Chereads / Gelora Cinta Gadis Desa / Chapter 3 - chap 3 : kesepakatan

Chapter 3 - chap 3 : kesepakatan

Gigi terdiam, dia yang kini berada didalam sebuah warung makan lesehan di lereng gunung yang dekat dengan rumah nya.

"Menikah? Dengan ku?" tanya nya mencoba memahami apa yang baru ia dengar.

Seno menggangguk.

Gigi tertawa kecil, Ia seperti tak mempercayai pendengarannya.

"Kita baru bertemu kemarin mas Seno, Dan kamu udah ngajak aku nikah? Apa menurut mu ini nggak lucu."

"Kamu boleh tertawa."

"Hahaha.. Tentu saja aku tertawa kau lucu sekali."

Seno mengeluarkan sebuah amplop A4 coklat. Lalu meletakannya diatas meja.

"Aku dngar dari Andi kamu dituntut untuk menikah oleh simbok."

"Hahaaha.. Dasar andi ember. mulutnya kok lemes banget." gerutu Gigi dengan menarik esteh didepannya lalu menyedot lewat pipet.

"Karena itu." ucap Seno mulai membuat jalan untuk bernegosiasi dengan Gigi.

"Mari kita buat kesepakatan."

Gigi yang mulai tertarik menyimak dengan serius.

"Oke! Mari kita dengar apa kesepakatan itu." balas nya.

"Ini."

Seno menyodorkan amplop coklat itu kepada Gigi. Wanita itu menerimanya dan mengeluarkan isinya, sebuah kertas perjanjian kontrak pra nikah, ia mulai membacanya.

"Itu adalah surat perjanjian pra nikah."

Gigi mengalihkan pandangan nya pada Seno, tampak raut wajah penuh tanya.

"Kita sama Gigi. Mak Lampir, ah maksudku Mamaku, ingin aku segera menikah. Tapi aku tak punya siapapun untuk kunikahi. Begitu juga denganmu bukan, simbok menuntut mu untuk segera menikah?"

"Aaaiiissshhh.. Tidak mungkin. Mas Seno ini tampan, mana mungkin tidak punya pacar. Kecuali Mas Seno ini gay, lain ceritanya." Sela Gigi mengutarakan pikirannya membuat mata Seno membola sempurna, membola karena terkejut.

Seno menarik nafasnya, hembuskan.

"Jadi, aku rasa Kita berada diposisi yang sama. Membutuhkan seseorang untuk dinikahi karena tuntutan orang tua kita. Aku membutuhkanmu dan kamu membutuhkanku.

Jadi mari kita menikah. Kita akan tinggal diatap yang sama dan di kamar yang sama. tapi tetap menjaga privasi masing- masing. Itu semua agar mereka tak curiga. Sampai disini apa kamu mengerti?"

Gigi mengangguk.

"Lalu? Bagaimana jika Mas Seno kilaf? kita tidur di satu kamar yang sama lalu mas Seno menyerang ku?"

"Kamu nggak perlu kuwatir. Aku nggak tertarik dengan wanita."

"Aaaa.. Jadi Mas Seno mengakui kalau gay?" ucap Gigi asal mengambil kesimpulan.

"Bukan gay, aku hanya tidak tertarik."

"Iyaa.. Itu namanya gay mas Seno."

Seno menghela nafas sabar nya.

"Baiklah! Anggap saja begitu. Jadi apa kamu bersamaku?"

"Baiklah! aku tidak akan memikirkan nya. Aku tidak masalah dengan itu. Berapa lama?"

"Satu atau dua tahun."

Gigi mengangguk tanda mengerti.

"Baiklah. Aku bisa menyetujuinya."

Seno tersenyum puas, sepertinya negosiasi nya dengan Gigi berjalan lancar.

"Tapi masalahnya ada pada simbok. Mas Seno tidak tau bagaimana Beliau, Simbokku orang yang cukup sulit, tidak mudah meluluhkannya."

"Apa maksudmu? Bukankah Simbok terus menyuruhmu untuk menikah?" Seno tidak mengerti.

"Aku putri satu-satunya. Walau Simbok terus menyuruhku menikah tapi, dia mau yang terbaik untuk anaknya. Dia tidak akan setuju begitu saja."

Gigi menghela nafas nya, Seno memajukan tubuhnya dan melipat tangan nya di meja menandakan ketertarikannya.

"Beberapa dari mantan pacarku dulu mundur teratur karena simbok yang rewel. Nggak bisa sembarang orang mengambil putri nya ini. Yahh.. walau aku seperti ini, Simbok sangat menyayangiku."

"Baiklah. Apa yang harus aku lakukan?"

Gigi menggaruk tengkuknya.

"Coba tanyakan pada Andi. Simbok menyukainya. Mas Seno mengerti maksudku kan?"

"Baiklah. Setidaknya kita sudah membuat kesepakatan. Tinggal bagaimana meluluhkan Simbok."

Gigi mengangguk dengan senyum misterius nya.

▪▪▪▪

"Meluluhkan Simbok?" tanya Andi heran melanjutkan menyeruput teh buatan Gigi. Mereka yang saat itu tengah menemani Simbok dan Gigi yang sedang meladang.

"Heemmm.. Gigi bilang, Simbok menyukaimu, jadi bagaimana caramu meluluhkan Simbok?" ucap Seno yang berdiri di pinggiran saung, menatap hamparan hijau di depannya, di kejauhan tampak Simbok dan Gigi yang sibuk berladang dan memanen cabe.

Andi tertawa geli.

"Saya tidak tau."

"Ayolah! Kita sudah banyak kehabisan waktu." rayu Seno, kemudian mengambil duduk di sisi Andi.

"Hemmm..." Andi terlihat berfikir.

