"Enak banged, Mbok." suara Seno memuji masakan Simbok. Terlihat jelas di wajah Seno akan nikmatnya makan malam yang Simbok sajikan.
Walau hanya sayur bening bayam campur jagung panenan. Juga potongan gorengan tempe dan tahu plus sambal yang menggugah selera. Seno yang sangat menikmati sampai nambah berkali-kali membuat Simbok,Andi,Yuda dan Gigi tertawa geli.
"Maaf." ucap Seno malu dan tak enak hati dengan sikapnya sendiri. Seno merasa dirinya memang sudah turun level.
"Orang kota nggak pernah makan kek gini ya?" ledek Yuda yang memang makanan sehari -harinya.
"Ya pernahlah, Yud." sergah Andi, "Seno aja yang keenakan sama masakannya Simbok."
Simbok tersenyum tampak gurat gembira diwajahnya.
"Masakan Gigi juga itu. Sudah,dilanjut makan nya."
Setelah acara santap makan malam usai. Seno dan Andi pamit untuk kembali ke hotel. Dan disana,Seno yang telah kelelahan itu langsung berbaring di ranjang. Ia langsung terlelap begitu saja.
Andi yang memang tau sekeras apa Seno bekerja fisik tadi, membuatnya menggulum senyum. Andi melihat Seno yang selalu maximal dalam mengerjakan segala sesuatu selama ia bekerja menjadi tangan kanannya selalu dibuat kagum.
Oo iya, mengenai Andi yang memanggil Seno tanpa Tuan ketika berada di rumah Gigi, itu karena memang Seno yang minta. Seno tak ingin Gigi dan keluarganya tau siapa Senopati yang sebenarnya. Salah satu crazy rich di kota S .
Selain dia yang dipercaya meneruskan perusahaan Papa nya. Dia juga mempunyai laham bisnis sendiri.
Andi menatap tubuh Tuannya terbaring di ranjang. Dia jadi merasa iba.
"Tuan, saya pasti membantumu meluluhkan Simbok." gumam nya pelan.
▪▪▪▪
Sepuluh hari sudah mereka rutin bertandang ke rumah Gigi, membantu dan mengeratkan hubungan satu sama lain. Tentu untuk meluluhkan Simbok pastinya.
Akhirnya tibalah masa Seno untuk melamar Gigi. Sebelumnya Seno dan Gigi berdua berdiskusi dahulu di warung makan lesehan dikaki gunung, dengan hamparan sawah di sekitar lokasi warung itu. Mereka memilih satu gasebo yang agak masuk.
"Mas Seno Yakin mau melakukannya malam ini?" tanya Gigi menyakinkan lawannya.
"Heemmm.. Waktuku semakin terbatas." balas Seno mantap.
Gigi terlihat manggut-manggut.
"Aku sih oke aja. Gampang."
Gigi menyedot esteh nya melalui pipet.
"Yang penting sesuai kesepakatan. Dan aku juga dapat royalti."
Seno terlihat bingung.
"Royalti?"
"Uang! Kan tertulis disini." balas Gigi dengan menggoyangkan kertas perjanjian mereka didepan muka Seno.
"Kamu menyebutnya royalti?"
"Jadi apa?" Gigi dengan muka polosnya.
Seno tertawa canggung.
"Aku akan menandatangani ini jika Simbok sudah setuju."
Seno menyipitkan matanya.
"Kamu masih ragu?"
"Heemmmm..."
"Apa yang membuatmu ragu?"
Gigi melirik Seno, Gigi menyedot es tehnya.
"Dulu juga ada yang sempat berjuang, Tapi dia tumbang."
Seno lagi-lagi tertawa canggung.
"Ahahahha..kenapa kamu nggak menyemangati ku Gigi?"
Gigi menoleh kearah Seno menatap lurus dimatanya. Gigi mengulurkan tangannya kedepan arah Seno dan menepuk lengan pria itu.
"Semangat! Semangat!"
Seno terdiam, menatap Gigi dengan pandangan 'adaapaini'
"Apa itu cukup?"
Seno tertawa, bukan tawa canggung tapi tawa lucu.
"Baiklah, Gigi! Apa yanga harus aku lakukan agar lamaranku nanti diterima?"
"Mmmm.. Apa ya?" Gigi memutar matanya keatas mencoba mencari ide di kepalanya.
