"Woi! Ada penyusup!" teriak salah satu teman Veri. Mereka berdua yang tengah bergosip ria pun segera berlari hingga membuat Annastasia yang menilik arlojinya harap-harap cemas.
"Sepuluh... Sembilan..." hitung Anna. Ia mencoba untuk menunggu Nam Taemin sampai sepuluh menit sesuai perjanjian mereka.
Lebih dari itu, Anna akan nekat memunculkan diri kemudian menemui Veri agar fokus mereka teralihkan.
"Satu!" ucap Anna. Sepuluh menit sudah berlalu, ia lantas beranjak hingga memutar kenop pintu.
Membuka mulut untuk mengumumkan keberadaanya walau tercekat tatkala ada yang membekap. Anna memberontak kecil, sebab hantu ini mendadak sekali menyeretnya masuk kembali.
"Naega, naega!" bisik Nam Taemin.
*Naega (Aku)*
Anna spontan menghentikan aksi berontaknya. Kedua insan tersebut mengatur napas kemudian Anna membalikan badan.
"Kupikir—"
"Nanti nangisnya Anna— ssi," potong Nam Taemin. Ia meraih lengan Anna. Membawanya keluar dari pintu lain. Sebetulnya Nam Taemin memang sudah sampai beberapa menit lalu.
Namun Raihan berada di depan pintu masuk hingga membuat Nam Taemin berkeliling mencari pintu lain dalam sepuluh menit.
"Kita ketahuan, gak bakal bisa keluar dari sekolah," ucap Anna. Nam Taemin yang mulai mengajaknya setengah berlari itu tidak menanggapi Annastasia. Fokus pada CCTV yang ia coba hafal selama tiga hari tata letaknya.
"Nam Taemin, kamu dengar?"
"Aku tahu denah sekolah ini Anna— ssi, dari Guru Dinda," ucap Nam Taemin. Ia membawa Anna menuju sebuah ruangan terbengkalai lainnya. Memasuki gudang hingga lorong dan koridor yang membuat Anna menjadi sangat bingung.
Nam Taemin benar-benar mempelajari semua jalanan hanya dalam waktu tiga hari. Annastasia menjadi penasaran, seberapa pintar Nam Taemin itu sebenarnya.
"Kenapa guru Dinda... Mempercayaimu?" tanya Anna. Nam Taemin menghentikan langkahnya. Menggulirkan pandangan pada Anna di sebuah koridor yang benar-benar belum terjamah para siswa.
"Dengar... Kita hanya berdua Anna— ssi. Kau tidak boleh percaya pada siapapun termasuk Nana," ucap Nam Taemin.
Anna memalingkan wajah dari tatapan Nam Taemin. Mengingat kembali perihal kebenaran Bayu yang ternyata...
Mengawasinya.
"Lalu, kenapa aku harus percaya padamu?" tanya Anna.
"Aku orang luar Anna— ssi. Bukan bagian dari kehidupanmu, dan aku juga punya tujuan bisa sampai sejauh ini. Seharusnya kau mengerti maksudku... Bahwa aku, tidak mungkin menghianatimu sebab tujuanku adalah kamu," jelas Nam Taemin.
Anna mengangguk tidak mengerti walau Nam Taemin menjelaskannya dengan kata-kata yang cukup mendebarkan. Tujuannya adalah Annastasia atau tidak lain adalah Kim Minji.
Sebab mungkin saja sesuai perkataannya, bahwa Anna... Tiket Nam Taemin menghampiri Kim Minji.
"Wae naya?" tanya Anna.
*Kenapa aku?*
Nam Taemin mengenggam erat pergelangan Anna hingga menatap lurus ke depan.
"Aku juga tidak tahu... Kenapa aku," sahut Nam Taemin. Ia lekas menarik Anna untuk melanjutkan perjalanan mereka keluar dari sekolah.
Sepanjang perjalanan yang mereka tempuh, Anna hanya sekali dua kali melihat koridor bersih, sebab sisanya... Terdapat puntung rokok atau lem.
Nam Taemin memeriksa ponselnya. Mengusap wajah sebab ia lupa jalan hingga peta yang berbentuk pdf pun tidak bisa terlihat.
"Astaga...!" umpat Nam Taemin. Ia mengedarkan pandangan saat Annastasia malah menatapnya. Mengandalkan Nam Taemin untuk keluar dari situasi yang terasa mendebarkan, walau keduanya langsung ganar sebab mendengar beberapa langkah orang yang tengah menelusuri koridor yang sama.
