Ines semakin deras meluncurkan cairan bening itu. Lagi dan lagi, ia benar-benar merasa menjadi wanita yang amat tak pantas dicintai oleh pria sebaik Saga.
"Kamu kenapa sih? Tiap aku ngomong malah nangis lagi. Hey! Apa yang membuatmu begitu percaya diri untuk mengeluarkan air laknat ini, hm?"
Wanita itu menggeleng lemah. Ia menyingkirkan tangan Saga yang bertengger di pipinya.
Pria itu sesekali menolehkan kepalanya ke jalan. Ia menenangkan Ines sembari mengemudi untuk pulang.
"Aku... aku cuma terharu aja, Ga. Aku nggak nyangka kamu akan bersikap seperti ini ke aku. Bahkan setelah tahu keadaanku kamu masih berniat untuk serius sama aku," jawabnya dengan suara serak khas orang menangis. Mungkin kini matanya sudah tak bisa dideskripsikan sesembab dan semerah apa di sana.
"Terus gimana sama pertanyaan aku yang tadi?" tanya Ines lagi.
Saga tak mengerti, ia tak ingat. Setahunya ia sudah menjawab semua pertanyaan Ines.
"Pertanyaan yang mana? Bukannya udah aku jawab semua ya?"