Di hari berikutnya, handphone Naya dipegang oleh Seno. Ia tidak membiarkan siapapun mengganggu istirahatnya. Terlebih mamanya yang sudah semakin tak terkendalikan.
"Seno, kamu akan pergi menemani coach Bianca hari ini?" tanya Naya dalam pembaringannya.
Langkah Seno terhenti, ia membalikkan tubuhnya dan menatap Naya dengan lekat. "Kamu masih memikirkan itu? Ayolah, Naya. Lupakan semua ini, aku tidak akan pergi kemana pun selain ke kantor. Kamu tidak boleh banyak pikiran, itu membahayakan dirimu dan bayi kita." jawabnya yang melebihi ekspektasinya.
Naya terdiam, lalu beberapa detik kemudian ia angkat bicara. "Tapi bagaimana dengan nasib papa, Sen. Papa gak mau diceraikan mama, hal ini pun harus kita pikirkan."