"Mau kupotong seratus ribu karena kau terlambat beberapa menit Seonsaengnim?" tanyanya. Anna yang tengah terpaku dipijakan itu benar-benar tidak tahu harus melakukan apa. Ia merasa senang sekali Nam Taemin kembali. Namun marah juga sebab Nam Taemin benar-benar mempermainkannya.
Begitupun dengan Nam Taemin sendiri yang menghela napas. Ia terpaksa beranjak keluar kemudian membuka pintu untuk Hugom yang tengah merunduk— malang. Ia bahkan menggerutu frustasi sebab tidak bisa meninggalkan Anna.
"Mianhae," ucap Nam Taemin.
*Mianhae (Maaf)*
Anna beranjak naik saat Nam Taemin baru saja akan menyapa punggungnya. Menarik pintu yang masih Nam Taemin pegang hingga pemiliknya tercekat sebab hampir saja terjepit. "Hugom memang berbeda," keluh Nam Taemin.
***
"Jadi... Kamu harus punya nilai sempurna untuk kembali ke Korea?" tanya Sirena. Minho yang merupakan adik dari Nam Taemin itu mengangguk. Sebenarnya ia sudah lama tinggal di Indonesia. Namun berhubung Nam Taemin sewaktu SMP sedang menghadapi ujian dari Ayahnya.
Minhi tinggal di Korea dan lulus SD di sana. Dua tahun berada di Indonesia, kemudian menyelesaikan studi SMP di sana. "Dan sekarang, ujianku adalah punya nilai sempurna di sini," jelas Minho. Sirena dan teman lainnya menggeleng— ngeri untuk ketegasan Ayah dari anak blasteran ini.
Ia juga mengatakan bahwa dirinya lebih terbuka di banding Nam Taemin yang selalu mengurus apa-apa sendiri. Sejak Ibunya meninggal kemudian Ayahnya menikah lagi dan melahirkan dirinya. Nam Taemin jarang berada di rumah. Itupun cerita Ibunya.
Keluhan Minho selama tinggal bersama Kakaknya di sini, adalah ia yang tidak pernah berbicara walau MinHo mencoba untuk terus memulainya. "Kurasa dia membenciku," ucap Minho. Setidaknya ia mencoba menumpahkan keluh kesah yang dirinya tahan sebab tidak punya teman.
Untung saja anak-anak yang kini tengah berkerumun memperhatikan cerita Minho berlapang dada mendengarkannya. Padahal ia sebelumnya tidak mengatakan bahwa dia anak blasteran atau berasal dari keluarga berada. Bahkan ia datang dengan penampilan sesederhana mungkin. "Kamu tinggal di mana?" tanya Sirena.
"Arcamanik, mau main ke rumahku?" ajaknya.
***
"Sudah paham sampai sini?" tanya Anna. Nam Taemin mengangguk untuk pelajaran matematika yang ia lakukan di parkiran sekolah. Namun fokusnya malah teralihkan dengan Anna yang meremat rok abu-abu sembari memejam dan mengeraskan rahang. "Wae?"
*Wae? (Kenapa?)*
"Kamu dari tadi ngangguk dan hanya mendengarkan saja. Niat belajar gak sih? Nanya kek!" gerutu Anna. Sedari kemarin Nam Taemin selalu mengangguk setiap ia menjelaskan. Ia seperti tengah berbicara dengan tembok saja. "Kan paham..."
"Mana ada sekali menjelaskan langsung paham!" bentak Anna. Nam Taemin jadinya bingung harus bagaimana tatkala melihat manik Anna yang melebar. Hugom satu ini sungguh sangat tidak bisa dimengerti. Seharusnya ia bangga punya murid yang langsung memahami maksudnya.
"Ya udah, coba jelasin lagi..."
"Gak mau! Cape ngomong sama tembok!" sahutnya. Anna menutup buku paket kemudian mengedarkan pandangan saat akan keluar dari mobil Nam Taemin. Bahkan pemiliknya saja masih berkedip bingung. Seonsaengnim satu ini mungkin akan merepotkan muridnya nanti.
Nam Taemin membuka pintu mobil hingga Anna dengan cergas menarik Nam Taemin yang akan keluar. "Ya! Neo michyeosseo!" tekan Anna.
*Neo michyeosseo (Kamu gila)*
Bisa-bisanya Nam Taemin akan keluar bersama dengan dirinya. Sering-sering tobat deh kalau sama Nam Taemin. "Anna— ssi."
"Tunggu lima menit, baru kamu keluar," ucap Anna. Ia mneggedarkan pandangan kembali sampai Nam Taemin mangap-mangap ingin berbicara namun malah memejam sabar saat Anna dengan cekatan keluar. Sudah sesuai kesepakatan bahwa ia tidak akan ambil pusing mengenai Veri saat dirinya belajar bersama Anna.
Apalagi Nam Taemin bisa melihat jelas dari spion mobil tatkala Abna berlari hingga tersandung batu. Jatuh terperosok akibat tingkahnya sendiri. Bahkan Anna langsung berdiri dan berlari menuju kelas saking takutnya bertemu Veri.
Minho yang tengah memperhatikan mobil Kakaknya itu nampak tertegun saat Anna. "Dia kakakmu Sirena?" tanya Minho. Sirena mengangguk sebab ia pun tidak akan protes tatkala Anna terjatuh barusan. Mereka berdua yang tengah memperhatikan lapangan parkir itu malah mangut-mangut tidak jelas.
