Naya semakin merasa tidak nyaman ketika ibu satu ini merendahkannya dengan keterlaluan, rasanya ia ingin menolak semua tuduhannya dan mengatakan jika dirinya memang wanita biasa yang dipilih oleh orang hebat untuk menjadi bagian keluarganya. Tapi ia tetap bungkam karena tidak ingin membuat acara ibu mertuanya hancur begitu saja.
"Tidak, jeng , bukan seperti itu. Wanita yang ada disampingku ini adalah menantuku, menantu kesayanganku. Bukannya kalian sudah mendamba-dambakannya untuk beremu dengan menantuku ini?" Fania membela Naya di depan semua orang.
Naya tersenyum mendengar penuturan ibu mertuanya, ia merasa beruntung karena selalu di spesialkan olehnya.
"Masa, jeng? Ko penampilannya seperti orang tua, sih. Aku kira menantumu ini seksi, bertubuh mulus dan tinggi. Tapi nyatanya kerudungan seperti ini, pasti dia malu karena kulitnya hitam."
"Astaghfirullah...," Naya mengucap istighfar di dalam hatinya ketika ibu ini semakin menjadi-jadi.