Chereads / Nikah Dadakan / Chapter 24 - BAB 23: "Chattan"

Chapter 24 - BAB 23: "Chattan"

Sakha dan Naraya sudah berada di rumah yang lampunya lupa Sakha hidupkan tadi.

"Poppy! Kamu dimana?" Dan Naraya bukannya menghidupkan lampu untuk menerangi rumahnya yang gelap tapi malah mencari kucing kesayangannya yang dia khawatirkan selama perjalanan pulang dari gang tadi.

Sakha yakin Naraya akan lama bersama Poppy, jadi biar dia saja yang mengambil alih untuk menghidupkan lampu-lampu rumah ini.

"Poppy, maafin mami ya udah ninggalin kamu sendirian. Kamu pasti takut, ya?"

Sakha menahan tawanya sekuat tenaga. Sangat lucu melihat Naraya berbicara pada Poppy seperti berbicara pada bayi. Tapi dia paham, apalagi dari luar dia mendengar sendiri bagaimana Poppy berteriak-teriak ketakutan.

Pria itu berjongkok di samping Naraya, "Maafin aku juga udah tiba-tiba ninggalin kamu." Lalu mengelus kepala Poppy.

Naraya melirik Sakha kesal, "Makanya. Kenapa kamu nggak bawa Poppy aja sekalian tadi pas ke rumah pak RT nya?" Dia mengomeli Sakha, walau ia juga salah karena tidak mengingatkan Sakha kalau Poppy itu takut terkurung sendirian di rumah yang besar ini.

"Iya, aku salah. Maaf ya. Besok kalau aku pergi aku pasti bakalan bawa Poppy. Pokoknya aku janji nggak bakalan ninggalin Poppy sendirian." Kata Sakha sungguh-sungguh.

Naraya tahu Sakha meminta maaf padanya dengan tulus. Dan itu membuatnya sedikit terpesona. Sedikit aja, kok.

"U-udah! Aku mau mandi duluan."

Naraya beranjak, tapi Sakha menahan lengannya membuat Naraya tidak jadi bergerak.

"Aku duluan," setelah berkata demikian, Sakha langsung masuk ke kamar mandi tanpa melihat dan mendengar Naraya yang sudah mengomel di tempatnya.

Maaf Naraya, tapi Sakha harus mendinginkan tubuh dan pikirannya saat ini dan detik ini juga. Apalagi mengingat hal yang dia dan Naraya hampir lakukan. Sungguh membuatnya hampir saja kehilangan akal sehat.

Bohong kalau Sakha bilang dirinya tidak tergoda untuk menyentuh Naraya tadi. Tapi seperti yang sudah dia katakan sebelumnya pada perempuan itu, dia bukan lelaki brengsek yang memaksa seseorang yang belum siap untuk bisa bercinta dengannya.

Beberapa kali Naraya cukup membuat Sakha kepanasan dan kewalahan untuk menahan nafsunya, tapi untungnya Sakha bisa menahannya.

Meskipun... Dia harus bermain sendirian.

Dan juga sepertinya kali ini dia juga harus bermain sendirian.

***

Naraya dan Sakha kini duduk berdampingan di depan televisi. Hanya suara dari televisi yang mengisi keheningan di antara mereka.

"Sakha," panggil Naraya yang memecah keheningan itu pertama kali.

"Ya?"

"Kamu beneran nggak ingat nomor mama kamu?"

Naraya tahu topik ini cukup sensitif dan serius. Tapi dia harus tahu setidaknya apakah Sakha menghubungi ibunya atau tidak.

Sakha menggeleng pelan, "Enggak,"

"Terus cara ngasih tahu ke mama kamu kalau kamu udah nikah gimana?"

Sakha bergumam panjang, berpikir keras.

"Dia pasti tahu, kok." Jawab Sakha terlihat sangat yakin.

Naraya langsung menolehkan kepalanya. Heran tentu saja. Apa maksud pria ini?

"Maksudnya? Kamu kalau ngomong yang jelas, dong."

Naraya dapat melihat senyuman Sakha yang terasa misterius. Apa lagi yang sebenarnya pria ini sembunyikan?

Ah, Naraya salah. Dari awal kan mereka memang tidak pernah berbagi rahasia maupun cerita hidup apapun pada satu sama lain. Apa sih yang Naraya harapkan?

"Dia bakalan tahu kalau dia cari tahu. Jangan cemas, semuanya pasti bisa berjalan lancar." Sakha berbicara tenang. Dia tampak serius dengan acara televisi yang ditayangkan kali ini.

"Apanya yang bakalan lancar?"

