Keesokan harinya aku datang lebih awal di rumah sakit, aku menghampiri meja perawat lalu meletakkan box merah di atas meja. Sementara Rama sibuk mencatat data-data pasien. Aku berbalik dan tak ingin menganggunya yang sedang sibuk bergelut dengan beberapa file yang ada di atas meja, seketika aku terperangah saat Rama menarik pergelangan tanganku dengan erat. Pria itu memintaku untuk duduk di sampingnya, tersirat rasa penasaran saat dia sedang menentang tanganku.
Aku hanya mengangguk mencoba menuruti permintaannya, sejujurnya aku sangat bahagia mendapat respon baik dari Rama. Sungguh, ini kesempatan bagus untukku, agar aku bisa mendekati Rama, meskipun sebenarnya aku belum siap dan masih kaku untuk memulai sebuah pembicaraan dengan lawan jenis yang sudah aku kagumi sejak pertemuan pertama.
"Jangan pergi," ucap Rama.
"Ke–kenapa?" tanyaku dengan nada terbata-bata, "Aku takut jika kehadiranku ini akan mengganggumu, sedangkan aku tahu bahwa kamu sedenagn sibuk mengerjakan tugas, pasti kamu harus konsentrasi saat mengerjakan tugas." lanjutku.
Bukannya marah pria yang duduk di sampingku itu malah tersenyum dan menepuk kursi yang berada di sebelahnya, pertanda dia menyuruhku untuk duduk di sampingnya. Jantungku rasanya seakan mau copot saja saat melihat perlakuan manis dari Rama. Sungguh ini di luar dugaanku, aku tidak menyangka kalau Rama sangat perhatian kepadaku, suhu tubuhku mendadak dingin seketika saat memperhatikan raut wajah tampan Rama.
"Ma Syaa Allah, dia tampan sekali ya Allah." aku bermonolog, semakin aku memandang wajahnya. Maka, semakin besar rasa kagumku terhadapnya, sungguh sikapnya sangat manis dalam memperlakukan lawan bicaranya ini.
"Fitri." panggil Rama seraya melambaikan tangannya tepat di depan wajahku, seketika aku tersentak dari lamunanku ketika suaranya melintas begitu saja di kupingku, suaranya berhasil menyita netralitas untuk terus menatapnya dan membuyarkan semua lamunanku terhadapnya, "Hey, kamu kenapa melamun? Lagi mikirin apa?" lanjutnya.
"Eh, maaf ya." aku tersenyum dan menggarukkan jidadku yang sama sekali tidak terasa gatal. Aku hanya mencoba membuang rasa canggung saat berhadapan langsung dengan pria tampan ini. Sosok yang beberapa hari ini selalu berada di alam bawah sadarku, seolah enggan untuk pergi dari pikiranku.
Ya, beberapa hari ini Rama berhasil masuk di relung hatiku, bahkan diam-diam dia telah mengukirkan namanya di hatiku. Meskipun sebentar saja bertemu dengannya, tapi mampu membuatku tenang saat memastikan kabarnya secara langsung. Aku berharap pria yang aku kagumi ini selalu berada dalam lindungan Sang Maha Esa.
"Ya sudah, kalau begitu kamu boleh kan menemui aku di sini? Ya, sekalian kita ngobrol agar kita saling mengenal," ucapnya yang tak lupa menyunggingkan senyuman manisnya itu.
"Bagaimana, Fitri? Kamu tidak keberatan kan?" tanya Rama.
"Boleh, sama sekali tidak keberatan." sahutku dengan penuh semangat dan ditemani anggukan pelan, pria itu membalas senyuman yang aku sunguhkan dan melanjutkan pekerjaannya hingga selesai. Detik demi detik telah kami lalui dengan obrolan yang begitu membuat kami lupa akan sang waktu. Hingga akhirnya jam pulang pun tiba, saat itu Rama membukakan jarum infus yang menancap di punggung tanganku.
Kudapati Rama mencoba curi pandang saat aku sedang menatap ke arah lain, sebenarnya aku tak sepenuhnya memandang ke arah lain. Aku memperhatikan sikapnya melalu sudut mataku seakan berpura-pura tak mengetahui apa yang telah dia lakukan. Hingga membuatku memutuskan untuk memergokinya.