"Hmm.. Coba nanti pakai baju koko."
"Baju koko? Tapi aku tak punya."
"Belilah! Katanya anak kota. Jangan seperti orang susah."
"Oke. Note : baju koko. Apa lagi?"
"Bawa sedikit bingkisan."
"Bingkisan Note. Apa lagi?"
"Mmmm,, apa lagi ya." Gigi terlihat berfikir."Adtittide!"
"Sikap?"
"Heem... Bagi kami orang desa sikap yang baik,ramah,sopan,sangat penting." terang Gigi, "Selama seminggu ini Mas Seno sudah bersikap cukup ramah,baik,dan juga sopan. Tinggal nanti malam, lebih disopankan lagi dan baik lagi. Selebihnya nanti bisa bertanya pada Andi." tutup Gigi.
"Oh iya. Nanti Simbok pasti bertanya macam-macam. Kita latihan, siapin kata-kata buat meyakinkan Simbok nanti." Gigi tersenyum misterius.
▪▪▪▪▪
Seperti kesepakatan. Malam itu Seno datang menggunakan Koko yang sempat dibelinya bersama dengan Andi. Ia juga membawa bingkisan.
Duduklah mereka di ruang tamu dengan kursi yang terbuat dari bambu satu set dengan mejanya. Seno pun mengutarakan maksudnya. Tentu tanpa menyinggung surat perjanjiannya dengan Gigi. Itu hanya mereka yang tau.
"Kenapa kok buru-buru? Baru seminggu kenal Gigi, kan?" tanya Simbok dengan senyum teduhnya. Wajah Simbok terlihat ayem,adem,sehingga membuat Seno nyaman.
Seno tersenyum canggung.
"Apa yang nak Seno suka dari Gigi?" tanya Simbok lagi. "Coba di lihat lagi. Gigi ini item, dekil,nggak pinter cuma tamatan SMA nggak punya bapak. Coba di lihat lagi, anak Simbok ini pendek,nggak cantik,dadanya juga rata,nggak punya bokong. Blas nggak ada bagusnya."
Gigi tersenyum canggung Simboknya banyak menyebut kekurangannya itu.
"Mbok! Yang itu nggak usah di sebutlah." pinta Gigi dengan wajah yang dibuat memelas.
"Menengo koe ki ndok."
Andi dan Yuda yang mendengar ucapan Simbok yang terkesan mencacat fisik Anak gadisnya itu hanya cekikan. Sementara Seno malah garuk-garuk kepalanya yang tidak gatal itu.
Simbok tersenyum teduh lagi.
"Walau anak Simbok ini begini. Simbok tetep sayang,tetep Simbok jaga,ini perawane Simbok satu-satunya. Simbok pingin dia bahagia, Nak Seno."
"Iya, Mbok."
"Nah,kenapa kok mau nikah sama Gigi?" lanjut Simbok bertanya lagi,"Di kota apa nggak ada? Ada kan pasti? Yang banyak lebihnya dari Gigi ini."
Seno menatap Simbok. Walau bagaimanapun ia masih punya hati. Ia tau maksud Simbok. Seno terdiam sesaat.
"Saya Ingin menghalalkan Gigi mbok. Bukankah yang halal itu lebih baik dari pada cuma menjalin hubungan yang tak jelas?" ucap Seno.
DEG !
Jantung Gigi serasa mau lepas. Aneh bukan? padahal kalimat itu sudah berkali-kali dia dengar saat mereka berlatih sebelumnya. Namun entah mengapa ucapan itu terasa tulus dan langsung menembus jantungnya.
Hingga Ia menatap Lekat pada pria yang tampak tampan dengan setelan koko kombinasi berwarna merah dibadannya.
"Saya ingin menjauhi dosa. Mungkin kami baru mengenal satu sama lain, tapi waktu 10hari ini cukup membuat saya merasa nyaman padanya. Cukup untuk membuat saya ingin lebih mengenalnya, lebih memahami, lebih dan lebih darinya."
"Karena itu Mbok. Ijinkan saya untuk menikah dengan Gigi,dan memberikan Simbok hadiah terindah berupa cucu yang lucu dan menggemaskan." Lanjut Seno lagi. Entah menggapa ia sangat geli dibagian kalimat ini.
Simbok kembali tersenyum teduh.