Aku tidak ragu-ragu, menurunkan mulutku ke mulutnya dan menariknya kembali ke dadaku di mana dia seharusnya berada.
Dia menempel padaku seperti dia tidak ingin melepaskanku, dan api yang tidak bisa aku abaikan membakar di dalam diriku.
"Mati," gerutuku, menarik mulutku dari mulutnya dan mengangkat ujung gaunnya sampai melewati kepalanya dan melemparkannya ke samping. "Sempurna sekali."
Tanganku segera menarik ke bawah cangkir bra berenda sampai payudaranya tumpah di atas. Dia mengerang rendah di tenggorokannya ketika lidahku menyerang ujung berkerikil di payudara kanannya.
"Kemari." Dengan tangan pasti, aku mencengkeram pantatnya dan mengangkatnya sampai kakinya melingkari tubuhku dan aku tidak perlu membungkuk setengah untuk mencapainya.
Dia memekik seolah dia takut aku akan menjatuhkannya ketika aku berputar untuk mendudukkan kami di sofa, tapi tawa itu berhenti tiba-tiba ketika jariku menggali pantatnya dan mulutku menjelajahi dadanya.
