"Naya?! Mami!! Naya telpon, mi."
Belum saja sarapan pagi Dito sudah ribut di ruangan Asih. Membuat Asih dan suaminya menengok secara bersamaan. Mereka syok dengan apa yang terjadi. Beruntung sang ayah tidak melemparkan bantalnya. Jika saja bantal itu melayang, sudah dipastikan Dito akan meringis kesakitan.
Karena Naya yang menelepon, Asih jadi semangat. Ia langsung meminta handphone Dito dan menyapa Naya lebih dulu.
Setelah mendengar pernyataan dari mama mertua, Naya panik tak tertahankan. Ingin rasanya ia pergi ke Indonesia hanya untuk sekedar menjenguk Asih yang pernah hadir di dalam hidupnya. Bahkan jika ditanyakan apakah Asih sekarang masih berharga di matanya? Jawabannya tentu. Tentu Asih sangat berharga. Sejak kecil Naya tahu dan dekat dengan Asih. Sejak kecil pun Naya sudah dianggap sebagai anak oleh Asih dan suaminya.