Lisna POV
Lembar pertama selalu berhasil membuatku tertawa. Setiap kali aku mengingat bagaimana awal mula kita berjumpa.. Setiap kali otakku berkelana, menyelami memory lama itu tak pernah membuatku bosan. Tapi sungguh disayangkan. Kenapa tahun itu harus datang wabah yang menggemparkan dunia, berita hoax tersebar dimana-mana. Hingga setiap orang saling takut kehilangan. Termasuk aku yang kala itu masih penasaran. Aku takut akan kehilangan jejakmu yang tercetak pada tetesan air hujan.
-*-*-*-
Author POV
Februari, bulan kasih sayang. Bulan yang dihiasi dengan warna pink dan coklat. Setiap orang menunjukkan kasih sayang kepada orang terkasih mereka. Seorang gadis duduk ditaman sekolah samping kelasnya. Bermain ponsel sembari mendengarkan musik dengan earphone terpasang apik ditelinganya. Sesekali bergumam mengikuti lirik yang sedang didendangkan. Tak peduli dengan sekitar hingga tepukan ringan dipundaknya membuat terkejut bukan kepalang. Dengan sebal dia bertanya, "Apa?"
"Coklat untukmu," jawab pelaku yang mengejutkannya tadi.
"Dari siapa memangnya?"
"Dariku lah masak dari orang lain."
"Hahahaha ok, sangkyu kamu memang sahabat terbaikku deh."
"Siapa dulu deh, Nadia."
"Iya deh, percaya Nad hahaha."
"Eh Lis dimana teman - temanmu?"
"Aa mereka di kantin."
"Ouh yaudah aku balik ke kelas dulu ya. Babay."
"Hu,um." Setelah kepergian Nadia, Gadis berperawakan tinggi itu kembali melanjutkan aktivitasnya. Membaca app novel di ponselnya. menyelami setiap frasa yang diciptakan oleh penulis novel tersebut. Mencari Inspirasi untuk mengikuti lomba tulis cerpen di media sosialnya. Hingga tak lama suara bel berbunyi menandakan jam pelajaran terakhir akan segera dimulai.
-*-*-*-
"Baiklah, sekali lagi saya katakan bahwa mulai besok selama satu minggu ke depan kalian akan mulai belajar dirumah karena kakak kelas kalian akan melaksanakan ujian nasional berbasis komputer. apakah kalian sudah paham?" Jelas wali kelas yang mengisi jam pembelajaran terakhir sore itu. Setelah melihat anak didiknya tidak ada yang bertanya dia pun melanjutkan kata-katanya, "Kalau begitu kalian berberes lalu pulang."
1 MENIT KEMUDIAN
Setelah kepergian wali kelas mereka, kelas menjadi ribut ada yang kegirangan, ada yang akting seakan akan lama tak bertemu ada juga yang cuek alias asik dengan dunianya sendiri. Seperti halnya Lisna yang asik dengan ponselnya. Hingga panggilan dari ambang pintu mengalihkan perhatiannya.
"Hey Lisna yuk pulang." Ternyata Nadia, mengingat hari ini Lisna tidak membawa motor sendiri. Sambil berjalan menuju parkiran mekera mengobrol sembari bercanda gurau. Bahkan hingga mereka sampai di parkiran tawa mereka belum juga berhenti.
30 MENIT KEMUDIAN
Penat sepertinya melihat Lisna yang lesu. Berjalan gontai memasuki rumah hingga kamarnya. Meletakkan tasnya sembarangan di pojok ruangan dan lansung membaringkan tubuhnya di atas kasur. Sembari memandang langit - langit kamarnya pikirnya berkelana menjelajahi ribuan memory dalam otaknya. hingga terfokus pada lelaki yang pertama kali dirinya temui di bascamp kala ulang tahunnya lalu.
"Sering kali aku berusaha melupakan senyuman tipis dan wajah bingungmu akan tetapi anehnya aku justru semakin ingat akan sosok dirimu, siapakah gerangan kamu itu?" gumamnya. Melirik jam weker di atas meja. dengan malas dia bangun dan bebersih.
`BBM RINGTONE`
Suara dering ponselnya membuatnya beralih dari aktivitasnya yang sedang asik memoles wajahnya. Tanpa melihat siapa yang menelponnya dia langsung menggeser tombol hijau dan me-loudspeakernya.
"Halo, Lisna.'
"Iya halo, Ada apa?'
"Sedang apa?'
"Tak usah basa basi, katakan saja apa yang ingin kamu katakan. Aku akan memdengarkannya.'
"Jahat sekali, aku itu kangen kamu.' Lisna memutar kedua bola matanya, jengah mendengarkan ocehan tak penting dari pacarnya. Iya pacarnya. Pacarnya yang menyebalkan bahkan memiliki hatinya pun tak bisa.
"Ouh lalu?'
"Ayo minggu depan main keluar, sesekali.'
"Maaf minggu depan aku tidak sekolah jadi aku tidak bisa bermain, tahu sendiri gimana kelakuan bapak tiriku.'
