"Astaga, kenapa sih nih kepala? Perasaan tadi waktu dari toko masih baik-baik saja deh," gumam Nadia yang kemudian menaruh tas yang dibawanya di atas kursi dapur. Bahkan dia belum sempat menaruhnya di dalam kamarnya. Sepertinya, aroma mie instan tadi yang membuatnya begitu bernafsu untuk segera menyantap makanan.
"Cethik" suara tombol on kompor gas yang dinyalakan olehnya setelah menaruh satu panci air untuk dipanaskan.
Sembari menunggu, Nadia yang merasa pusing berpikiran untuk membuat minuman panas siapa tahu bisa sedikit membantu.
"Aduh ... mana lupa lagi belum beli gula," gumam Nadia setelah membuka toples kecil tempat gula pasir miliknya. Alhasil, dia pun akhirnya hanya membuat teh celup tawar tanpa gula, dengan menggunakan sebagian air mendidih di panci yang akan digunakannya untuk membuat mie instan.
Mie instan sudah jadi, demikian juga teh celupnya pun juga sama. Sembari menunggu sedikit dingin, Nadia masuk sebentar ke dalam kamar untuk sekedar menaruh tas serta melepas kaos kaki bau yang sudah dipakainya sedari pagi tadi. Tak lupa, dia menyempatkan sejenakuntuk mencuci muka dan juga kakinya di kamar mandi yang ada di sebelah kamarnya.
"Nanti aja mandinya, mendingan sekarang makan aja dulu," gumamnya setelah kembali ke meja dapur. Dia bawa makanan dan minumannya mendekati kedua teman kosnya, Fina dan Desi yang ada di depan TV.
"Duh ... dah pada selesai to ini makannya?" tanya Nadia sesamapainya di sana. Dia pun kemudian duduk di salah satu kursi rotan yang masih tersisa.
"Udah Nad, kamu sih kelamaan. Gimana? Enak nggak mie nya?" tanya Desi.
"Weenaknya nggak ketulungan Des. Apalagi, rasa gratisan gini. He ... he. Btw, sekali lagi makasih lho ya Des," sahut Nadia sembari meletakkan gelasnya di atas meja.
"Sama-sama. Eh, tapi tadi aku ambil gula di toples kamu lho Nad. Tapi ... tinggal dikit banget sampai aku koretiin sebersih-bersihnya. Sorry ya Nad, kamu pasti minum teh tawar itu," sahut Desi.
"Iya, kena prank aku tadi di dapur. Tapi nggak apa-apa Des, lagian kan lebih sehat tanpa gula gitu. Udah ah, aku mau makan dulu," kata Nadia.
"Iya buruan, keburu tambah pusing kamu ntar," sahut Fina.
Ketiganya, merasa sama-sama anak rantau di Jogja sehingga saling membantu meskipun hanya sekedar dalam hal-hal kecil dan sepele seperti masalah gula, garam dan bahkan mie instan. Untungnya, meskipun terkadang suasana di toko kurang begitu nyaman jika dirasakan, Nadia masih memiliki teman-teman kos yang cukup pengertian. Bagaimana tidak, mereka sama-sama berada dalam kondisi yang sama. Ketiganya merasa senasib seperjuangan.
"Kurang ajar benar ya itu si Elsa, masak sama kakak sendiri jahat gitu? Kalau aku jadi Andin, dah tak bejek-bejek tuh anak kali," gumam Fina dengan emosinya saat melihat sinetron di layar kaca.
"Iya Fin, lagian itu ngapain sih Andin? Dah tahu punya adik sejahat itu masih ada dibelain terus. Iya nggak Fin?" sahut Desi yang sama-sama emosinya melihat adegan yang ada di TV. Sementara Nadia, yang duduk di sana sekedar ikut-ikutan meramaikan hanya bisa terheran-heran melihat kedua temannya yang begitu terbawa emosi sendiri. Padahal mereka sebenarnya tahu, itu kan hanya sekedar cerita fiksi belaka. Nggak ada yang beneran. Nadia yang sedang makan pun memilih untuk tetap diam, dia justru lebih memilih menikmati mie instannya meskipun sebenarnya lidahnya berkata ada sesuatu yang berbeda dari biasanya. Rasa yang dia rasakan tidak seperti yang dia bayangkan sebelumnya, agak pahit bagi dirinya. Namun karena rasa sayang kalau sampai nggak habis dan harus dibuang, Nadia pun akhirnya menghabiskan semuanya.