Akhirnya Sakha yang dari tadi terus menatap televisi kini menoleh dan membalas tatapan Naraya, "Hubungan kita," katanya beserta senyumannya yang ikut mengembang.

Tanpa sadar Naraya memukul punggung Sakha dengan keras, "Apa, sih."

Sakha meringis nyeri. Ngeri juga ya Naraya kalau lagi salah tingkah.

"Ah, iya. Aku beli donat tadi," gumam Naraya. Perempuan itu berdiri dan berjalan ke arah kulkas.

Untung saja tadi dia tidak meninggalkan donat kesukaannya lebih lama di teras. Kalau tidak, mungkin cokelatnya sudah meleber kemana-mana.

Naraya meletakkan box berisi donat itu di antara dirinya dan Sakha, "Ini salah satu janji aku tadi pagi."

"Donat?"

"Iya," Naraya kemudian mengeluarkan sebuah benda dari kantong celana panjangnya dan menyerahkan benda itu pada Sakha.

"Hape?"

"Iya. Biar kalau aku pergi terus kamu mau pergi juga, hubungi aku dulu biar aku nggak pusing nyari kamu." Jelas perempuan itu.

Sakha membulatkan bibirnya. Benar, sih. Mereka sulit komunikasi jarak jauh karena Sakha tidak memiliki ponsel. Meskipun ponsel ini sudah ketinggalan zaman, tapi sepertinya masih bisa digunakan untuk chatting.

"Nomor kamu udah ada di sini?"

Naraya mengangguk. Dia kemudian mencondongkan tubuhnya agar dapat menyentuh layar ponsel yang masih Sakha pegang itu, "Ini nomor aku. Kalau bisa kamu hafal."

"Naraya?"

"Ya?" Jawab Naraya cuek, karena dia masih begitu sibuk pada ponsel yang berada di tangan Sakha. Ternyata dia belum menambahkan nomornya di ponsel Sakha.

Sakha berdehem, "Kamu terlalu dekat,"

"Ha?" Naraya melihat dadanya yang sudah menempel di paha Sakha, buru-buru dia duduk menjauh, "O-oh, sorry."

Ah, semuanya jadi canggung sekarang karena kejadian yang di gang tadi!

"Ehm, Naraya. Kamu nggak jadi nambahin nomor kamu?"

"O-oh, iya!" Naraya cepat-cepat mengetikkan nomornya setelah itu dia langsung mengambil Poppy dan berlari ke kamar.

Sakha tertawa di tempatnya melihat tingkah Naraya yang malu-malu kucing. Ternyata Naraya bisa juga seperti itu.

Naraya yang sudah masuk ke kamar menyenderkan tubuhnya ke pintu. Perlahan-lahan tubuhnya merosot ke bawah.

"Lagian ngapain aku mau cium dia sih tadi?! Kenapa aku malu-maluin banget?!" Teriaknya tertahan.

Dia benar-benar malu! Seharusnya dia tidak melakukan hal itu di gang tadi, mentang-mentang ada pasangan lain yang berciuman di depan mereka.

Naraya memukul-mukul kepalanya, "Malu! Malu banget!"

Padahal dia sudah bersikap sok cool tadi, ujung-ujungnya dia ketahuan sedang salting. Mana pakai acara dia nempel-nempel pada Sakha lagi. Astaga, Naraya benar-benar malu!

Bunyi notifikasi singkat dari ponsel membuat Naraya berhenti memukul kepalanya. Dia menurunkan Poppy dari pangkuannya dan berjalan lesu ke arah dimana ponselnya berada.

"Siapa?" Tanyanya bingung, sebab dia tidak memiliki siapapun kecuali pesan-pesan operator yang mengiriminya pesan.

Naraya tersenyum lucu saat melihat siapa yang mengisi pesan padanya. Ternyata Sakha yang mengiriminya pesan.

Sakha:

Gudnait, Naraya. Jgn terlalu malu, muka kamu jadi merah kayak emot ini😠

Apa-apaan pilihan stikernya itu.

Naraya kembali mengetikkan pesan balasan untuk Sakha.

Naraya:

Y

Sakha:

Kok cuek banget sih😢

Naraya:

Gpp. Suka2 aku

Dan saling mengirim pesan itu berlanjut sampai tengah malam. Sakha mengirim esan-pesan lucu dan Naraya yang membalas sok jutek. Pesan-pesan yang saling menghibur. Walau mereka sama-sama berada di dalam rumah, mengirim pesan seperti ini berbeda rasanya.

Mungkin inilah rasanya kalau punya teman chat, pikir Naraya di sela-sela kesibukannya mengetik balasan untuk Sakha. Cukup menyenangkan ternyata.