Pria itu terlihat salah tingkah saat aku mengangkat retina matanya yang sedari tadi terus saja memperhatikan gerak-gerikku. Wajahnya memerah seketika saat aku menatap langsung pada netra indah miliknya. Terlintas rasa kagum dari pancaran matanya saat memandangku, akhirnya pria ini nekat untuk menatapku secara langsung dan menerima diri untuk menawarkan bantuan kepadamu. Kala itu Rama ingin mengantarku pulang, tapi aku mencoba menolaknya dengan cara halus.
"Tung–gu!" ucap Rama yang mencekal lenganku, dan melepaskan cekalannya saat aku menoleh.
"Ya, ada apa?" tanyaku dengan raut wajah yang menyimpan tanda tanya.
"Kamu langsung pulang? Atau mau aku antarkan pulang?" Rama menawarkan dirinya untuk mengantarku pulang. Tetapi aku mencoba untuk menolaknya, karena aku tidak ingin merepotkan dirinya, sementara aku tahu saat itu dia benar-benar sibuk dengan tugasnya. Aku hanya tersenyum dan menjawab tawarannya itu.
"Maaf, aku pulang sendiri saja. Sebelumnya terima kasih ya atas tawarannya." sahutku seraya membalas senyumannya, tak lupa aku menggunakan kesempatan ini untuk meminta akun Instagram miliknya, "Oh iya, aku boleh gak follow Instagram kamu?"
"Tentu saja, mana ponselmu?" tanya Rama.
"Ini ponselku," aku menyerahkan benda pipih kesayanganku itu, lalu pria itu meraihnya dan mengetikkan nama akun Instagramnya. Aku menunggunya dengan sabar hingga akhirnya aku menerima notifikasi bahwa Rama telah meresponnya dengan cepat. Dia juga mengikuti akun Instagram milikku hingga akhirnya kami berteman di sana, "Oke, sudah ku follback ya.
"Ya sudah, kalau begitu hati-hati di jalan ya, Fitri." ucapnya seraya melambaikan tangannya dan di iringi dengan senyuman yang telah pernah aku duga jika akan menerima senyuman manis dari wajah tampannya itu.
Aku melangkah menuju pintu keluar dan membalas lambaian tangan darinya, senyumannya terus kusimpan di relung hatiku yang paling dalam. Wajahnya terus bermain di pikiranku dan mengiringi setiap langkahku. Entah mengapa pria itu berhasil mencuri perhatianku, setelah sekian lama menutup diri dari pria lain.
Aku mengunci hatiku dengan rapat, agar tak kembali jatuh cinta. Namun, kali ini berbeda aku tak sanggup untuk bertahan dengan keputusanku di awal. Pertahanan dibobol seketika dan hanya Rama yang berhasil membobol pertahanan hatiku. Di sepanjang perjalanan tak hentinya aku mengumbar sebuah senyuman, aku tak menghiraukan jika ada seseorang yang memperhatikan tingkahku yang terlihat aneh dari biasanya. Aku benar-benar menjatuhkan hatiku sedalam mungkin kepada Rama hingga berhasil membuatku cemas saat tak lagi berada di sampingnya.
Sesampainya di rumah aku melemparkan ransel milikku di meja belajarku dan menjatuhkan tubuhku di kasur untuk melepaskan rasa lelah setelah dua jam melangkah dan menikmati udara segar usai bertemu dengan pangeran idamanku. Sungguh Rama benar-benar membuatku gila. Aku menelusuri saku di jaket yang tadi kulemparkan terlebih dahulu di kasur, sebelum menjatuhkan tubuhku di atasnya. Aku kembali mencari keberadaan ponselku hingga akhirnya aku berhasil menemukan.
Berkali-kali kutatap layar ponselku, tapi tak juga kutemukan notifikasi darinya. Hingga akhirnya aku pun terlelap dalam mimpi indahnya. Hingga aku kembali terbangun dan bermimpi indah, setelah aku membuka mata, aku kembali menoleh ke arah ponselku hingga mataku melebar seketika saat melihat notifikasi masuk dari pangeran idamanku itu. Aku bangkit dari tidurku dan melompat kegirangan. Lalu memikirkan jawaban yang mampu membuat Rama terkesan denganku, "Hm, aku harus balas apa ya?" aku bermonolog, dan menopang dagu berusaha berpikir lebih keras lagi hanya untuk memberikan jawaban berkesan untuknya. Agar dia terus mengingatku. Setelah satu jam berpikir aku pun membalasnya dengan cepat hingga akhirnya kami saling melemparkan pesan dengan hati yang dipenuhi dengan bunga-bunga cinta.