Chereads / My Idol Is A Werewolf / Chapter 14 - Chapter 14

Chapter 14 - Chapter 14

Chapter 14.

Suasana malam itu begitu berbeda dari biasanya. Hari yang begitu terik kini berganti malam bercampur semilir angin yang berhembus cukup kencang.

Seorang pemuda dengan langkah cepat, tidak dia sedikit berlari dan terus menambah kecepatannya. Pemuda itu berlari menuju tengah-tengah hutan. Lalu, di belakangnya terdapat beberapa orang yang juga sedang berlari kencang.

Mereka bukan hanya berlari beberapa meter saja, tetapi puluhan bahkan mungkin ratusan ribu kilometer tanpa henti. Sudah melewati beberapa daerah, kota bahkan mungkin negara.

Tepat di depan sebuah bebera pohon yang menjulang tinggi, usia pohon-pohon tersebut sekitar puluhan tahun bahkan mungkin ratusan tahun.

Para pemuda-pemuda ini terus berlari, bahkan mereka memanjat pohon-pohon tersebut dengan cara berlari. Langkah mereka tetap stabil meski kondisinya tidak datar seperti di tanah.

Ketika sampai di pucuk masing-masing pohon, mereka pun melompat setinggi mungkin. Di saat bersamaan pula, cahaya berwarna jingga muncul dari udara. Para pemuda itu langsung tersenyum ketika cahaya itu bersinar terang menerpa mata mereka.

Cahaya yang terpancar semakin terang, saat itu juga mereka berlomba untuk bisa mencapai cahaya tersebut. Dalam waktu yang bersamaan, kelima pemuda itu menghilang dilahap oleh cahaya Jingga tersebut.

Kemana mereka?

***

Di tempat berbeda, seketika Lars terbangun dari tidurnya dan merasakan ada sesuatu yang aneh sedang mencoba untuk menyerang dirinya. Lars meraih gelas air yang terletak di atas meja, dengan terburu-buru Lars meminum air yang terdapat di dalam gelas sampai habis.

"Siapa mereka, mengapa aku merasa kalau mereka memiliki niat buruk padaku? Lalu, kenapa mereka memancarkan aura hitam yang membuatku menjadi tidak nyaman? Ada apa ini?"

Lars semakin ketakutan karena bukan pertama kalinya dia melihat seseorang yang memiliki aura jahat. Sebelumnya, Lars pernah melihatnya ketika dia tanpa sengaja melihat seorang murid yang juga memancarkan aura jahat, seperti yang ada di mimpinya tadi.

Lars melepaskan selimut yang membalut tubuhnya. Kedua kakinya segera menapak pada lantai, Lars memposisikan tubuhnya untuk berdiri, selanjutnya dia berjalan menuju jendela yang masih belum ditutup gorden itu.

Biarpun memiliki gorden, tetapi Lars jarang sekali menutup jendelanya. Dia lebih suka jendelanya terbuka seperti dengan begitu, dirinya bisa melihat bintang-bintang dari balik jendela.

"Lima orang pria yang memiliki aura sama. Kedua mata mereka memancarkan cahaya merah yang sangat menakutkan. Masing-masing dari mereka memiliki tanda di bagian lengan kanan dan kiri, pipi, kening, dan dada."

Sedikit demi sedikit Lars mencoba mengingat kembali mimpinya itu. "Aku belum pernah melihat seseorang yang memiliki tanda seperti mereka serta mata yang bercahaya itu. Mungkinkah mereka manusia atau monster?" pikir Lars, sambil duduk di kursi yang ada di depan kamarnya.

Lars mengelah napas panjang. Pikirannya seolah dibawa ke dunia fantasy. Benar, yang dilihatnya tentu tidak ada di dunia nyata, melainkan manusia yang ada di dunia dongeng jika melihat dari ciri-ciri mereka.

Lars mengerutkan keningnya, entah kenapa dia merasa kepalanya begitu sakit dan seolah merasa kehadiran mereka di dalam mimpinya, seperti sebuah pertanda dan Lars juga merasa kalau kedatangan mereka ada hubungannya dengan dirinya. Entahlah.

Lars beranjak dari tempatnya, langkahnya membawa dia keluar dari kamar, mencoba menelusuri setiap anak-anak tangga. Lars melihat sejenak jam yang terpajang di dinding.

Waktu masih menunjukkan pukul. 23:45 menit, tandanya belum tengah malam. Namun, Lars sudah terbangun. Biasanya Lars bangun disekitaran jam tiga dini hari dan dia tidak tidur lagi sampai pajar tiba.

