Sudah dua minggu lebih Seno bersikap dingin pada Naya, bertanya sebutuhnya dan menjawab sebisanya. Naya sudah kehabisan ide untuk mengembalikan mood Seno yang terkubur dalam oleh rasa kesalnya, bahkan ia sudah bersikap lebih perhatian dan hangat kepadanya, tapi Seno tetap saja tidak bersikap seperti dulu.
"Sayang, nanti beliin aku jagung cup, ya!" pinta Naya dengan manja.
Seno yang sedang merapikan dasinya hanya mendehem saja, lalu ia berlalu begitu saja dari hadapan Naya. Membuat Naya mendecak kesal dan berlari mengejar Seno. "Gak boleh pergi," Naya menahan pintu kamarnya agar Seno tidak bisa keluar.
Seno menarik nafasnya dalam dan membuangnya panjang, " Naya, tidak bisa seperti itu. Aku harus segera ke kantor, tidak boleh terlambat." ucap Seno dengan lembut.
Naya cemberut, ia menatap suaminya dengan sorotan mata yang tak biasa. " Biasanya juga suka jam setengah delapan, ini masih jam setengah tujuh, sayang. Kamu masih marah, ya?" Naya mengintai.