"Alhamdulillaah ...," gumam Nadia setelah menghabiskan mie instan miliknya.
"Kok alhamdulillah sih Nad. Kasihan tahu, masak difitnah kayak gitu kamu malah bilang alhamdulillah sih?" sahut Desi yang masih begitu fokus dengan melihat layar TV di hadapannya.
Nadia pun menggelengkan kepala sambil melambaikan kedua telapak tangannya tepat di depan wajah Desi dan ia pun berkata,"Heh! Desi. Siapa juga yang alhamdulillah lihat acara sinetron kamu? Aku alhamdulillah karena dah selesai makan mie instan. Tuh lihat."
Fina pun tertawa terbahak-bahak melihat ulah tingkah Nadia dan Desi yang keduanya berbeda versi.
"Dasar! Jaga sembung bawa keris. Nggak nyambung gaess," sahut Fina sambil tertawa. Gelak tawa pun kemudian terdengar diantara Nadia dan juga Desi.
Kebetulan saat itu juga, acara sinetron sedang masuk iklan, kegaduhan antara ketiga remaja itu pun membuat suasana malam jam 9 an yang semua sunyi menjadi begitu ramai. Hingga acara kembali mulai, Desi dan Fina fokus melihatnya dan suasana malam pun hening kembali.
"Ya udah gaess ... aku mau mandi dulu, bye selamat malam semua," kata Nadia yang kemudian pergi dari sana. Nadia yang sudah gerah, lelah dan juga masih ada tugas kuliah yang harus segera dia selesaikan.
"Siap Bu dosen, selamat malam juga," sahut Fina.
"Aamiin," sahut Nadia setiap kali dibercandai oleh teman-temannya yang kalau nggak dipanggil dosen, dipanggil pula sebagai bu guru atau bahkan profesor. Bukannya marah dan merasa dihina, namun Nadia justru menganggapnya sebagai doa. Dibawanya piring dan juga gelas kotor ke dapur, mencucinya sejenak dan baru kemudian dia beranjak masuk ke dalam kamar mandi.
Meskipun dingin menyapa, namun Nadia nggak mungkin kalau tidak mandi membersihkan diri. Pulang jam berapapun, dia harus selalu mandi karena jika tidak, maka rasa gatal bakal menyebabkan dia tak bisa belajar apalagi tidur.
"Segar ...," gumamnya selesai keluar dari kamar mandi dan menggantungkan handuk persis di depan kamar kosnya sendiri. Nadia langsung ke dalam, mengambil kemoceng untuk membersihkan kasur. Baru setelah itu dia ambil sapu untuk membersihkan lantai kecil yang masih tersisa di dalam kamar kosnya. Mengeluarkan sedikit sampah yang ada di lantai dan setelah itu baru dia bisa mulai merebahkan badannya barang sejenak, sebelum nantinya dia harus segera meraih dan menyalakan laptop sederhana yang penting bisa digunakan untuk sekedar mengerjakan tugas kuliahnya.
"Lumayan, habis makan agak mendingan," gumam Nadia saat merasakan kepalanya sudah tidak sepusing tadi sebelum menyantap mie instan.
"Berarti, tadi itu aku sebenarnya mungkin memang hanya lapar saja. Alhamdulillah, terimakasih ya Allah. Engkau berkenan memberikan kesehatan kepadaku hingga saat ini," batin Nadia.
"Tut tut tut," bunyi ponselnya terdengar dan Nadia pun bergumam sendirian,"Oh iya, lupa HP ku juga kelaparan seharian belum makan. He ... he."
Dia segera meraih ponselnya, mengecas dan menaruhnya di atas meja.
"Ayo semangat Nad! Kamu jangan tidur dulu sebelum kelar tugas kuliahmu," batin Nadia menyemangati dirinya sendiri di saat rasa kantuk di mata terasa hendak menghinggapinya.
"Baru jam 10 lebih dikit, harusnya bisa kelar lah, bismillah," gumam Nadia sembari menyalakan laptop di hadapannya.
*****
Bersambung di chapter selanjutnya.