Chereads / My Sugar Lady, Coose Me / Chapter 11 - Sebuah Tanda Kepemilikan

Chapter 11 - Sebuah Tanda Kepemilikan

Bella meregangkan kedua otot-otot lengannya, sesekali menguap kecil kala ayam tetangga sudah berkokok dari tadi. Dengan keadaan yang masih acak adul, gadis itu mengambil handuk di belakang pintu, keluar dengan rambut yang semraut, piyama yang masih melekat serta tentu saja jigong dan iler masih menempel.

Sepanjang di jalan, gadis itu sesekali menguap sambil mengaruk-garuk kepalanya. Entah mengapa tidur semalam begitu nyenyak hingga ingin rasanya Bella kembali tidur sampai mahatari sudah meninggi. Namun, mengingat dirinya bukan orang kaya membuat Bella harus berjuang demi mencangkupi kehidupannya.

"Baru bangun, lo?" ujar Sari yang tengah memasak nasi goreng untuk tunangannya.

"Iya, nih. Kayaknya terlalu capek jadi tidur aku sesiangan." Jawab Bella sekenannya, bahkan gadis ituu sambil menguap kecil. Melangkahkan kakinya masuk ke dalam kamar mandi.

Tiga menit duduk di atas closet sekadar untuk mengumpulkan nyawanya terlebih dahulu. Di rasa sudah cukup, gadis itu segera berdiri untuk mencuci muka, tepat saat itu, Bella menyergit heran.

Tubuhnya sedikit di majukan ke depan agar apa yang ia lihat terlihat. Dan, saat apa yang tetera di sana membuat tubuh Bella panas dingin, tangannya terulur dengan gemetar menyentuk di area lehernya, sebuah tanda kemerahan yang terlihat nyata.

Bella sontak menjauhkan diri dari cermin, menatap pantulann diri sendiri di cermin dengan pandangan tak biasa. Lagi, gadis itu memajukan tubuhnya sambil meneliti bekas itu dengan saksama. Dan Bella menjerit jika apa yang ada di lehernya adalah sebuah kismark seseorang, tapi milik siapa?

"Bella, lo nggak apa-apa?"

Teriakan Bella yang frontal mengundang Sari yang khawatir. Bella sedikit menoleh ke arah pintu, menghembuskan napasnya. "Aku nggak apa-apa, Teh!" seru Bella menjawab.

"Lo mah, bikin orang serangan jatung aja!"

Dari dalam Bella mendengar jika perempuan yang lebih tua darinya tengah mendumel. Lalu kini, perhatian Bella terpusat pada sebuah tanda kemerahan dengan hal yang di luar nalar. Bagaimana pun juga, ia tidak memiliki pacar atau kenalan cowok, saat malam pun Bella selalu mengunci semua aset masuk ke kamar, terus kenapa tanda ini bisa ada?

Bella mengacak-acak rambutnya frusrasi, bagaimana caranya untuk menutupi bekas ini? Lagi pula, Bella bukan orang bodoh yang tidak tahu tanda yang ada di lehernya, jika itu gigitan serangga mana bisa berwarna merah keunguan kecuali, manusia?

"Agr! kenapa ini merumitkan?" desah Bella sambil mengacak-acak rambutnya lalu memilih untuk segera mandi sebelum ia terlambat kerja.

Setelah di rasa sudah wangi, Bella segera keluar, tidak lupa ia menutup tandaa itu denga handuk agar penghuni kosan tidak melihatnya. Berjalan mengendap--endap seperti maling membuat Bella tidak punya pilihan melakukan hal itu agar tidak ada yang melihat penampilannya. Namun, di belokan hendak ke kamar, Bella berpapasan dengan Ryu yang hendak ke dapur.

"Belum siap-siap aja kamu, Bel?"

Bella menanggapinya dengan senyuman. "Kesiangan Mbak. Yaudah, Bella ke kamar dulu."

Belum sempat melangkah, Bella kembali menoleh ke belakang saat Ryu menariknya. "Eh, Bel kamu liat Ares, nggak?"

Alis Bell mengerut tajam. "Ares? Bella aja baru bangun terus langsung mandi, nggak liat Ares dari pagi. Kenapa mbak Ryu nanya atuh orang?"

"Tadi Ara bilang ke aku, seharian Ares nggak bisa di hubungi dan malam pun Ares nggak pulang. Kamu tau nggak kemana Ares?" tutur Ryu menjelaskan.

Mendengar penuturan Ryu membuat Bella berpikir sejenak. Tumben sekali pria itu tidak pulang ke kosan, biasanya pria itulah yang datang paling awal yang datang dari penghuni kosan yang lain.

"Bella nggakk tau Mbak, apa tuh orang ada masalah pribadi jadi butuh waktu untuk sendirian?" cetus Bella sekenannya. Mungkin saja hal itu terjadi, pasalnya dari penglihatannya, Ares adalah tipe orang yang tidak mau orang lain tahu masalahnya.

