Chereads / The Magic Place: The Fighter / Chapter 2 - Haste, Enchance

Chapter 2 - Haste, Enchance

Sebuah kediaman mewah bak sebuah istana yang megah berada di hadapannya. Arsitektur gaya barat dan timur yang disatukan membuatnya terlihat semakin indah jika dilihat dengan teliti.

Namun itu hanya bagian luarnya saja, ketika ia masuk kedalam istana itu, itu sungguh berbeda dari ekspektasinya, isinya dipenuhi dengan barang-barang elektronik yang terlihat seperti markas agen rahasia, walau sebenarnya organisasi ini memang dirahasiakan dari masyarakat biasa.

"Yang kau lihat baru sebagian, dan untuk sebagiannya lagi bisa dilihat nanti, aku ekan melatihmu pengetahuan dasar tentang sihir sekarang juga, Leon, ruangan latihan sudah dikosongkan?" Ia segera menoleh pada pelayannya yang daritadi mengikuti mereka dari belakang dan juga orang yang menemani mereka di mobil.

"tentu saja sudah nona, bahkan sebelum kita sampai, saya sudah mengosongkannya." Ia adalah pelayan yang sangat loyal pada Elia entah kenapa.

"Baiklah, kau duluan saja menuju tempat latihan itu, Leon akan memandumu menuju tempatnya." Setelah itu, ia meninggalkan mereka berdua.

***

Leon berjalan di depan memandu jalan dari rumah tersebut menuju lapangan latihan bawah tanah.

Zetta berjalan di belakangnya dan memandangi pria tua tersebut dari belakang, pria yang berdiri tegak dan terlihat seperti orang yang ramah.

"Tuan Leo-"

"Panggil saja Leo tuan."

"Baiklah kalau begitu. Hm, maaf jika pertanyaanku mungkin sedikit pribadi, tapi sepertinya kau sangat loyal pada Elia, ah jika kau tak ingin menjawab juga tak apa, aku hanya penasaran." Zetta tertawa canggung dan menggaruk bagian belakang kepalanya.

"Tidak perlu canggung, kebanyakan orang di organisasi telah mengetahuinya, singkatnya saya dipungut oleh nona Elia dari organisasi lain yang telah hancur, walau saya adalah orang yang tak berbakat." Wajahnya menampilkan ekspresi yang bersyukur sekaligus wajah yang penuh rasa sedih.

Zetta segera merasa canggung setelah itu, ia sadar seharusnya tak menanyakan hal yang berkaitan dengan masa lalunya. Karena ia sangat loyal pada Elia, tentu itu berkaitan dengan masa lalunya.

Namun pandangannya terhadap Elia sedikit berbeda dengan ia yang berada di sekolah dengan ia sebagai anggota organisasi misterius ini.

Jika di sekolah ia dilihat sebagai orang yang baik dan terlihat menyenangkan, di tempat ini ia lebih memandangnya sebagai orang yang memiliki dominasi, walau di sekolah pun dominasi yang ia miliki tetap sama.

Entah kenapa, ada suatu perasaan yang mengganjal di dalam hatinya yang selalu memanggil sebuah kenangan yang telah lampau, namun itu adalah hal misterius yang tak ia ketahui.

"Kita sudah sampai tuan, karena itu saya akan pamit undur diri." Leon membungkuk dan segera pergi dari tempat itu.

Ruangan yang berbentuk balok yang memiliki luas yang sama dengan sekolahnya, dan dari bahan-bahan yang digunakan pada dinding-dinding itu terlihat sangat mahal baginya.

Namun setelah menunggu selama beberapa menit, ia masih belum melihat tanda-tanda kedatangan Elia.

Entah apa yang dilakukan gadis itu saat ini. Namun mengingat apa yang ia baca dalam beberapa cerita fiksi yang ia baca, sihir harus dibangkitkan terlebih dahulu sebelum dapat menggunakannya.

"Baiklah, pejamkan mata dan tarik napas dengan tenang," gumamnya sambil melakukan meditasi dengan posisi duduk bersila.

dalam pejaman matanya, sebuah energi terlihat mengalir, seluruh tubuhnya pun mulai merasakan aliran tersebut. Sihir memenuhi tubuhnya dengan cepat tanpa hambatan.

Memang seharusnya orang yang berbakat dapat melakukannya dengan mudah, namun Zetta tak menyangka bahwa membangkitkan energi sihirnya akan semudah ini.

