Hujan deras tiba-tiba mengguyur pesantren malam itu, mengiangatkan Lintang akan malam yang sangat menyenangkan saat dia masih kecil. Saat itu, Lintang tengah duduk di tembok pembatas dan memakan camilannya, sesekali melirik ke kamar Bintang dan melirik rumah Kyai besar. Dia sedang berpikir, apakah bisa dirinya menjadi seorang istri yang cocok untuk Aufar. Melihat dirinya sendiri membuat Lintang malah takut mengecawakan banyak orang yang dia sayangi. Apalagi, Lintang juga sadar diri jika dirinya belum bisa menjadi yang sesuai orang mau.
"Apakah aku bisa? Aku masih ingin terbang tinggi, tapi ini semua aku lakukan demi rasa hormatku kepada orang tuaku juga. Aku sangat menyayangi kedua orang tuaku. Umi nenek, Paman Roman, Bibi Zhafira, Diaz si anak nyebelin, Mbak Shidqia. Semuanya lah! Aku tidak ingin membuat mereka kecewa," tangan Lintang menadahkan ke air hujan, dan tangan satunya menggenggam camilannya.