"Kalo aku maunya kita lebih dari teman, gimana?"
Hati Ines bagai mencelos dari tempatnya. No, Ines tak mau mundur lagi! Kalau gengsi untuk maju, paling tidak jangan lari dari topik itu.
"Ya... ya udah."
"Jadi gimana?"
"Apanya?"
"Jadian sama aku mau?"
Ines mematung di tempatnya. Ia tak menyangka bahwa Juan akhirnya mengucapkan kalimat itu. Kalimat yang paling ia tunggu-tunggu selama ini, ya katakanlah begitu. Tak mau menyangkal, ajakan Juan untuk menjadikannya kekasih melalui perkataannya barusan sungguh berefek luar biasa pada tubuhnya. Lidahnya kelu untuk bersuara, sekujur tubuhnya menegang bak tersetrum listrik, pun begitu jantungnya yang seakan sedang berdetak lebih cepat dari biasanya.
Oh, no! Bukan hanya itu. Ines yakin di sekitar dahinya mulai muncul buliran keringat sebesar biji jagung yang tentunya akan terlihat jelas oleh mata Juan. Sial! Bagaimana ini? Bukankah itu memalukan sekali? Terlihat gugup saat sedang ditembak? Eh, benarkah dirinya ditembak?