"Naya, gue turut berduka cita, ya. Maafin gue kalau selama kehadiran gue membuat Lo jadi tambah ruwet." tutur Dito sebelum ia pulang.
Naya tak bergeming, ia hanya menatap wajah Dito dengan tatapan yang penuh kesedihan. Sebenarnya Naya sangat ingin menjawab setiap ucapan Dito, tapi ia tak kuasa. Rasanya ia bisu. Dibisukan oleh keadaan.
Dito yang tidak tega melihat Naya seperti itu mulai menitikkan air matanya. Ingin rasanya ia mendekap sahabatnya yang sedang kehilangan, tapi apa daya. Dito belum bisa melakukan itu. Jika pun bisa, harus melewati beberapa step terlebih dulu.
"Lo jangan merasa sendiri, Nay. Pundak gue selalu ada buat Lo. Hubungi gue kalau Lo butuh tempat cerita." tanbah Dito. Sedangkan Naya masih tak bergeming. Namun, dalam diamnya ia menarik paper bag bergambar batik. Naya memberikannya pada Dito.
"Apa ini?" tanya Dito.