Chereads / My Idol Is A Werewolf / Chapter 6 - Chapter 6

Chapter 6 - Chapter 6

Chapter 6.

Di kota Ignea, siapa yang tidak mengenl Lars AF Dracas, pemuda berbakat dengan segudang bakat dan prestasi. Usianya baru saja menginjak delapan belas tahun, tetapi namanya telah dikenal seluruh penjuru negeri. Pria-wanita, tua-muda, semuanya mengenal Lars.

Pemuda bersuara emas, itulah gelar yang disematkan orang-orang pada Lars. Dengan kemampuan dalam hal bernyanyi, memabawa Lars meraih puncak ketenaran di usianya yang masih remaja.

Sudah banyak penghargaan yang Lars raih dari penjualan Album dan lain-lainnya. Dia dijuluki pria berwajah Giok karena parasnya yang tampan, membuat siapa saja yang melihatnya akan langsung jatuh cinta.

Hari Lars akan menjalani kehidupan seperti pemuda seusianya, yaitu bersekolah, karena kesibukannya di industri musik membuat pendidikan Lars sedikit terganggu. Maka dari itu Fanny serta Baron, menyarankan Lars untuk melanjutkan pendidikannya yang sempat tertunda, dan Lars tidak menolaknya.

Tepat pukul 09;00, Lars pun sampai di Academy School L 1485, tempat di mana Lars akan melanjutkan pendidikannya. 

Sekolah yang luasnya hampir dua hektar tersebut, nyatanya sudah dikelilingi lautan manusia yang sejak pagi menanti kedatangan Lars. Mereka yang mayoritas adalah wanita, sudah berdandan secantik mungkin untuk bisa berhadapan dengan Lars nantinya.

Mobil yang ditumpangi Lars mulai memasuki halaman depan sekolah. Baru mobilnya saja yang terlihat, tetapi para gadis sudah berteriak histeris.

"Berhenti, Pak!"

"Baik, Tuan Muda."

Lars meminta untuk supir berhenti di sana, dan mobil pun terparkir tepat di tengah-tengah lautan para murid wanita. 

Lars melihat ke semua orang dari balik jendela. Dia melepaskan kacamata hitamnya, melambaikan satu tangan saat itu juga para gadis langsung bereaksi.

Tentu mereka tidak datang dengan tangan kosong. Ada yang membawa buket bunga, coklat dan lain-lainya. Lars tersenyum tipis dari balik jendela. Dia sama sekali tidak menduga akan mendapat antusias yang luar biasa dari semua murid.

Supir pun keluar dari mobil, Lars pun tersenyum lebar sambil memakai kacamatanya kembali.

"Permisi Nona-nona, tolong beri jalan agar Tuan Lars dapat keluar," perintah pria yang kira-kira berusia tiga puluh tahun itu, agar para gadis mau memberikan sedikit jalan. Sebab, mereka telah berkerumun di dekat mobil Lars, yang mengakibatkan Lars sulit keluar.

Lars tersenyum hangat dari dalam mobil, senyumannya itu membuat suasa semakin kacau. Ada banyak dari mereka yang merasa lemas, bahagia saat Lars tersenyum. Hal tersebut membuat suasana di sana semakin tidak terkendali.

Mau tidak mau, para guru pun turun tangan untuk memberikan jalan. Mereka mendesak murid-muridnya untuk mundur, setidaknya memberi sedikit jalan untuk Lars.

Lars hanya bisa tersenyum di dalam mobil, sementara keadaan masih cukup ricuh. Lima belas menit berlalu, akhirnya kondisi terkendali. Lars pun bisa keluar dari mobil.

Dia menunjukkan pesonanya yang rupawan dan berwibawa. Parasnya tampan, senyumnya begitu manis dengan lesung pipi di bagian kiri.

Lars menyelempangkan tasnya, sambil melepaskan kacamata, seketika itu juga banyak gadis yang semakin lemas dibuatnya. Bukan lebay, tetapi pesona Lars memang dapat menghipnotis mereka semua.

"Terima kasih atas sambutan kalian semuanya, teman-temanku. Aku sangat senang karena bisa bersekolah di sini. Sejak lama aku ingin melanjutkan pendidikanku di sini dan hari ini pun terjadi. Semoga kalian semua dapat menerima diriku dengan baik. Terima kasih."

Lars memberikan sepatah dua patah kata sambutan untuk teman-teman barunya, sebelum akhirnya melangkah pergi menuju ruangan kepala sekolah.

