My Idol Is Werewolf
Chapter 20.
"Tolong, siapa pun tolong aku?" Ludra berusaha membebaskan dirinya dari jerat lara gadis-gadis yang sangat mengidolakannya.
Ludra berteriak, dia mengangkat tangannya agar Alisa mau menolongnya, tetapi Alisa sama sekali tidak mempedulikan. Tampak dari kejauhan Alisa sangat menikmati tontonan yang menampilkan Ludra yang dikepung puluhan wanita.
Setelah terdesak selama tiga puluh menit lamanya, akhirnya Ludra bisa bernapas lega ketika beberapa guru mulai berdatangan dan melerai kerumunan di sana.
Ludra ditarik keluar agar dapat menghirup udara segar. Andai dia berada di sana beberapa menit lagi, tidak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya? Ludra memegangi dadanya yang terasa sesak, guru-guru pun membantu Ludra dengan memberinya pertolongan pertama.
Beberapa gadis yang ada di sana mencoba untuk membantu, tetapi Ludra langsung menolaknya dan begitu juga dengan guru yang sedang membantu Ludra mendapatkan kestabilannya kembali.
"Kalian sungguh keterlaluan. Bagaimana bisa kalian bersikap seperti hewan yang kelaparan tadi? Apakah kalian tidak berpikir tentang akibat yang ditimbulkan dari perlakuan kalian terhadap Ludra?" bentak salah satu guru, yang tidak bisa menahan emosinya.
Murid-murid yang mayoritas adalah wanita itu tampak menundukkan kepala. Sebelumnya mereka tidak berpikir kalau tindakan ini akan berakibat fatal bagi Ludra.
Melihat Ludra yang sulit bernapas dan harus dibantu dengan alat pernapasan, membuat hati setiap gadis merasa bersalah. Andai saja mereka tidak bersikap ganas seperti hewan yang sedang berebut makanan, maka Ludra akan baik-baik saja.
"Maaf, Pak!"
Hanya kata maaf yang dapat mereka ucapkan. Hadian yang sudah disiapkan dengan spesial tentunya tidak akan lagi ada gunanya. Mereka hanya membuat Ludra terluka dan bukannya menyambutnya dengan bahagia.
"Kalian ...." Guru itu menggantung kata-katanya. Ingin sekali dia memarahi setiap murid dan memberikan mereka hukuman, tetapi Ludra menahannya.
Ludra yang merasa sudah lebih baik, napasnya sudah stabil kembali, akhirnya meminta pada gurunya itu agar tidak menghukum murid-murid yang sudah membuatnya hampir kehilangan nyawa.
Ludra berpendapat kalau tindakan yang mereka lakukan masih berada ditahap wajar dan masih bisa untuk dimaafkan. Maka dari itu, Ludra meminta agar teman-temannya itu dibebaskan dari hukuman.
Guru Matematikanya itu pun hanya bisa mengelah napas panjang, lalu tersenyum lembut pada Ludra sambil mengusap pucuk rambut pemuda itu, "Kau memang anak yang berhati baik. Bapak bangga denganmu, Ludra. Semoga saja teman-temanmu yang lain bisa mencontoh sikapmu ini."
Tatapan pria dewasa yang berstatus kepala sekolah itu sangat dingin terhadap murid-muridnya, tetapi dia langsung merubah sikapnya menjadi luluh saat bertatapan langsung dengan Ludra.
"Kalian semua berterima kasihlah pada Ludra karena jika bukan permintaannya yang membebaskan kalian, maka Bapak tidak segan-segan menghukum kalian semua. Mengerti!"
Guru itu juga menambahkan andai peristiwa ini terulang kembali di kemudian hari, maka tidak ada satupun orang yang bisa meloloskan mereka dari hukuman.
Ludra pun menganggukkan kepalanya, setuju dengan ucapan dari kepala sekolah tersebut. Akhirnya murid-murid pun dibubarkan, mereka kembali ke kelas masing-masing dengan perasaan yang bercampur aduk. Sementara itu, Ludra masih mengatur napasnya kembali, dia merasa lega karena dapat bebas dari teman-temannya yang begitu mengidolakan dirinya.
"Maafkan atas perilaku mereka yang seperti hewan itu. Setelah ini, akan Bapak pastikan kalau mereka tidak akan melakukan hal yang tidak pantas seperti tadi itu," kata kepala sekolah itu, sambil menundukkan kepala, merasa malu di depan Ludra karena tidak bisa mendidikan murid-murid di sana dengan benar.
Ludra pun tersenyum lembut, "Bapak tidak usah meminta maaf dan menundukkan kepala seperti ini. Aku sudah memaafkan mereka, lagi pula mereka mungkin hanya rindu padaku, tetapi cara mereka itu yang salah. Aku bisa memakluminya, Pak. Jadi, Bapak tidak perlu merasa bersalah seperti itu."
