"Papa?!" Naya pun memanggilnya balik. Sedangkan Seno memutarkan bola matanya malas, ia rasa papanya akan sadar setelah melihat apa yang sudah terjadi.
Seno langsung memberikan tempat duduknya pada papanya, dan ia berdiri di sampingnya. Dengan gemetar Bram menatap Naya yang tampak pucat dan masih bisa tersenyum untuknya. Tiba-tiba ia menangis dengan suara yang terdengar sangat menyakitkan. Naya yang melihat itu hanya bisa memejamkan matanya bisa merasakan bagaimana sedihnya Bram yang mengidam-ngidamkan memiliki cucu.
Suasana di ruangan Naya pun jadi haru, Seno yang semula malas merasa kasihan dengan papanya yang menangis seperti itu. Bagaimanapun juga papanya melakukan itu karena ancaman dari mamanya, dengan itu ia mengelus pundak papanya untuk menguatkannya.
"Maafkan papa, Naya. Gara-gara papa kamu jadi kehilangan anakmu. Papa kehilangan cucu yang papa dambakan selama ini, maafkan papa." Bram terus memelas.