"Bisa jadi. Yaudah sana siap-siap, jangan sampai terlamat kerja."

Bella pun mengacungkan jempol pada Ryu lalu segera masuk ke dalam kamar untuk bersiap-siap. Hanya butuh waktu tiga puluh menit gadis itu keluar dan segera memesan ojek online. Namun, saat hendak keluar Bella malah tidak segaja menabrak seseorang yang hendak masuk.

Saat mendongak, Bella dikejutkan oleh kehadiran Ares yang tampak berantakan. Wajah pria itu tidak terlalu bersahabat, begitu datar serta tatapan bak elang. Tanpa ada perdebatan kecil seperti biasanya, pria itu langsung masuk ke dalam mengabaikan tatapan Bella yang tidak percaya.

"Dia kenapa?" tanya Bella dengan banyaknnya pertanyaan di pikiran, tapi lamunannya buyar akan suara tukang ojek yang sudah dipesan. Dengan terburu-buru Bella menghampiri tukang ojek yang sudah menunggu di gerbang.

***

Jam makan siang. Bella yang kini berada di dapur kantor untuk membuat beberapa kopi para karyawan. Di jam kali ini banyak sekali mereka meminta di buat kopi bahkan teh.

"Bella, masih sibuk, ya?"

Seruan itu membuat Bella menoleh, memberikan senyuman ramah pada sosok pria yang memakai setelan kemeja biru. Duduk di salah satu kursi tidak jauh dari Bella.

"Eh, pak Age, mau dibuatkan kopi juga?"

"Saya tidak suka kopi, Bel."

"Oh, lalu pak Age mau dibuatkan apa biar Bella buatkan."

Pak Age si kepala direksi yang statusnya masih jomblo, paras yang menawan, tinggi serta mapan tentunya membuat beberapa karyawanti serta beberapa satu devisi seperti Bella iri dengannya. Iri karena bisa dekat dengan Pak Age.

"Bisa buatkan saya coklat panas?" ujarnya dengan senyuman yang tidak pernah pudar dari bibirnya, pria yang begitu murah senyum adalah idaman banyak wanita.

"Tentu. Tunggu sebentar, ya pak."

Bella pun menyeduh air panas terlebih dahulu, sambil menunggu pak Age selalu mengajaknya berbicara, mengobrol tentang semua hal. Hingga, seseorang datang membuat Bella dan pak Age mengalihkan pandangan ke sumber suara.

Ares datang dengan setelan pakaian kantor yang lengkap. Jas hitam yang terbuka, kancing atas sengaja di lepas bahkan tidak memakai dasi, di padukan oleh kemerja putih membuat penampilan Ares terlihat berantakan tapi sedikit seksi.

Bagaimana pun juga, tidak ada yang menandingi ketampanan sosok direktur utama di saka grup. Bella yang awalnya tidak tahu jika direktur utama adalah Ares. Namun, berkat Sari membuat Bella tahu. Dan yang masih menjadi Bella bingung, direktur utama nge-kos? Aneh sih tapi itulah Ares.

"Iya, pak Ares?" Sebagaimana pun hubungannya dengan Ares di kosan tidak baik-baik, Bellla tetap bersikap profesional pada pekerjaanya.

"Buatkan saya kopi dan taruh di meja saya lima menit dari sekarang." Ucap Ares tanpa ada sedikitpun ekspresi yang pria itu tunjukan.

"Tapi-"

Bella yang belum sempat mengatakan jika waktu lima menit tidaklah cukup, belum lagi memanasi air terlebih dahulu serta jarak antara kantor direktur utama ada di lantai paling atas. Ares sudah pergi meninggalkan dapur dengan wajah datar sedatar kanebo.

"Sudah, Bel. Air yang kamu masak tadi buat bikin kopi pak Ares saja. Nanti setelah itu kamu buatkan aku coklat panas lagi. Udah sana, sebelum pak Ares marah," tutur pak Age yang begitu pengetian.

"Maaf, ya pak Age. Bella buatkan kopi pak Ares dulu,"

Setelah membuat kopi sesuai perintah Ares, Bella bergegas mengantarkannya ke ruangan direktur utama. Tepat di lantai sepuluh, gedung paling atas, ruangan kerja bagi para atasan. Bella menyelusuri koridor gedung dengan membawa secangkir kopi.

Kini, kaki jenjang Bella berhenti di depan pintu coklat bertulis direktur utama. Bella pun mengetuk pintu sebanyak tiga kali tapi tidak ada jawaban dari dalam. Melihat tinggal satu menit lagi membuat Bella nekat masuk.

"Eugh?"

Air wajah Bella berubah melihat apa yang terjadi di depannya.

"Bella?"