Hong Kyubok sedang menikmati teh krisan sambil menikmati pemandangan taman bunga freesia di paviliunnya. Sesekali kelopak matanya terpejam untuk meresapi suara alam di pagi hari yang begitu menenangkan hati dan jiwa. Sungguh, rasanya sudah lama sekali Kyubok tidak bersantai seperti ini.
Ketenangan Kyubok yang sedang menikmati suasana pagi hari secara tiba – tiba terganggu dengan suara gemerisik rok tradisional yang berpadu dengan langkah tergesa seseeorang. Segera, dengan rasa kesal yang mulai menggelayuti rongga dada, Kyubok membuka kelopak mata dan mulai mencari sumber keributan tersebut. Manik cokelatnya mendapati seorang dayang muda tengah berlari ke arahnya. Tanpa berbasa – basi, Kyubok langsung mengajukan sebuah pertanyaan tak peduli jika dayang muda itu masih terengah karena habis berlari.
"Apa yang terjadi? Aku ingin sebuah alasan karena kau sudah mengganggu waktu tenangku di pagi hari," tandasnya dengan suara dingin.
"Hamba mohon ampun telah mengganggu waktu tenang Anda, Gwi In mama," segera dayang muda itu jatuh berlutut di hadapan Kyubok. "Hamba tak bermaksud menganggu Anda. Hanya saja ada sesuatu yang penting yang harus hamba sampaikan pada Anda, Mama."
"Katakan segera!"
"Mama, hasil penyelidikan dari kantor penyelidik internal telah disampaikan pada Jusang Jeonha pagi ini."
Mendengar berita tersebut, Kyu Bok yang tadi duduk bersandar dengan nyaman pada kursi kayu, secara cepat langsung duduk tegak. Matanya terbelalak tanda bahwa ia tak percaya dengan berita yang disampaikan dayang muda tersebut.
"Lalu, apa hasil penyelidikan tersebut akan segera dipertimbangkan? Katakan padaku segala yang sudah kau curi dengar!"
Kepala dayang muda itu mengangguk pelan sebelum kembali membuka suara. "Dari yang hamba dengar, kemungkinan besar hasil penyelidikan itu akan di bahas pada pertemuan pagi ini, Mama."
Tawa renyah langsung mengalun dari Kyu Bok. Wanita itu tak dapat lagi menahan rasa puas yang perlahan memenuhi hatinya. Rasanya,Hong Kyu Bok tak sabar menanti hari dimana kesedihannya terbalaskan.
"Aku tak sabar menanti hari itu datang. Wanita itu harus membayar penuh rasa sedih dan kehilangan yang kurasakan," gumamnya dengan seringai mengerikan.
"Sebentar lagi Langit akan menunjukkan keadilannya untuk Anda, Mama."
~TQS~
Sementara itu, seperti pagi di hari – hari lainnya, Raja Uiyang dan Ratu Heo akan sarapan bersama setelah melaksanakan salam pagi pada Ibu Suri Agung Park dan Ibu Suri Min. Tapi, ada sesuatu yang berbeda pada pagi ini. Raja Uiyang memilih melaksanakan lebih dulu salam paginya kepada dua ibu suri tanpa didampingi Ratu Heo. Hal ini jelas membuat Sang Ratu merasa heran.
Dua buah meja dengan beraneka sajian telah tersaji di salah satu ruangan di Istana Tengah—paviliun Sang Ratu. Para dayang yang sudah terbiasa menyiapkan dua meja hidangan untuk Raja dan Ratu tak mengetahui keganjilan yang terjadi pagi ini. Dan hal ini jelas membuat Sang Ratu merasa bingung.
Sejak kembali dari paviliun istana barat, Ratu Heo hanya dapat duduk termenung menatap tak berselera pada sajian di depannya. Tepat ketika Sang Ratu hendak memanggil Dayang Choi untuk membereskan meja sajian, Ratu Heo mendengar suara pengumuman kehadiran Raja Uiyang di kediamannya.
Pintu ruangan terbuka dan pria berjubah merah tersebut melangkah memasuki ruangan. Ratu Heo yang terkejut, buru- buru bangkit dari duduknya dan memberi salam hormat.
"Jeonha,aku kira Anda akan melewatkan sarapan bersamaku dan langsung pergi ke pertemuan pagi," ucap Ratu Heo setelah menyelesaikan salam hormat dan melihat Raja Uiyang sudah menempati tempat duduknya.
Raja Uiyang tak menanggapi ucapan Sang Ratu yang menyiratkan rasa herannya atas tingkahnya pagi ini. Pria berbaju merah itu segera meraih cawan minumnya dan menandaskan isinya dalam sekali tegukan. Ekspresi yang tertera pada roman Raja Uiyang sungguh tak bisa ditebak. Tetapi satu hal yang pasti, obsidiannya berkilau lebih gelap dari biasanya.
"Dayang dari bagian dapur istana pagi ini sudah menyiapkan sajian kesukaan Anda, Jeonha. Aku harap sajian ini bisa membuat suasana hati Anda secerah matahari pagi ini," jelas Ratu Heo sambil memperhatikan jenis sajian di depannya.
Tanpa Sang Ratu sadari, sebuah seringai sinis tercetak dalam hitungan detik di wajah Raja Uiyang sesaat setelah mendengar ucapan Ratu Heo. Kini, iris sekelam malam itu menatap lurus Ratu Heo yang sudah mulai menikmati sarapannya. Sang Ratu sama sekali tak menyadari bahaya yang dipancarkan Raja Uiyang padanya.
