"Sari itu maunya apa, sih? Ini orangnya kudu gawe perkedel, kok, dia itu!" kesal Lintang.
"Sabar Mbak Bro, sabar, lapangkan dadamu, panjangkan ususmu. Sari pasti akan menemukan karmanya, kok!" seru Aufar mengusap-usap dada sang istri.
"Apa ini? Tangannya nakal, deh!" Lintang pun mencubit tangan Aufar.
"Aw, sakit tau! Mas cium nanti, loh, nanti!" Aufar malah menggodanya.
Hujan semakin deras, ustadz Yusuf juga belum kunjung datang. Lintang sudah mulai kesal tanpa memikirkan perasaan suaminya. Dengan sabar, Autar membuat Lintang agar tidak bosan dan mengingat jenang satunya itu. Ia pun mengajaknya bercerita, tentang masa kecilnya dan seorang kakak yang bernama Hafiz.
"Jenang saguku, Mas. Keburu kagol aku, Mas," rengek Lintang seperti anak kecil.
"Sabar, ya, Sayang. Mas Yusuf pasti segera datang, kok. Gimana kalau Mas ceritain masa kecil Mas saja?" bujuk Aufar.
"Mau cerita yang gimana? Keknya udah semua diceritain deh!" seru Lintang dengan tatapan tak percaya.