapa orang cewek dan satu orang cowok. Salsha meletakkan tas dan buku itu di atas meja. Matanya menelisik satu persatu orang yang ada di kelas itu. Tak ada yang perlu di curigai selain gadis yang tempo hari duduk di samping Aldi. Gadis yang beberapa waktu lalu Salsha lihat tengah berdua dengan Aldi ada di kelas itu.

Tanpa mengucapkan kata apapun. Salsha berlari meninggalkan kelas itu. Ada beragam pertanyaan yang mengganjal di hatinya. Termasuk untuk apa Aldi ada di kelas itu.

Salsha menemukan Aldi yang kini sedang berbicara dengan Dimas, pathner Aldi saat bermain futsal. Salsha menghampiri lelaki itu dengan ngos-ngosan.

"Aldi."

Aldi yang sedang berbicara dengan Dimas pun menengok ke arah Salsha. Ia berbicara kepada Dimas sebentar kemudian menghampiri Salsha. Ia membawa Salsha untuk menjauh dari Dimas.

Tangan Salsha merasa sakit saat Aldi menarik tangannya dengan kasar. Langkahnya juga menyeret mengikuti langkah Aldi yang panjang dan cepat.

Sampai mereka berdua berada di taman belakang, Aldi melepaskan tangannya dari tangan Salsha. Ia menatap Salsha dengan tajam. Sedangkan Salsha mengusap lengannya yang tampak memerah. Ia mengaduh kesakitan.

"Ngapain ada di lorong kelas dua belas? Kamu mau caper sama senior!" bentak Aldi tepat di hadapan Salsha. Lelaki itu kaget saat melihat Salsha memergokinya apalagi di depan Dimas, teman sekelas Tiara.

Salsha menggeleng, ia masih mengusap lengannya, "Harusnya aku yang nanyak, ngapain kamu keluar dari kelas dua belas Ipa 2?"

Aldi kembali kaget. Ia sama sekali tak melihat Salsha saat ia keluar dari kelas Tiara. Memang sedari tadi, Aldi berada di kelas Tiara. Bercanda gurau disana. Aldi menatap Salsha dengan tajam. Berusaha menampilkan wajah datar, ia tak ingin Salsha curiga kepadanya.

"Kamu salah lihat. Sejak tadi aku ngobrol sama Dimas," elak Aldi.

"Nggak," Salsha tak percaya, "Jelas-jelas aku lihat kamu keluar dari kelas itu. Dan ngapain juga kamu ada disitu."

Aldi mencengkram bahu Salsha dengan kuat, "Aku bilang aku nggak ada disitu. Berisik!" bentaknya.

"Kamu tuh mau caper sama senior. Cih, dasar murahan!" Aldi berdecih, ia menatap Salsha tajam, "Nggak cukup punya aku sampe kamu mau cari yang lain?"

Salsha menangis. Cengkraman Aldi begitu sakit di bahunya. Bukan cuma itu, perkataan Aldi begitu mengoyak perasannya. "Aku nggak gitu, Ald. Aku cuma ngantar buku."

"Aku nggak percaya!" bentak Aldi, "Sekali murahan tetap murahan!" Aldi melepaskan tangannya dari bahu Salsha kemudian menatap gadis itu tajam. Ia bahkan tak peduli dengan mata Salsha yang mengeluarkan air, "Jangan pernah sekali kali kamu ngomong sama aku di sekolah ini. Jangan pernah datangi aku ke kelas dan jangan pernah kamu temui aku lagi. Kalo kamu ngelawan, aku nggak segan-segan mutusin kamu."

Selesai berucap itu Aldi menabrak dada Salsha dan berlalu meninggalkan gadis itu. Salsha menangis. Ia mengusap bahu dan tangannya. Ia sama sekali tak menyangka jika Aldi tega melakukan itu. Lelaki itu berlaku kasar dan mengancamnya.

Salsha jadi ingat dengan ucapan Galang kemaren. Tiba-tiba saja ia rindu Galang ada di sampingnya.

"Galang..." isaknya.

*****

"Hello eperibadii..."

