Bagaikan diterpa angin kencang yang hanya menyisakan kehancuran, kondisi hati Naya saat ini persis seperti itu. Ia menangis tak puas karena menahan diri dari tangisan tersedu-sedu, ia sudah merasa dirinya akan sangat menghancurkan perasaan Dito di masa depan. Dengan itu ia berusaha untuk tetap berpikir jernih agar tidak menambah luka untuk Dito, sahabatnya.
Dito menoleh ke arah Asih, dalam tatapannya tersimpan permintaan tersirat agar ibunya itu mau mendekap Asih mewakilkan dirinya yang belum bisa menenangkan sang pujaan. Tanpa berlama-lama Asih pun mendekap Naya dan menenangkannya agar tetap kuat dan bisa menjalani hari-hari tanpa Dito yang memang sudah sangat sering melakukan hal secara bersamaan.