Masih di ruangan yang sama, Naya mengernyit saat tadi mendengar suara Bianca di balik teleponnya. Ia takut jika Seno sedang jalan bareng dan tidak memberitahunya. Bukan apa-apa, tapi ia sangat khawatir jika hati Seno lama-lama luluh oleh coach-nya. Secara Naya mengakui coach-nya ini memang memiliki kelebihan yang lebih darinya, laki-laki mana yang mau menolaknya menjadi suami. Semuanya pasti akan menerimanya dan enggan melepaskannya, pikirnya.
"Seno..." lirihnya sambil mengelus perutnya.
Ketika di malam hari, Seno tiba dengan membawa jagung cup kesukaan Naya sejak hamil. Tapi saat ke kamar, Naya tidak ada di sana. Ia mencarinya dan terus memanggilnya.
"Istriku sayang, kamu di sini?!" Seno merasa lega ketika melihat Naya yang sedang duduk di sofa yang ada di ruang privatnya. Naya hanya tersenyum tipis dan mengangguk pelan.