"Ouh baiklah.' Tut, sambungan telepon dimatikan begitu saja. Lisna cuma melirik ponselnya yang dia taruh di atas meja riasnya. Kemudian berdecak kesal. Dirinya bosan dengan perilaku kekasihnya yang sembarangan itu.
-*-*-*-
Waktu berlalu, Tiga hari telah terlewati semenjak pengumuman belajar mandiri di rumah diturunkan. Tapi betapa terkejutnya Lisna tatkala melihat pengumuman di grup chat kelasnya. dimana sang ketua kelas mengumumkan bahwa sekolah akan dilaksanakan dengan cara daring.
Sebuah wabah yang berawal dari Wuhan, China kini mulai menyebar di Indonesia. Penyakit yang di sebut dengan COVID-19. Penyakit yang katanya disebabkan oleh hewan kelelawar berhasil mengemparkan dunia. Di berita banyak menyebar hoax - hoax yang entah dari mana munculnya.
Setiap hari di beritakan ribuan orang meninggal, ribuan orang dinyatakan positif hingga kota - kota yang terserang wabah ini pun banyak yang dinyatakan lockdown hingga menjadi kota mati. Yang tambah menyebalkan adalah karya wisata mereka menuju Kuta, Bali bahkan di batalkan.
"Lisnaaaa, Dimana kamu?" Sebuah suara melengking terdengar dari terasnya. Dengan malas Lisna keluar dari kamarnya.
"Berisik ah Nad, aku mager." Jawabnya dengan lesu. Tampak wajahnya pucat. Sepertinya dia sakit namun tidak di rasakannya.
"Astaga Lisna wajahmu pucat se-" Belum selesai dia mengucapkan kata - katanya Nadia terkejut tat kala melihat Lisna jatuh tak sadarkan diri. Tat kala Nadia melihat ibunya Lisna dia berkata, "Bi bantuin Lisna pingsan."
Setelah membawa Lisna ke kamarnya, Ibunya mengecek suhu tubuhnya menggunakan punggung tangannya. membandingkan dengan suhu tubuhnya.
"Ya Allah, tubuhnya panas banget." Kata ibunya Lisna. Nadia yang merupakan anak Palang Merah Remaja di sekolah mulai mengecek tubuh Lisna. Hingga dia terkejut ketika mengecek bagian perut Lisna.
"Bi, kapan terakhir Lisna makan bi?" tanya Nadia kepada ibunya Lisna. Ibunya Lisna tampak berfikir, mengingat kapan terakhir kali putrinya makan.
"Ah Nad, Gawat. Lisna telat makan. Kemarin sepulang barmain dia langsung tertidur tanpa makan malam terlebih dahulu." Dengan panik yang tak karuan Ibunya Lisna memandang Nadia. Nadia yang tak kalah panik mulai kalang kabut.
"Bi, Tolong ambilkan air hangat sebaskom sama handuk kecil ya bi." Nadia perlahan menenangkan pikirannya. Mulai merawat sahabat karibnya sedari SD itu.
'Bodohnya aku, bagaimana mungkin aku bisa membiarkanmu pergi bermain hingga lepas dari pengawasanku. Sungguh pacarmu itu berhasil membuatmu drop hingga seperti ini.' Batin Nadia emosi.
"LINE"
Suara ponsel Lisna mengalihkan perhatiannya. Tertera di layar kontak dengan nama Pembuat Emosi mengirim sebuah pesan singkat yang berhasil menambah kobaran emosi dari Nadia.
'Sayang terima kasih telah meluangkan waktu kemarin, maaf kita nggak bisa jajan kemarin.` Itu yang tertulis di chat Linenya.
"Ouh pantas Lisna, Kontak pacarmu kau beri nama pembuat emosi. karena nyatanya begitu huh." Gumam Nadia. Hingga ibunya Lisna masuk dengan pesanan Nadia tadi. Dengan telaten Nadia mengompres Lisna. Tanpa terasa jam sudah menunjukkan pukul 5.00 PM.
"Bi, Saya mau pamit, ini Lisna tolong di kompres terus sampai suhunya turun. setelah itu beri air putih bila sudah sadar." pamit Nadia.
"Terima Kasih Nad." Tak lama setelah kepergian Nadia, Lisna sadar dan memegangi perutnya. menangis sejadinya merasakan sakit di perutnya. Setelah meminum air putih dari ibunya sakitnya mereda. Kemudian ibunya memberinya makan.
Sayang yang yang dirasakannya bukan kesembuhan tapi sangatlah sakit yang di dapat hingga ia lelah menangis dan tertidur.
Keesokan harinya Lisna sudah tidak sepucat kemarin. Tubuhnya mulai terasa membaik. Bahkan perlahan dia bisa melakukan aktivitasnya lagi.
-*-*-*-
Lisna POV
Mengingat hari itu lagi membuatku sakit, tapi aku bersyukur karena gara - gara itu, Aku bisa mempererat hubunganku dengan sahabatku. Berhasil membuatku bahagia karena merasakan betapa pedulinya sahabatku kepadaku. Sayangnya penipuan terbesar pun terjadi. Yaitu belajar di rumah selama seminggu menjadi setahun. Tahun itu sungguh ironis ku rasakan.