"Makasih ya, pa. Bapak udah ngizinin ibu nginap di rumah Naya."
Naya menghaturkan rasa terima kasihnya, karena ayah Dito memberi izin sampai satu Minggu. Setiap pagi sopir Naya akan mengantar Asih pergi ke pasar, dan setiap sore akan menjemputnya untuk kembali.
"Iya, sama-sama Naya. Kamu harus ingat jika kami selalu ada untukmu. Kamu jangan sedih, nanti kecantikannya memudar."
"Yeee si papi, pake gombal segala. Inget, pih. Naya punya Dito, jangan diganggu." sahut Dito dengan wajahnya yang dibuat-buat. Dito tidak bisa tinggal diam jika ayah kandungnya bersikap seperti itu kepada Naya. Bertahun-tahun Dito berjuang, sekarang mau direbut paksa kaya gitu? "Tidak akan pernah bisa!" batin Dito.
Karena suasana di sana semakin tidak benar, Naya memutuskan untuk pamit. Ia mengulurkan tangannya agar Asih menggenggamnya. Sedangkan Dito, mengambil tas sang ibu yang sudah diisi dengan perlengkapannya.
"Gue ikut, ya."