"Maka dari itu kita harus segera mendapatkan darah suci manusia sebelum Kompetisi Internasional itu terjadi," pinta Anggara Wijaya, pada Ludra, Nico dan Anca.
Dia berbalik badan dan melihat ke semua orang yang ada di sana. Matanya memandang satu-persatu wajah mereka. Seakan sedang mengabsen, Anggara Wijaya mengingat satu persatu wajah dari pemuda-pemuda itu.
Sorot tajamnya seperti burung elang yang ada di udara. Melesat cepat menuruni atmosfer bumi dan ingin melahap seekor kijang yang menjadi buruannya.
Bola matanya merah menyala, dan muncul sepasang taring pula dari dalam mulutnya. Namun, baik Ludra, Anca dan Nico sama sekali tidak takut. Bahkan mereka tampak mengulas senyuma di wajah masing-masing dan tidak lama kemudian, mereka juga mengeluarkan taring dari mulut mereka.
"Khau!" Anggara Wijaya juga mengaung seperti singa yang baru saja bangun dari tidur. Begitu mengerikan, saat taring-taring tajam itu muncul ke permukaan.