"Cari pencurinya!" ucap salah satu siswa. Bisa-bisanya Ayah Veri membuat para siswa yang umurnya belum memadai itu untuk bekerja.
Apalagi mereka menjaga sekolah dan juga tidak menambah pengurus sekolah. Pantas saja sering menggalang dana untuk membangun sekolah yang itu-itu saja.
Nyatanya, semua dana dipakai untuk menggajih bocah yang masih memerlukan pendidikan untuk menunjang masa depannya.
"Nana gini juga?" tanya Anna.
"Tidak, tapi belum..." sahut Nam Taemin. Ia mencari persembunyian layak untuk mereka tempati sebab pada akhirnya, mereka malah tersesat berdua pada labirin salah hingga harus memulai kembali perjalanan saat sekolah sudah di sinari matahari.
"Jam berapa sekarang?" tanya Nam Taemin. Anna kemudian lekas memeriksa arlojinya. Napas mulai terasa tidak teratur dalam situasi genting yang seharusnya mendukung Nam Taemin agar mereka bisa keluar dari sekolah dengan selamat.
"Jam sepuluh," sahut Anna.
Nam Taemin mengangguk sebab terlalu dini juga untuk mereka menyerah. Waktu masih panjang, ia akan berusaha mencari jalan keluar hingga dini hari, tanpa mengatakan pada Annastasia bahwa ia juga tidak tahu jalan. Bisa berubah jadi Hugom nanti.
"Kaja," ucap Nam Taemin.
*Kaja (Ayo)*
Nam Taemin menarik lengan Annastasia walau wanita tersebut menepisnya sungkan.
"Aku akan mengikuti," ucap Anna. Ia sudah terlalu lama memaklumi Nam Taemin yang terus mengenggam lengannya.
"Bagaimana bila kita terpisah Anna— ssi?"
"Kupegang seragammu," sahut Anna. Ia menarik secuil baju di pinggang Nam Taemin sampai pemiliknya menghembuskan napas khawatir.
Anna selalu banyak diam kemudian tertegun dengan pemikirannya sendiri. Bagaimana bila Anna nanti tanpa sadar melepaskan seragamnya kemudian Nam Taemin juga tidak menyadari hal tersebut.
"Siro!" tekannya.
*Siro (Tidak mau)*
Nam Taemin menarik lengan Annastasia. Mari kesampingkan kepercayaan yang berbeda tersebut untuk mencegah hal yang tidak di inginkan nantinya.
"Tapi—"
"Nanti akan merepotkan Anna— ssi. Aku tidak mau mengambil resiko apapun yang nantinya malah menyusahkan. Bertahan saja, beberapa menit," sahut Nam Taemin.
Ia menambah erat genggaman yang dilakukannya sendirian kemudian menarik Anna sesuai langkah kakinya menuntun mereka ke mana.
***
"Masih belum datang juga?" tanya pak Steven. Teman-teman Anna serempak menggeleng saat mereka semua berkumpul di rumah Nam Taemin dengan bantuan Minho. Ia pandai sekali mengelabui antek-antek Veri.
Mengalihkan sebagian fokus mereka hanya pada Annastasia, kemudian melemahkan penjagaan sekolah. Anak-anak biasanya lebih nekat daripada bodyguard terlatih. Mereka lebih suka berpikir banyak di banding melakukan apa yang langsung atasan suruh.
"Ini mengkhawatirkan, apa kita perlu menyusulnya?" tanya Pak Steven. Crystal Dinsa yang lain mengangguk setuju walau guru Bokju nampak masih berpikir. Ini mungkin terlalu berbahaya bagi Nam Taemin dan Annastasia.
"Besok... Saja," ucap guru Dinda. Ia sudah mempertimbangkan semuanya. Mengenai apa yang akan Nam Taemin lakukan walau dirinya pun masih ragu.
Apalagi saat ia menerima beberapa hasil tes dari psikolog sebelumnya di Korea. Nam Taemin memang orang yang jarang sekali berpikir.
Sama halnya dengan Veri bila sudah terobsesi sesuatu, maka ia harus mendapatkannya. Guru Dinda tahu keinginan Nam Taemin hanyalah Kim minji.
Namun menurut penelusuran temannya atau lebih tepat Ibu Minho di Korea sana. Kim Minji... Sedang dalam masalah besar.