Andirah melambaikan tangannya sembari tersenyum centil memasuki kelas Salsha. Ia akan menemui Amanda, temannya semasa dulu. Karena kesibukan masing-masing membuat keduanya jarang bertemu. Dan sekarang Andirah ingin menemui temannya itu sambil mengulik-ngulik sedikit tentang Salsha. Entah mengapa, melihat hubungan Salsha dan Aldi serta keantusiasan Iqbaal merusak hubungan mereka membuat Andirah merasa ada yang tak beres.

Andirah mengebrak meja Amanda sembari duduk di samping gadis itu. Ia tersenyum centil sembari menjejerkan deretan giginya, "Halluuu."

Amanda mendelik melihat penampilan Andirah. Wajah yang full make up yang cocok di pakai tante-tante serta seragam sekolah yang ketat dan pendek. Amanda bergidik ngeri. "Aneh lo. Makin lama makin nggak beres."

Andirah menyolot tak suka. "Suka-suka gue. Yang penting gue seneng."

Amanda mendekat ke arah Andirah dan berbisik. "Lagi berusaha godain cowok, yaa. Makanya menor gini."

Andirah menimpuk kepala Amanda engan buku yang berada di meja. Amanda hanya terkekeh, tak marah di perlakukan seperti itu, "Mulut lo nggak di jaga."

"Lagian menor amat. Kek cabe-cabean di pinggir jalan." Amanda tergelak.

Andirah memperhatikan penampilannya kemudian tersenyum polos, "Emang iya, sih."

Keduanya pun tergelak bersama. Selalu seperti itu, Andirah dan Amanda adalah jenis spesies aneh. Jika bertemu, mereka berdua akan saling menghina. Meskipun begitu, mereka tak bisa marahan. Andirah menoleh ke arah pintu kelas. Ia melihat Salsha masuk dengan wajah sendu sehabis nangis. Mata mereka berdua saling bertatapan. Namun Salsha lebih dulu mengalihkan pandangannya. Ia duduk di kursinya kemudian menjatuhkan wajah di meja.

Andirah menghendikkan bahunya meskipun merasa penasaran kenapa Salsha bisa seperti itu. Ia kembali menoleh ke arah Amanda sembari berkata. "Kenapa, tuh dia?"

Amanda menggeleng, ia tak tahu apa-apa lagi mengenai Salsha, semenjak gadis itu menjauhinya. "Nggak tau."

"Dia teman lo 'kan? Gue pernah lihat kalian bareng."

Amanda menggangguk tipis. Ia meraih buku yang tadi di gunakan Andirah untuk menimpuknya, kemudian membaca buku itu asal. Andirah memperhatikan keduanya secara bergantian. "Lo sama dia berantem?"

Amanda tak menjawab, membuat Andirah semakin pusing. Apalagi melihat penampilan Salsha yang nggak banget. Ia yakin ada yang tak beres. "Aneh lo berdua. Temanan tapi berantem. Alay," cibir Andirah.

"Dia duluan yang ngejauhin gue." Amanda mengangkat bahunya asal, "Nggak tahu salahnya apa."

Andirah mulai paham situasi. Ia merasa sedikit kasihan melihat Salsha. Hidupnya terlalu miris, "Nggak kasihan lihat dia?" Andirah terkekeh kecil, "Dia nggak sebahagia yang lo lihat. Ada rahasia besar yang bisa bikin dia sangat menderita. Saran gue, kalo lo temannya dia jangan pernah tinggalin dia."

"Lo lagi ceramah?" Amanda terbahak. "Tumben bijak gitu." Amanda menempelkan telapak tangannya di dahi Andirah. "Nggak panas, kok."

Andirah menoyor kepala Amanda kemudian terbahak. Ia mengibaskan rambutnya di depan Amanda kemudian berdiri. "Dengerin omongan gue," ujarnya. Ia pun pergi meninggalkan kelas itu.

Salsha mengangkat wajahnya saat melihat Andirah keluar dari kelasnya. Ia menoleh ke belakang. "Itu Andirah 'kan?" tanyanya sekedar memastikan.

"Udah mau ngomong sama gue?" sindir Amanda. Salsha hanya menghela nafas kemudian beralih menatap ke depan.

****