"Eum... Aku boleh minta tolong?" tanya Minho. Sirena menaikan satu alis tatkala Minho terlihat menaikan kedua sudut bibir sebab pelangi baru saja melintas dalam otaknya.
***
Anna terlihat resah hingga ia mengetukan jemari pada meja belajarnya. Pikiran mengenai adakah anak buah Veri yang melihat dirinya saat keluar dari mobil Nam Taemin itu semakin menghantuinya. Di mana pria pemilik BMW putih muncul sesuai request Anna setelah lima menit baru keluar.
Nam Taemin melempar plester ke depan meja Anna kemudian berlalu menuju mejanya. "Es!" panggil Veri. Anna tercekat saat tubuhnya terasa menegang. Kenapa Veri sudah ada di sini padahal teman-temannya belum ada yang sampai ke sekolah. "Ve–Very... Kapan—"
"Kamu kenapa Es?" potong Veri. Ia melihat kening Anna yang nampak berkeringat banyak. "Lari ke sekolah?" tanyanya lagi. Anna mengangguk saja sebab ia memang berlari saat ke kelas tadi.
"Ayo sini..." Veri menarik lengan Anna hingga spontan Anna berdiri namun malah kehilangan keseimbangan.
Veri tertegun tatkala wanita itu terperosok hingga menambrak meja. Menelungkup dan meringis pelan. Veri lantas berlutut untuk memeriksa kaki lemahnya barusan. "Kamu jatuh Es?" tanya Veri. Anna mengangguk sampai ia tercekat sebab Joshua memegang kakinya. "Hu—"
"Aku mencoba untuk menolongmu Es..." potong Veri. Anna selalu berdakwa mengenai interaksi perempuan dan laki-laki dalam agamanya. Tentu saja Veri tidak mau mengerti sebab ia penganut ajaran lain yang bahkan biasa saja bila manusia saling berkecup atau seranjang tanpa menikah.
Bukan maksud Veri juga ingin meremehkan kepercayaan Anna. Ia selalu berusaha bersikap hanya agar Anna bisa menerimanya. "Hu... Hu—" Anna memejam tatkala Veri mengangkat tubuhnya tanpa memperdulikan tepukan pelan dari Anna.
"Dengar Annastasia... Kau tidak boleh terluka tanpa seizinku," ucap Veri. Masa bodoh dengan pandangan semua siswa. Joshua membawa Anna menuju UKS yang berada di antara gedung MIPA dan IPS. Di mana Nam Taemin menyeringai hingga terkekeh geli.
"Memang orang gila..." ucapnya. Nam Taemin menyandarkan tubuh lelah hingga menengadah sembari memejam. Membayangkan wajah Kim Minji.
"Aku dalam masalah... Chagiya, nal gidalyeo."
*Chagiya, nal gidalyeo (Sayang, tunggu aku)*
"Hu... Malu..." lirih Anna. Ia meremat seragam Veri kala para siswa heboh saat dirinya lewat bersama Veri yang berjalan santai.
"Makanya hati-hati..." ucap Veri. Anna memejam untuk menyembunyikan rasa malunya.
Berdo'a supaya teman-teman serta Sirena tidak melihat kejadian ini. Apalagi Ayahnya. Bisa dapat cambukan nanti bila ia tahu anna digendong oleh seorang pria. Bahkan saat sampai ke UKS. Tubuh Anna malah bergetar sebab Veri menarik roknya. "Hu—"
"Es, aku hanya mengobatimu..." ucap Veri. Ia meraih kotak obat dan duduk di hadapan Annastasia yang tengah berada di pinggiran ranjang pasien. "Tapi Hu—"
"Diam Es!" tekan Veri. Ia hampir saja ingin marah sebab Anna benar-benar jual mahal padahal dirinya hanya mencoba untuk membantu. Menaikan rok hingga lutut Anna sampai pemiliknya memejam— malu. Namun bukan pada Veri...
"Hu..." lirih Anna. Veri tidak mengindahkan Anna yang tengah meneteskan beberapa bulir pada roknya. Ia hanya berfokus dengan membubuhkan antiseptik pada lutut Anna dengan luka yang cukup dalam sebab terantuk paving block— keras.
Veri bahkan meniupnya walau Anna malah berfokus pada rintihan di banding rasa perih yang menjalar sebab Veri menaikan rok. Padahal hanya sampai lutut. Bagaimana bila Joshua menaikannya sampai paha.
Veri juga baru saja akan membentak Anna sebab air matanya terlalu berderai untuk hal sepele seperti ini. Walau tiba-tiba ponselnya berdering dengan Ayah yang meminta kehadirannya sekarang juga di kantor. Veri menatap sejemang Anna yang menyeka wajahnya.
"Tunggu sampai aku kembali. Awas aja kalau pergi," ucap Veri. Ia berlalu meninggalkan Anna yang meruduk. Berbelok ke arah kiri untuk bisa tiba di ruangan Ayahnya dalam waktu singkat. Sedangkan Nam Taemin yang tengah bersandar di tembok sebelah kanan itu bisa mendengar...
Anna yang menahan isakannya. Hingga setelah merasa Veri sudah jauh. Anna menambah volume rengekan tertahan yang ia lakukan tadi. "Ayah..." rintihnya. Anna menepuk dada hingga meremat seragam.
Setiap hari terasa menyesakan bila ada Veri. "Tolong..."
Bersambung...