Seno menggeram, ia benar-benar tidak percaya jika papanya sudah berpihak pada mamanya yang lebih memilih Bianca daripada Naya. Padahal papanya tahu yang lebih baik diantara dua wanita itu adalah Naya, bukan Bianca.
"Ini pasti ada sesuatu dengan papa, aku yakin papa sudah diancam oleh mama." ucap Seno dengan mata yang berkaca-kaca.
Naya pun ikut mengernyit, apa yang diucapkan suaminya ada benarnya. Ia langsung menghubungi papanya dan meminta Seno untuk tidak bicara sedikitpun agar papanya tidak marah. Dengan hati yang bergetar ia terus menunggu papa mertuanya mengangkat teleponnya, "Hallo, assalamu'alaikum. Pah?" sapanya.
"Ah, ya. Waalaikumussalam, gimana, Naya. Sudah ada jawabannya? Kamu bisa menerima permintaan papa?" tanyanya yang tidak tahu jika di samping Naya ada Seno yang menyimak perbincangan mereka. Naya sengaja me-loudspeaker panggilannya agar Seno bisa mendengarkannya.