"Mari, akan aku antar kau ke ruangan kepala sekolah."

"Terima kasih."

Salah satu guru menunjukkan dirinya di hadapan Lars, pemuda itu menyambutnya dengan senyuman hangat. Dia mengikuti langkah guru itu, yang akan mengantarnya ke ruang kepala sekolah.

Lars tidak ada waktu menyapa teman-teman barunya. Masih ada hal lain yang perlu Lars urus, itu sebabnya dia langsung pergi. Namun, kemana pun Lars pergi, maka para gadis akan mengejarnya di belakang.

Di sisi lain, seorang remaja cantik, dengan rambut terurai sebahu, memakai kardigan merah muda, sedang berjalan sendiri di koridor. Ada banyak pertanyaan yang timbul di benaknya.

"Di mana semua orang? Mengapa sekolah ini menjadi sepi, tidak seperti biasanya? Apa aku terlambat?"

Gadis itu melihat arloji-nya, tidak ada yang salah, jam masih menunjukkan pukul 09:10, tandanya kelas belum dimulai. Namun, suasa di sana sangat sepi. Kemana perginya semua murid?

Langkah-langkah kecil mencoba menulusuri setiap kelas yang ditemuinya, nyatanya tidak ada satupun orang di setiap kelas.

"Aneh, kemana perginya semua orang? Apaakah aku melewatkan sesesuatu? Hari ini tidak ada jadwal libu, lalu kemana perginya semua orang?"

Dia menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Langkahnya terus berlanjut, sampai akhirnya tanpa sengaja dia berpapasan dengan seseorang.

BRUK ….

Tanpa sengaja dia menabrak seseorang, tubuhnya segera membungkuk dan meminta maaf.

"Maafkan aku. Tolong maafkan aku," ujar gadis itu yang tanpa henti membungkuk, menunjukkan rasa penyesalannya.

"Tidak masalah," jawab orang itu, sambil tersenyum hangat.

Gadis bernama, Alisa Fon Vamalia itu mengangkat kepalanya. Pandangannya dan pemuda tersebut saling bertemu.

"Ini bukumu." Alisa menyerahkan buku pemuda tersebut, yang tanpa sengaja jatuh ke lantai.

"Terima kasih." Dia tersenyum hangat pada Alisa, mengambil bukunya kembali, sebelum akhirnya melangkah pergi tanpa menyebutkan namanya.

Alisa menoleh ke belakang. Dia ingin menanyakan nama pemuda tersebut, belum sempat dia berteriak, Alisa telah dipanggil seseorang.

"Alisa!"

Alisa melihat ke arah lain dan menemukan temannya yang berdiri tidak jauh dari posisinya sekarang.

"Ivy!" Alisa melambaikan tangan dan begitu juga gadis yang bernama Ivy tersebut.

Alisa berlari ke arah temannya, melupakan pemuda yang tanpa sengaja ditabraknya tadi.

Di tempat terpisah, Lars sedang berada di ruangan kepala sekolah. Pandangannya dengan pria yang kira-kira berusia lima puluh tahun itu, saling bertemu.

"Namamu, Lars AF Dracas. Putra dari pasangan Baron Magnus Af Dracasdan Fanny Af Dracas, apa benar itu namamu dan orang tuamu?" 

Pria setengah baya itu mengulang kata-katanya guna memastikan identitas Lars, agar tidak ada kesalahan di masa depan.

"Benar. Namaku, Lars. Semua orang mengelku, termasuk Bapak, bukan?"

Lars membuka kacamatanya, senyuman terbaik coba dia tunjukkan. Lars tampak tenang, meski pria yang ada di hadapannya sekarang terus saja mengajukan banyak pertanyaan.

"Selamat. Mulai hari ini, kau resmi menjadi murid di sekolah ini."

Pria itu bangun dari tempat duduknya dan begitu juga dengan Lars. Pria itu mengulurkan tangannya dan langsung disambut Lars.

"Terima kasih, karena Bapak mau menerima diriku di sekolah ini. Dengan segenap jiwa diriku akan belajar di sini, serta mematuhi semua peraturan yang ada di sekolah ini." 

Lars tersenyum hangat dan pria itu menunjukkan senyuman kemenangan. Bukan tanpa alasan, karena setelah ini sekolahnya akan menjadi pusat perhatian publik, itu semua diakibatkan Lars memiliki pengaruh yang luar biasa.