"Kamu lucu banget sih. Pakai nangis segala. Apa coba?" guraunya. Anak cantik Mama ini nggak boleh sedih lagi, ya? Di sini kamu di terima seada-adanya kamu tanpa perlu pakai kriteria harus cantik, kaya, keluarga terpandang, dan lain-lain. Pintu rumah ini selalu terbuka untukmu, Sayang. Kalau ingin kemari datang saja, sekalipun suatu hari nanti kamu dan Saga tak bersama."
Kembali disinggung perihal itu. Topik yang selalu menghantui pikiran Ines belakangan ini.
Kedua wanita beda generasi yang tengah duduk di balkon kamar itu saling berpelukan erat. Sesekali Sarah mendongak, menatap langit malam yang entah bagaimana bisa bertabur banyak bintang padahal 1 jam yang lalu hitam peka dan diprediksi akan hujan.
Ia menatap hamparan benda langit kelap kelip itu. Berdoa semoga semesta dan seluruh isinya membuka hati Ines agar terbuka dan mau menerima putra sulungnya.
Sarah melepas pelukan lebih dulu. "Sayang, lihat ke atas."
Ines menurut.