Guru Dinda harus mengalihkan perhatian Nam Taemin agar ia bisa fokus pada sekolahnya dan Annastasia. Dirinya hanya harus mencegah Nam Taemin mendapat kabar mengenai keadaan Kim Minji atau ia nekat pulang ke Korea tanpa menyelesaikan pendidikannya.
"Sedikit rumit memang nantinya... Tapi, kita harus tegar, menghadapi banyak hal," jelas guru Dinda. Nana menggosok lengannya— cemas. Takut Anna kenapa-kenapa, kemudian ia hanya duduk diam serta tidak melakukan apa-apa untuknya.
"Sampai pagi?" tanya Minho. Ia juga cemas sebab waktu yang guru Dinda ulur terlalu lama. Apalagi Minho tidak bisa menghubungi keduanya. Melacak keberadaan Nam Taemin, atau meminta Ibunya untuk mencari ID posisi ponsel yang memang mati.
Entah kehilangan daya ataupun memang sengaja dimatikan, namun biasanya Nam Taemin tidak pernah kehabisan baterai ponsel. Yang Minho pikirakan, mungkin kakaknya memang sengaja mematikan ponsel sebab ada seseorang yang ia curigai di sini.
Minho kemudian menatap guru Dinda. Sesuai pengalaman dan juga tragedi yang pernah menimpa Kakaknya, sudah jelas guru Dinda bukan orang yang tepat untuk dipercayai. Motif mengapa ia ingin menguarkan kebusukan sekolah tempat ia mengajar itu sungguh aneh.
Apalagi aksinya ia lakukan saat Nam Taemin baru masuk ke dalam sekolah tersebut. Kenapa ia tertarik pada Nam Taemin, kenapa ia seperti menunggu Nam Taemin, kemudian kenapa tingkahnya bukan seperti guru ekonomi, wali kelas ataupun bimbingan konseling. Siapa... Dia sebenarnya?
Kemudian untuk waktu yang Nam Taemin serta Annastasia habiskan. Sudah tiga jam mereka melewati koridor gelap serta berdebu. Namun mereka benar-benar terjebak. Apalagi hawa dingin yang menyeruak dengan suhu tubuh panas mereka beradu kontras menyeruakan rasa khawatir di masing-masing jiwa.
Nam Taemin bahkan bukan menghindari suara langkah yang terdengar dari kejauhan, nanun sepertinya Nam Taemin malah menghampiri suara tersebut.
"Kamu... Tidak tahu jalan Nam Taemin?" tanya Anna. Sudah cukup ia menyidik tingkah serta raut wajah Nam Taemin yang sama ganarnya.
"Ne," ucap Nam Taemin. Annastasia terperangah dengan jawaban Nam Taemin yang tadi sungguh menyakinkan bahwa dirinya hafal betul lorong sekolah.
"Ya! Nam—"
"Jangan khawatir, aku ingat-ingat lupa," sahutnya. Anna mengembuskan napas kasar hingga menyeka keringat di dahinya. Menepis lengan Nam Taemin yang sedari tadi terus mengenggam lengannya.
Annastasia menatap nyalang Nam Taemin yang langsung begernyit karena mode Hugomnnya sebentar lagi keluar.
"Kunci apa yang kau cari sampai kita mau-mau saja tersesat seperti ini Nam Taemin?" tanya Anna.
"Ruangan rahasia sekolah," sahutnya. Annastasia menjulurkan lengan dengan satu lagi berkacak pinggang sampai Nam Taemin berpasrah memberikan dua buah kunci yang diikat kain putih.
"Untuk apa pergi ke ruang rahasia yang jelas-jelas tidak boleh dikunjungi siswa?" tanya Anna kembali. Ia harus paham sejarang juga kenapa ia mau dan percaya pada Nam Taemin yang mengedarkan pandangan.
"Hanya hantu yang akan mendengarmu di sini Nam Taemin," tekan Anna. Nam Taemin menggosok hidungnya. Ia mendapat interogasi ringan pada ruangan yang sudah seharusnya di bersihkan. Bisa flu sepulang dari sini.
"Di sana mungkin saja ada dokumen rincian keuangan dan uangnya... Namun masih dugaan."
"Kau ingin merampok sekolah Nam Taemin?"
"Bukan Anna— ssi. Aku memerlukan dokumennya. Ini juga baru dugaan, namun... Sekolahmu terlibat korupsi."
To Be Continued...