Ludra sekali lagi membuat guru-guru di sana menjadi takjub dan semakin menghormati Ludra. Biarpun Ludra adalah anak dari pengusaha kaya raya dan sudah memiliki nama besarnya sendiri, tetapi Ludra tetap rendah hati serta menunjukkan sikap lapang dada.
Seperti orang bijak selalu katakan, 'Jadilah seperti padi yang semakin banyak isinya semakin merunduk' dan Ludra pun menunjukkan sikap demikian.
Dia tidak segan-segan untuk membantu sesama teman, juga selalu patuh pada peraturan sekolah dan menghormati orang yang lebih dewasa darinya.
Ludra pun akhirnya kembali ke kelasnya, guru-guru pun membubarkan diri dan menuju kelas. Sudah waktunya jam pelajaran dimulai karena ada insiden demikian, membuat aktivitas mengajar pun sedikit tertunda.
Alisa yang sejak tadi asyik menonton dari kejauhan merasa senang sekaligus bangga pada kakaknya itu.
"Dia adalah priaku, kakakku yang hebat," gumam Alisa sambil menikmati es krim yang tersisa beberapa gigitan lagi.
"Dia memang pantas mendapatkan penghargaan sebagai aktor of the year .... " Alisa pun bertepuk tangan tanpa ada yang memintanya, lalu merasa bahagia serta bangga.
"Baiknya aku menemui dirinya dan mengucapkan selamat atas drama yang terjadi tadi." Alisa menutup kata-katanya bersamaan dengan habisnya es krim yang ada di tangannya.
Alisa mengayunkannya kakinya, lalu pergi menuju kelasnya. Bel sudah berbunyi beberapa kali dan Alisa sudah harus berada di kelasnya sekarang.
****
Hasyim ....
Sementara itu, Nicu merasa kalau kondisi tubuhnya saat ini sedang prima. Dia terus saja bersin-bersin dalam jarak waktu yang tidak terlalu jauh.
Seorang teman yang ada di sana pun menyarankan Nicu untuk memeriksakan kondisinya ke klinik atau setidaknya meminum obat. Namun, dia menolaknya dan merasa akan baik-baik saja.
Sebelum jam sekolah dimulai, Nicu berniat untuk menemui Lars secara langsung seperti yang Baron Magnus inginkan, tetapi saat dirinya sudah sangat dekat dengan Lars seketika dia mengurungkan niatnya.
Entah mengapa, Nicu merasa berat untuk bertatapan langsung dengan Lars? Dia terlalu gugup untuk sekedar menyapanya saja. Hingga akhirnya, bersin-bersin itu pun muncul.
"Apa aku terkena flu?" gumam Nicu keheranan, "Rasanya ini sangat tidak mungkin ... Apa mungkin?"
Nicu masih belum bisa menganalisa penyakit yang sekarang dideritanya. Bersin-bersin dalam jangka waktu yang lama, bukan berarti mengalami flu, sebab dirinya tidak mengalami gejala lain seperti hidung tersumbat, mata memerah dan demam.
Nicu merasa baik-baik saja, hanya saja dia terus menerus bersin. Ketika terjeda, maka beberapa menit kemudian dirinya akan bersin kembali.
"Tidak mungkin kalau ini efek dari kedekatan diriku dengan Pangeran Lars? Aku biasanya berada di dekatnya dengan jarak yang sangat dekat, bahkan lebih sangat dekat. Namun, tidak pernah terjadi hal yang seperti ini. Aneh sekali," pikirnya, sambil menggaruk-garuk kepalanya.
Selama ini dia berada di sisi Lars, mengawasinya hampir sepanjang waktu, tetapi tidak pernah sekalipun terjadi sesuatu padanya apa lagi sampai bersin-bersin seperti ini. Nicu terus berusaha mengobati dirinya dengan meminum beberapa pil obat dari tanaman herbal untuk meredam penyakitnya itu.
"Semoga saja ini tidak berlangsung lama atau aku akan terlihat aneh nantinya."
Nicu hanya bisa berharap kalau pil obat yang dikonsumsinya akan berguna menghilangkan penyakit yang ada pada dirinya itu. Setidaknya meredam bersin-bersinnya agar tidak sering keluar seperti sebelumnya.
Nicu memutuskan untuk kembali ke kelas setelah bersin-bersinnya itu mereda dan sedikit bisa bernapas lega. Ketika hendak memasuki ruang kelas, saat itu juga Nicu dibuat terkejut dengan sosok yang membuat tubuhnya bergetar hebat.
"Mereka ..."