"Bagaimana jika aku sogok Simbok dengan uang?" usul Seno tiba-tiba menjentikan jarinya.

Andi mendelik.

"Jangan! Itu akan menyinggungnya." sergah Andi cepat.

"Lalu?" Seno menaikkan sebelah alisnya.

"Coba beri mereka perhatian dan bantuan. Bantuan fisik maksudnya."

"Baiklah,aku dengarkan." Seno menyimak apa yang Andi maksudkan, ia terlihat cukup teertarik.

"Cobalah membantu setiap pekerjaan mereka selama beberapa hari kedepan." usul Andi yakin,"Saya rasa Simbok lebih menghargai itu."

Andi menatap kedua orang yang terlihat kecil dikejauhan. Lalu menunjuk mereka.

"Coba Tuan Seno bantu mereka sekarang." ucapnya, "Saya yakin, mereka awalnya akan menolak. Tapi jika Tuan Seno bersikeras membantu, mereka akan membiarkannya."

"Kau yakin?" Seno terlihat sangsi.

"Tentu saja. Lakukan sebisa Tuan."

Andi menggerakkan dagu nya mengisyaratkan Seno untuk segera melangkah dan membantu Simbok dan Gigi diladang.

Dengan sigap Seno memantapkan langkahnya, lalu berjalan kearah dua orang yang terlihat kecil itu saking jauhnya.

Mulai hari itu Seno habiskan untuk belajar meladang.

Mulai dari mencangkul,memberi pupuk, hingga memetik cabe dan sayur bayam. Semua ia lakukan bersama Gigi.

"Ckckck... Kamu lumayan juga mas Seno." puji Gigi meledek melihat pria kota itu begitu kikuk meladang.

"Seperti yang kamu bilang. Meluluhkan hati Simbok tidak mudah." balas Seno mengatur nafasnya.

Seno cukup kepayahan dan kepanasan keringatnya mengucur deras. Seno mengibas- ngibas kausnya. Namun Seno masih belum merasa lebih baik dia lepas kausnya. Hingga tampak tubuhnya yang aduhay itu.

"Suuiiiitt.... Ssssuuuiiiittt....." suara siulan dari mulut Gigi mengagetkan Seno.

Pria 30 tahun itu menoleh kearah Gigi, Gadis desa itu terlihat berdiri dengan satu kaki ditekuk, tangannya bertumpu pada kayu panjang setinggi bahunya.

"Kupikir kamu langsing saja Mas Seno, ternyata badan mu berbentuk." puji Gigi lagi. "Memang benar kata orang, kalau gay punya tubuh yang bagus. Kamu buktinya."

Gigi mengacungkan dua jempol nya kearah Seno. Membuat Seno sedikit memblus on.

"Tapi tubuh Yuda lebih bagus darimu.." ucap Gigi lagi sambil tertawa lucu.

"Ayo lanjut." sambung Gigi lagi dengan mengedipkan sebelah matanya.

Lalu Gigi kembali membuat lubang lubang untuk menanam bening kacang.

Sore harinya, Seno mandi dirumah Gigi. Kamar mandinya ada di luar, berdekatan dengan sumur tua yang cukup lebar.

Pertama Seno harus menimba dahulu, mengisi bak air untuk mandi. Membuatnya cukup kelelahan.

"Aku sudah menimba cukup banyak, apa airnya sudah terisi penuh?" tanya Seno yang sudah tanpak kepayahan sedari tadi berladang lalu menimba.

"Belum,mas Seno. Itu baru setengah!"

"Benarkah? Kamu nggak melihat bak mandi nya, bagaimana kamu bisa tau?"

"Ya taulah. Aku kan sudah biasa. Ceklah kalau nggak percaya."

Seno yang terlihat sangsi itu melongok ke dalam kamar mandi, ia tersentak kaget. Ternyata bak mandinya ukuran besar bahkan itu untuk dua kamar mandi yang terhubung dalam satu bak. Dan memang benar baru terisi setengah.

Seno terlihat limbung saking syoknya. Hingga membuat Gigi tertawa terpingkal-pingkal.

"Aku bakal pingsan duluan kalau kek gini." keluh Seno bergumam.

Gigi jadi merasa iba dibuatnya.

"Ya udah. Biar aku aja yang timba. Mas Seno mandi dulu aja." ucap Gigi dengan senyum misteriusnya meraih timba di sumur.

"Nggak usah." cegah Seno cepat. Dia merasa laki-laki, jadi sudah sepantasnya dia yang melakukannya. Seno menyaut timba yang Gigi pegang.

"Mas Seno kan capek. Udahlah mandi aja. Biar Gigi yang timba." ucap Gigi kembali merebut timba ditangan Seno.

"Enggak, Gi." ketus Seno, kembali ia mengambil alih timba ditangan Gigi.

Simbok yang sedari tadi didapur mendengar kedua orang yang berebut timba akhirnya keluar menghampiri.

"Nak Seno mandi aja. Nggak usah nimba." ucap Simbok lembut.

"Nggak, Mbok! Biar Saya selesaikan ngisi baknya." ucap Seno menolak dengan halus.

"Nggak usah." Simbok lagi-lagi dengan lembut melarang Seno.

"Nggak papa kok mbok." ucap Seno yang masih keukeh.

"Nggak usah, Nak Seno! Nggak usah nimba ini biar simbok isi pake sanyo aja." ucap Simbok sambil menyalakan mesin sanyo.

Seno memdelik. Jelas ia kaget, lalu menatap Gigi yang terlihat cekikikan.

"Jadi untuk apa aku dari tadi menimba jika ada sanyo?" pikir Seno kesal melirik Gigi. Gadis itu seperti sengaja mengerjainya.

▪▪▪▪

Mohon dukungan nya ya

Like

Komen

Fav

Gift