Namun, malam ini entah kenapa dia terbangun dan itupun disebabkan karena sebuah mimpi saja.

Lars pergi ke ruang makan, dia mencoba untuk mencari sesuatu yang dapat mengisi perutnya. Tanpa Lars sadari, memang dia merasa lapar. "Apa mungkin karena merasa lapar, sehingga aku tidak bisa tidur?" pikir Lars, sambil membuka lemari pendingin yang ada di sana.

Lars menemukan ada berbagai macam bahan makanan yang tersedia di lemari pendingin. Lars bergumam, merasa bingung ingin membuat makanan seperti apa, yang sesuai dengan selera lidahnya.

"Apa aku membuat pasta saja? Ada pasta, sayuran dan bumbunya pun sudah tersedia. Apa aku membuat itu saja?"

Lars masih memilah dan berpikir untuk membuat makanan yang seperti apa karena sesungguhnya, dia tidak pandai dalam hal memasak.

Namun, sebelum Lars menjatuhkan pilihannya dia terlebih dahulu mencari di lemari penyimpanan yang lainnya atau setidaknya di meja makan, karena biasanya ada sisa makanan di sana. Ketika Lars membuka penutup yang ada di meja tersebut, dia tidak mendapati ada makanan di sana. Akhirnya, Lars mencari di tempat yang lain.

"Kenapa hari ini aku sulit menemukan makanan, biasanya Ibu selalu menyisakan makanan untukku, tapi berbeda sekali dengan hari ini?" pikir Lars, sambil membuka satu persatu lemari penyimpanan yang biasa digunakan untuk menyimpan bahan makanan, seperti garam, penyedap dan lain-lainnya.

"Sepertinya aku memang harus membuat pasta saja."

Lars akhirnya menyerah, dia tidak bisa menemukan makanan di sana dan mau tidak mau harus memasak pasta. Sesungguhnya, ada banyak bahan makanan yang tersimpan di lemari pendingin, tetapi tidak ada satu pun dari bahan makanan tersebut yang dapat Lars olah menjadi makanan, hanya pasta-lah yang dapat Lars buat.

Lars kembali membuka lemari pendingin tersebut, tangannya segera mengambil satu bungkus pasta yang belum jadi tersebut dan dia juga mengambil beberapa jenis sayuran, yang biasa dimasak bersamaan dengan pasta. Tidak lupa, Lars pun mengeluarkan bumpu siap saji yang biasa dia pakai untuk memasak pasta.

Ketika Lars hendak pergi ke dapur, saat itu dirinya dikejutkan dengan kehadiran seseorang yang membuatnya langsung berteriak.

"Sayang, kenapa?"

Suara yang tidak asing di telinga Lars, membuatnya segera membuka mata. Lars pun mengelah napas lega, "Ibu ... Hampir saja Ibu membuatku jantungan, untung saja jantungku baik-baik saja," gerutunya sambil memajukan bibirnya.

Kedatangan Fanny yang secara tiba-tiba itu, membuat Lars terkejut, ditambah Fanny datang dengan memakai masker di seluruh wajahnya, yang hanya menyisakan mata, hidung serta mulutnya saja.

"Kamu bicara apa, Sayang? Jangan bicara seperti itu tidak boleh. Kamu ini anak yang sehat, jadi tidak mungkin kamu memiliki penyakit seperti itu," balas Fanny kesal, sambil menyentuh bahu kiri Lars.

Lars tersenyum canggung, sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Lalu, apa yang Ibu lakukan di sini? Kenapa, Ibu tidak tidur? Bukankah ini masih tengah malam?" tanyanya, sambil meletakkan sayuran yang sudah dikeluarkan dari lemari pendingin di atas meja terlebih dahulu.

Fanny melirik bahan-bahan makanan yang dibawa oleh Lars, "Kau ingin membuat apa, Sayang? Apa kamu sedang lapar?"

Fanny dapat menebak kalau yang dilakukan Lars di sini dengan beberapa bahan makan yang ada di tangannya, akan dia gunakan untuk memasak.

Lars mengangguk pelan, dia juga menambahkan kalau dirinya tidak bisa menemukan makanan di sini, sehingga dia berniat untuk memasak sesuatu yang sesuai dengan selera lidahnya dan juga mudah untuk dimasak.

Fanny tertawa kecil, dirinya juga baru teringat kalau Lars terbiasa bangun di malam hari karena lapar. Namun, Fanny lupa untuk menyisakan makana untuk Lars malam ini.