Matanya terbuka, seorang gadis dengan celana olahraga dengan kaus tanpa lengan yang ketat berada di hadapannya, menatapnya dengan tatapan yang puas.

"Sepertinya kau puas dengan bakatku ini." Ia menyunggingkan senyumnya sebagai respon dari tatapan puas dari Elia.

Elia menggeleng pelan dan memunculkan senyuman walau mata kosongnya tetap tak berubah. "kau jauh melebihi ekspektasiku, dan jika dilihat dari auramu, sepertinya kau berbakat dalam sihir yang berhubungan dengan kekuatan dan kecepatan, dengan bakat seperti ini, sepertinya kau tak bisa menjadi pelayanku."

"Cih mana mungkin aku menjadi pelayanmu. Tapi Kau benar, aku memang merasa memiliki sebuah koneksi dengan dua hal tersebut." Ia berdiri dan mengucapkan beberapa kata.

"Haste 3×"

"Enhance 3×"

Dua mantra dasar yang berhubungan dengan kecepatan dan kekuatan, semua penyihir di dunia harus memiliknya sebagai bentuk kehati-hatian jika diharuskan bertempur jarak dekat.

Namun terkadang, ada seseorang yang tak bisa menggunakan kekuatan sihir fisik, ia akan menggunakan kekuatan sihir dalam bidang lain untuk membantunya.

Contohnya seperti membuat zirah dari elemen atau menggunakan sihir elemen untuk pengganti sihir gerakan seperti haste.

Dan ada dimana seseorang tak dapat menggunakan sihir selain sihir fisik, dan nampaknya, Zetta mengalami hal tersebut.

Namun hal itu tak berarti buruk. Menurut Elia, Zetta dapat menggunakan Sihir haste dan Enchance hingga ke tahap dimana bahkan sebuah bom nuklir tak dapat menembusnya.

Masalah utama yang ia miliki adalah hanya untuk menahan peluru dari senjata api saja, itu memerlukan setidaknya enchance 7× dan untuk menyamai peluru, setidaknya memiliki haste 5×.

Namun jika dilihat dari awalnya saja, Zetta sudah dapat menggunakan kedua sihir itu dengan kekuatan 3× lipat, dan mungkin hanya dalam beberapa bulan, ia sudah dapat mencapai 10× lipat.

Selagi melamun memikirkan beberapa hal, sebuah ketukan pada pintu membuat dirinya tersadar kembali pada realitas.

"Biar aku yang membukanya." Secara mengejutkan, Zetta bergerak dari tengah ruangan yang berjarak 50 meter dari pintu kurang dari sedetik.

Zetta terkejut dengan kecepatan miliknya saat ini, untungnya ia masih bisa mengendalikannya, Elia yang berada di tempat itu pun ikut terkejut juga.

Namun ketukan kembali terdengar, membuat keduanya lepas dari efek terkejut. Zetta segera membuka pintu.

Seorang pria culun dengan kacamata di hadapan pintu terlihat menatapnya dengan tatapan takut.

"Ada yang bisa kubantu?" Zetta hanya bisa memberi senyuman pada pria itu, namun ia terlihat semakin berkeringat.

"Hey Zetta, tunggu sebentar." Elia mendekat dan hanya melihat wajah pria itu, lalu ia mengangguk seperti paham akan sesuatu. "Kau boleh pergi."

Tepat setelahnya, pria itu segera lari menjauh hingga tak terlihat lagi.

"Jadi? Apa yang terjadi?" Zetta segera bertanya pada Elia setelah ia mengeluarkan anggukan kecil seperti tadi, seharusnya ada suatu informasi sentah itu penting atau tidak.

"Bukan hal besar, aku hanya disuruh membawamu ke hadapan ketua divisi 10 atau yang biasa dikenal sebagai divisi penyelidik."

***

Mereka berdua masuk ke sebuah ruangan dengan pintu yang terbuat dari logam dan memiliki banyak pengaman yang kuat.

Seorang pria tua dengan rambut dan janggut panjang yang telah mutih, duduk di sebuah kursi sembari membaca kurang lebih 30 buku sekaligus.

Ia mendelik pada mereka berdua yang baru saja sampai di tempat itu. "Oh, hoho maafkan Ketidaksopanan pria tua ini karena tak menyambut dua bintang muda yang akan bersinar ini."

"Tak perlu berbasa-basi, aku memanggil kalian berdua kesini hanya untuk satu hal, yaitu untuk sebuah misi rahasia." Matanya menatap tajam pada mereka berdua.