"Aku tak berselera pada apa pun pagi ini, Jungjeon. Sesuatu yang mengejutkan sudah membuat kacau suasana hatiku,"
Tangan Ratu Heo yang hendak menyuap terhenti di udara dan kembali meletakkan potongan makanan di mangkuknya. Ratu Heo mengangkat wajah dan mengarahkan pandangannya pada Raja Uiyang yang terus menyesap teh mawar liar. Dahi Ratu Heo sedikit berkerut dan ada ekspresi penuh ingin tahu atas ucapan Raja Uiyang.
"Hal apa yang sudah membuat suasana hati Anda kacau, Jeonha? Jika Anda berkenan, mungkin bertukar pendapat bisa membuat hati Anda merasa lega walau pun sesaat," tawar Ratu Heo.
Raja Uiyang terkekeh mendengar tawaran yang disebutkan Ratu Heo. Pria berbaju merah itu kembali meneguk tehnya sebelum meletakkan cawannya sedikit kasar di atas meja. "Aku tak ingin membahasnya denganmu, Jungjeon. tanpa perlu kuberitahu mungkin kau sudah lebih tau mengenai hal ini dariku," sindir Raja Uiyang.
Sebelah alis Ratu Heo terangkat tinggi, ekspresi bingung terpeta nyata di roman rupawannnya. "Ye? Aku tak mengerti apa yang sedang Anda bicarakan, Jeonha."
Kembali, Raja Uiyang terkekeh melihat Ratu Heo yang begitu pandai memanipulasi ekspresi dihadapannya. Hal itu jelas membuat Sang Raja semakin muak dan tak ingin berlama – lama berada di ruangan yang sama dengan istrinya.
"Kurasa kau akan melanjutkan sarapan tanpa diriku, Jungjeon. Nikmatilah segala yang kau dapatkan saat ini. Tapi, kupastikan bahwa segala sesuatu yang menjijikan akan mendapatkan balasan yang setimpal."
Tanpa memberikan penjelasan lebih lanjut, Raja Uiyang beranjak dari ruangan. Pria berbaju merah itu kini menampakkan ekspresi masam saat keluar dari Istana Tengah. Sementara itu, Ratu Heo memandangi punggung suaminya penuh tanda tanya. Sungguh, Ratu Heo sama sekali tak mengerti perilaku dan sikap ganjil yang diperlihatkan Raja Uiyang pagi ini padanya.
"Apa yang sebenarnya terjadi, Jeonha? Kenapa Anda mengatakan hal seperti itu padaku?" gumam Ratu Heo lebih pada dirinya sendiri.
~TQS~
Di tengah keheningan pagi yang melingkupi bagian istana dalam, jauh di sudut lain istana terdengar suara jeritan beberapa dayang perawat menjalani introgasi. Para dayang yang di introgasi adalah dayang yang kemarin terindikasi memiliki beberapa barang mencurigakan. Terlebih, kemarin ditemukan sebuah obat di salah satu kamar dayang dari Istana Tengah.
"Katakan padaku! Siapa salah satu diantara kalian yang memberikan ramuan ini?!"
Kembali, suara jeritan menghiasi halaman departemen penyelidikan istana. Seorang petugas pengadilan mengacungkan sebuah botol ramuan kepada para dayang itu. Sudah hampir setengah jam ia mengajukan pertanyaan yang sama tapi belum mendapatkan jawaban.
"Apa tidak ada yang mau mengaku?!" pekiknya sambil memberi tanda pada para petugas untuk bersiap kembali memberikan siksaan.
"Naeuri! Naeuri, hamba akan mengatakan sesuatu tapi tolong berhenti menyiksa. Hamba akan mengatakan kebenarannya pada Anda," cicit seorang dayang muda dengan wajah bersimbah airmata.
Petugas pengadilan itu mengacungkan tangannya, memberi tanda untuk menghentikan sejenak siksaannya. Dengan cepat, petugas itu mendekati dayang yang tadi bersuara. Tatapan tajam dan mengintimidasi segera dihujamkan petugas pengadilan pada dayang perawat tersebut.
"Katakan padaku, kau jelas mengetahui apa ramuan ini,bukan?!"
"Y-ye,Naeuri. Hamba jelas mengetahui ramuan apa yang Anda perlihatkan itu."
"Apa kau mengetahui sesuatu tentang ramuan ini? Kenapa ramuan seperti ini bisa dimiliki seorang dayang istana?"
"Hamba mengetahui sesuatu, Naeuri. Seseorang memerintahkan tabib membuat ramuan tersebut dan memintanya agar di simpan oleh seorang dayang istana."
"Katakan secara jelas, siapa yang memerintahkan dan untuk apa ramuan ini digunakan?! Katakan atau kau akan mendapatkan hukumannya!"
Tangis kembali pecah dari si dayang perawat. Bibirnya tampak gemetar hendak mengatakan sesuatu tetapi ia merasa sulit. Belum lagi rasa sakit yang mendera kakinya akibat siksaan yang ia dapatkan atas introgasi yang dilakukannya.
"Ramuan itu di buat untuk menggugurkan kandungan. Seseorang yang memerintahkan... seseorang yang memerintahkan..."
"Cepat katakan siapa yang memerintahkan membuat ramuan?! Cepat! Jangan mengulur waktu seperti ini! Katakan!"
Dayang perawat itu menangis semakin kencang mendengar desakan yang terus diucapkan si petugas pengadilan. Lelehan airmata semakin deras membasahi wajahnya. Sesekali isakan terdengar dari bibirnya yang gemetar hebat.
"J-jungjeon Mama yang memerintahkan kami untuk membuatnya,Naeuri."
~TQS~