Angin meniup kencang gorden yang ada di kamar Dito. Pemilik kamarnya tetap acuh tidak merespon sedikitpun. Padahal langit sudah sangat gelap, namun ia tidak memperdulikannya.
Kini perasaannya tidak bisa dikontrol. Rasa ingin memiliki Naya kembali datang dan berkobar di dalam jiwanya. "Ternyata pura-pura menerima itu sakit banget," lirihnya lebai. Selama Dito hidup, belum pernah ia seperti ini. Hatinya terus beradu melawan keinginannya.
Dito yakin jika Naya pasti akan menjadi istrinya, tapi ia tidak tahu apa cara yang bisa membuatnya menjadi seperti itu. Keyakinannya masih menjadi misteri dan hanya akan membuat kepalanya berat jika terus dipikirkan.
"Apa aku harus bekerjasama dengan Bianca, ya? Untuk mewujudkan keyakinanku itu." tanyanya untuk dirinya sendiri.
"Tidak, tidak. Aku tidak bisa jika harus berpihak pada kejahatan." lanjutnya.