"Nia," panggil Bagas.
"Iya,"
"Devan akan kembali kapan? Aku tidak enak jika membawa kamu ke sana kemari. Takutnya aku dicap sebagai perusak hubungan orang," ujar Bagas. "Mungkin Devan tidak masalah, tapi tidak tahu dengan orang lain," sambungnya.
"Astaghfirullah hal'adzim, benar juga. Kenapa aku tidak kepikiran, ya?" batin Nia. "Um, ternyata kamu kepikiran sampai situ, ya?" tanya Nia balik.
Bagas menghentikan motornya ke tepi jalan. Kemudian melepas helm, dan membalikkan tubuhnya. "Aku sedang tidak memperdulikan diriku. Tapi aku tidak ingin nama baikmu tercoreng karena kamu jalan bersamaku. Seperti tadi, bagaimana orang-orang di kosan mengetahui kamu wanita yang tidak baik," ujar Bagas.
Nia tidak menduga Bagas mengatakan itu. Tapi, Nia tahu suatu hal akan suatu kenyataan. Nia tidak mungkin berpikir lebih tentang Bagas. Dia tidak ingin terjebak dalam sebuah friend zone atau sampah menghianati Devan. Meski dirinya belum memiliki perasaan yang pasti pada Devan.